Tingkat Perjuangan

327 79 4
                                    

Joshua sudah meninggalkanku sejak tadi di kamar. Dia membiarkanku bermalas-malasan tanpa menyuruhku bangun sedikit pun. Tapi tidak mungkin kan aku berdiam diri saat aku sedang bertualang memahami seluk beluk mitologi vampire ini?

Aku memberanikan diri untuk turun dari ranjang. Menempelkan telapak kaki pada lantai yang terasa membeku. Tapi kaos kaki ini sangat membantuku. Tidak hanya sweater, Joshua juga memberikanku kaos kaki dan sarung tangan hasil rajut. Kreatif, baik, dan sangat perhatian. Aku seperti mendapat saudara yang tidak pernah ku miliki sebelumnya.

Dengan langkah pelan, aku berjalan kecil menatap keluar jendela. Aku ingin memastikan keadaan di luar sana. Seputih apa dunia saat aku menghangatkan diri di kamar ini.

Langit masih tampak terang tanpa awan yang menghiasi. Hanya pelangi tipis yang tidak hilang sejak tadi. Paduan warna warni yang muncul tanpa hujan. Fenomena ini akan terlihat aneh bagi para pengamat alam yang haus ingin menelitinya.

Meskipun keindahannya memanjakan mata, tapi tubuhku tetap tidak bisa diterpa angin dingin terus-terusan. Kulitku segera menggigil dengan bibir yang mengeluarkan embun panas saat menghembuskan napas. Sebelum aku pergi menjauh, aku melihat Joshua yang ada di bawah sana menikmati pemandangan yang sama.

Awalnya aku berniat memanggilnya, tapi kuurungkan. Lebih baik aku turun sendiri. Aku tidak mau menyusahkan orang yang perhatian sepertinya.

Dengan kedua tangan terlipat, aku berusaha membiasakan diri dengan suhu ekstrim tersebut. Mengabaikan seberapa dingin angin yang menembus tubuh. Aku tidak bisa terus meringkuk dalam selimut. Aku ingin segera menyelesaikan apa yang sudah kumulai.

Tapi..

Kalau aku sudah menyelesaikannya, apa yang harus kulakukan? Apa aku harus kembali ke kantor itu? Tapi aku kan tidak membunuh mereka. Itu tidak masuk hitungan bukan? Kenapa aku baru memikirkannya sekarang? Aku tidak pernah berpikir akan bertahan sejauh ini. Tidak heran ketua vampire yang ada di sini terus mencurigaiku karena tujuan yang tidak jelas.

Aku harus mulai memikirkan langkahku selanjutnya. Walaupun aku tidak tau cara menolong vampire-vampire di sini. 

Kakiku sontak berhenti dan tubuhku membeku di tempat. Bukan karena dinginnya udara, melainkan melihat makhluk peminum darah itu ada di tiga tempat sekaligus secara bersamaan. Aku mengucek mataku tidak percaya. Lalu saat mataku terbuka kembali, tiga raga itu menghilang dan menjadi satu tubuh yang berdiri di luar dekat pintu yang terbuka.

Aku berlari menghampirinya. Hendak menepuk pundaknya, tapi vampire tersebut sudah lebih dulu membalikkan punggungnya untuk berkata, "Terkejut ya?"

Tubuhku diam sambil memperlihatkan wajah linglung. Berkedip beberapa kali, setelah itu baru menyebut, "Mwo?" tanpa sadar.

Dia tersenyum sembari melebarkan tangannya ke arah pelangi. "Begitulah pelangi. Hanya bayangan, tapi bisa dilihat di berbagai tempat. Dapat menghilang, tapi tidak sepenuhnya terlupakan."

Aku makin terlihat bodoh karena lemot. Bibirku tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun agar tidak memperburuk citra otakku.

"Aku sama dengannya. Hanya bayangan yang bisa berlipat ganda sebanyak orang-orang mengingatku."

Bibirku melafalkan huruf O. "Jadi kau bisa menggunakan jurus bayangan?"

Joshua menaikkan sebelah alisnya. Kali ini dia yang bingung dengan maksudku. Tentu saja. Dia tidak mungkin menonton naruto.

"Maksudmu aku bisa membagi diri kan?" Yakinkan dirinya. Aku mengangguk cepat untuk membenarkan.

"Iya, bisa. Tergantung bagaimana kau menginginkannya," katanya sambil menunjuk ke arah perutku. Lebih tepatnya, jari telunjuk itu terposisi lurus lebih ke atas perutku, di mana organ hati berada.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang