"Selamat datang di kastilku," sambutnya.
Aku tidak peduli lagi disambut atau tidak, yang penting sudah sampai! Setelah memasuki kastil dengan pintu megah itu, aku duduk begitu saja di lantai tanpa rasa malu. Vampire bernama Minghao itu menatapku, lalu menggeleng-geleng kecil.
Dia tidak akan tau rasa lelah yang kurasakan. Tapi jika berkata demikian di depannya, aku seakan tidak punya perasaan. Padahal mereka yang berdarah dingin, tapi aku yang jahat.
Aku mendongak dan melihat pintu megah yang tertutup itu. Dari sekian banyaknya kastil yang kutemui, hanya di sini aku melihat pintu. Vampire ini benar-benar hanya ingin bisa berjalan normal. Aku harus menghargainya. Asal dia tidak membawaku berjalan sampai seharian seperti ini.
Minghao mendatangiku lagi dengan membawa beberapa benda di tangannya. Dia meletakkan dan memperlihatkan semua benda itu padaku. Satu benda yang menarik perhatianku adalah sebuah botol kecil mirip botol obat demam itu.
"Ada beberapa hal yang akan kuberitahu," katanya. Aku melipat kedua kaki dan terduduk tegak karena tertarik dengan benda-benda asing tersebut.
"Itu obat yang kumaksud tadi. Sebelum aku menjadi seperti ini, aku sempat disuntik dengan cairan itu. Jika tidak salah ingat, mereka menyebutnya.."
"Propofol," ucap mereka bersamaan.
"Bagaimana kau tau?" Minghao melihatku dengan tatapan terkejut.
"Salah satu dari pemimpin kalian yang memberitahuku. Bukankah ada yang salah dengan obat ini?" tanyaku. Minghao mulai memberikan atensi ketertarikan padaku dengan percakapan ini.
"Ini memang bukan obat bius yang dipakai kedokteran biasanya. Bisa disimpulkan, ini obat bius untuk vampire. Ada darah vampire dan darah manusia tercampur di dalamnya," jelas Minghao. "Tapi aku tidak tau pasti karena aku juga bukan seorang dokter atau ilmuwan. Namun Seokmin yang mengatakannya."
Jika Seokmin yang berkata demikian, aku percaya. Meskipun dia polos, vampire itu tetap seorang ilmuwan pada masanya.
Aku mengambil botol itu kembali. Melihat cairan bening yang sedikit kental itu. Membukanya dan berkata, "Boleh aku menghirupnya?"
Minghao mempersilakan. Tanpa rasa takut, aku menghirupnya dengan berani. Bahkan menyentuhnya dengan jari-jemariku. Lengket, tapi tidak berbau. Warnanya juga seperti air jernih padahal katanya ada darah. Aku ingin merasakannya dengan indra pengecapku, tapi aku sadar itu mengancam resiko lebih tinggi.
"Kau tidak takut setelah menghirupnya, kau berubah seperti kami?" tanyanya menakut-nakutiku.
"Obat ini yang membuatmu seperti ini sekarang? Apa kau tidak mendapat efek sampingnya?" tanyaku balik.
Dia menampilkan smirk. Wajahnya mendekat ke arahku. Masih tidak dengan rasa takut, aku ikut mendekat sampai wajah kami hanya terpisah satu jengkal.
"Kau makin menarik saat pemberani seperti ini."
Pipiku sontak memanas. Aku mundur dan terbatuk-batuk. Kalah telak hanya dengan satu kalimat pandek.
"Sayangnya kau mudah tergoda," komentarnya. Menyebalkan. Aku seperti sedang tes kesetiaan.
Minghao mengambil alih obat itu dan menjauhkannya dariku. "Inilah efek sampingnya. Jika tidak meninggal, maka tidak bisa meninggal."
Mataku melebar. "Kenapa bisa begitu?
Dia memamerkan senyum, "Aku juga tidak tau jawabannya."
Aku membuka mulut lebar. Dia tersenyum dengan begitu percaya diri, tapi tidak tau jawabannya juga. Ada rasa ingin memukul vampire ini. Izinkan aku punya kekuatan lebih, sekali saja agar vampire ini kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...