Kucing Manis

330 72 1
                                    

"Jadi, kau... tidak seperti yang lain?"

Wonwoo tampak bingung dengan apa yang kumaksud, tapi karena dia bisa membaca pikiran, tentu tidak sulit baginya memahamiku.

"Aku vampire murni. Wujudku nyata. Jadi, meski aku menciummu, aku tidak akan menghilang." Dia menyentuh daguku. Di tengah malam dengan hanya pencahayaan bulan yang remang-remang, pipiku memanas karena melihat tatapan tajam yang samar itu.

"Sebaliknya, kau yang akan pingsan."

Kenapa itu terdengar seperti rayuan untukku? HAH?! Apa yang kupikirkan?? Jangan memikirkan seperti itu! Dia bisa saja mendengarnya.

Aku menepis tangan dingin itu dan mundur dua langkah. Dia terkekeh kecil dan terdengar olehku. Pipiku kian memanas.

Untuk mengalihkan perasaan malu ini, aku bertanya, "Memang, apa bedanya kau dengan yang lain?"

Pertanyaan tersebut sebenarnya tidak pernah terlintas di pikiranku, tapi demi menutupi rasa malu, apa pun keluar dari bibir ini.

"Mereka setengah vampire dan aku vampire murni. Bisa dikatakan, aku adalah anak dari sang raja, sedangkan mereka hanya keturunan dari para raja. Jenis vampire yang memiliki darah bangsawan."

Aku sudah tau itu, batinku tanpa sadar.

"Jeonghan hyung mungkin pernah menjelaskan jika setengah vampire tidak punya kekuatan, tapi mereka bisa menerima kekuatan dari vampire murni dengan menelan setetes darah kami." Bibirku membulat sebagai respons.

"Namun, ada resiko yang harus mereka terima." Aku mendengarkan dengan seksama. "Jiwa mereka harus terpisah dengan tubuhnya."

Jadi itu alasan semuanya bilang mereka hidup tanpa raga. Di mana tubuh mereka berada? ingatku.

"Awalnya, semua tubuh mereka, disembunyikan Jeonghan hyung di sebuah gudang pendingin bawah tanah."

"Seperti tempat pengawetan?" Mataku melebar.

Wonwoo berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Bisa dikatakan begitu. Tapi.."

Wonwoo berhenti dan kalimatnya seakan dialihkan. "Kau harus pergi karena malam tidak panjang."

Dia kabur ke kursinya kembali. Aku hendak mengikuti dan meminta penjelasan lebih, tapi kakiku tiba-tiba tidak bisa bergerak. Aku panik sendiri saat telapak kakiku terasa menempel di lantai kastilnya.

"Kau urus sisanya," katanya dingin. Namun, aku tidak tau dengan siapa dia bicara. Pastinya, itu bukan aku.

Setelah ujaran perintah itu, kakiku bisa bergerak kembali. Tapi kebalikan dari kemauanku.

Tubuhku berputar dengan sendirinya. Aku berteriak pada Wonwoo yang telah kembali pada tahta-nya. Dia hanya diam memperhatikanku yang bingung karena persendian ini bergerak dengan sendirinya.

"Sampai ketemu lagi di akhir perjalananmu," tuturnya, mengucap salam perpisahan.

"Bukan itu yang kutanyakan?! Kenapa dengan tubuhku? Kenapa dia bergerak sendiri?!" teriakku. Tidak peduli pada statusnya sebagai salah satu vampire tertinggi.

Aku meronta. Sayangnya, Wonwoo tidak berniat menjawab apa pun dari pertanyaanku. Tubuhku terus bergerak ke arah tembok yang kokoh hingga terjepit di sana. Meski begitu, kakiku masih tidak bisa dihentikan dan memaksa tuk terus maju seakan menyuruhku menembus tembok tersebut.

Terdengar helaan napas dari belakangku yang pasti milik Wonwoo. "Pejamkan matamu!"

Sesaat keningku mengerut, sebelum batinku menurutinya. Aku memejamkan mata. Tekanan ingin menembus tembok tersebut masih terasa sampai tiba-tiba keseimbanganku hilang dengan tangan serta lututku yang terjatuh mencium tanah.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang