Selamat Tidur

373 72 6
                                    

Gelap sekali..

Tidak ada yang bisa dilihat. Bahkan tidak ada jendela di tempat ini. Aku hanya bisa meringkuk di sisi yang sama, tempat di mana aku berdiri saat masuk tadi sembari menunggu makhluk jahat itu bangun dari tempatnya.

Apa dia tidak kelelahan hanya duduk di tempat itu seharian? Tidak melakukan apa-apa dan bangun sedikit pun. Bagai patung.

"Makhluk jahat?" Dia tertawa ringan. Tubuhku merinding saat suaranya terdengar.

"Ani! Aku tidak mengatakan apa-apa," elakku dengan suara bergetar.

"Tidak usah berbohong." Suara yang tajam itu membungkamku.

Aku diam-diam menepuk kening beberapa kali. Jangan bicara dalam pikiran. Tidak usah memikirkan apa-apa. Begitu tekadku, sampai aku sadar, jika itu sama saja bicara dalam hati.

Sia-sia saja jika berharap tidak bicara dalam pikiran. Aku akan terus menggumamkannya. Kalau begitu tidur saja, putuskanku.

Aku baru coba memejamkan mata, tapi suara itu menggangguku lagi. "Di saat ketakutan begini, kau masih bisa tertidur. Aku memuji ketangguhanmu."

Jangan mengumput. Jangan membatin. Tidur saja. Abaikan dia. Ayo tidur!

"Selamat tidur."

Kenapa suaranya berubah? Terdengar senang jika aku tidur. Aku memeluk tubuhku yang sedikit takut. Gwaenchana. Dia bukan vampire jahat seperti di gambaran benakku. Aku tidak boleh berpikir buruk.

Setelah aku bisa lebih menenangkan diri, mataku perlahan terpejam dengan sendirinya. Menunggu saat tubuhku dibawa ke dalam alam bawah sadar. Namun...

Keningku mengerut. Dengan posisi mata masih terpejam, aku merasa pandanganku sangatlah terang. Aku bisa melihat sebuah ruangan layaknya gedung dan luas. Tidak gelap sedikit pun. Satu hal yang menarik perhatianku adalah sosok pria yang terduduk santai di kursi besarnya. Sosok yang mengingatkanku pada vampire yang tidak kuketahui bentuknya.

Aku ingin membuka mata dari mimpi yang terasa tidak dalam tidur ini. Tapi sosok di depanku seakan mengetahui niatku. Bibirnya terbuka untuk mengucap, "Jangan membuka matamu!"

Aku masih bungkam. Batinku merasa jika pria di depannya memang vampire itu. Walau sosoknya tidak berwujud seperti vampire pada umumnya. Tidak bersayap. Mata berwarna normal. Giginya juga tidak terlihat taring saat mulutnya berbuka.

"Terima kasih untuk kepercayaanmu. Kami di sini memang bukan vampire jahat," katanya sambil bangun dari kursi itu.

"Kau..."

"Ya, vampire di ruangan gelap itu." Berbeda dengan aura yang terpancar tadi, wujudnya yang sangat jelas ini tidak membuat tubuhku menegang. Justru sebaliknya, aku terpukau dengan sosok rupawannya. Sudah berapa kali aku terpesona dengan mereka semua?

"Ini bukan mimpi. Kau juga belum tertidur sepenuhnya. Kita hanya berada di dalam pikiranmu yang kurancang." Aku menaikkan sebelah alis.

"Mimpi anehmu. Semua adalah rancanganku." Dia berjalan memutariku. Matanya menatap lurus ke depan, tanpa sedikit saja melirikku. Kepalaku pun terpaksa ikut berputar untuk bersiaga dengannya. Aku masih tidak tau vampire seperti apa dia?

"Meski kau menganggap kami baik, ternyata kau masih waspada dengan kami."

Dia masih saja membaca pikiranku. Saat aku membatin demikian, matanya langsung menatapku tajam. Aku membeku di tempat karena terkejut. Bibirku terkatup rapat, tapi percuma saja jika vampire itu bisa membaca pikiranku.

Dia diam di depanku. Kami pun hanya saling pandang dalam kediaman sampai kepalaku kembali membatin. Kenapa kita ada di sini?

"Kita saling jujur saja.." Dia kembali bicara saat aku mulai membatin. "Aku tidak suka kegelapan."

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang