Aku Monster

317 69 1
                                    

Aku sungguh terkejut dengan apa yang baru saja kudengar. Ada rasa tidak ingin percaya, tapi di sisi lain, aku tidak bisa menemukan alasan untuk menyangkal. Kemarahan yang berapi-api itu adalah salah satu pemicu yang membuatku berpikir jika dia memang pelakunya. Namun, jika dia pelakunya, akankah wajahnya seterpuruk ini?

Dengan sedikit keberanian, aku menyentuh punggungnya. Membalas pelukan tanpa diminta. Sedikit mengintip melihat kedua sayap hitam legam besarnya yang habis dilahap bara api. Meski begitu, kondisi sayap itu masih baik-baik saja.

Setelah sadar dari drama kemarahannya, vampire itu mendorongku. Tubuhku menubruk tembok, tapi aku bisa menggunakan sedikit tenaga agar punggungku tidak langsung membentur keras tembok batu itu.

Aku menghembuskan napas berat. Agak sedikit jengah dengan tingkahnya yang pemarah.

"Hey!" Ekor mataku bergerak.

"Mengangguk jika kau mendengarku." Aku mengangguk sesuai interupsi Wonwoo.

"Aku bisa membantumu mengetahui jawabannya, tapi aku ingin kau meminta izin pada hyung dulu."

"Kenapa aku?" Aku melayangkan protes dengan lugas.

Vampire pemarah yang meninggalkanku, jadi berputar memberikan atensinya. Tidak membutuhkan penjelasan, Seungcheol sudah langsung berkata, "Wonwoo-ya, jangan ikut campur urusanku!"

Suara yang memenuhi otakku seketika hilang. Beraninya dalam kandang saja. Pengecut! Dumalku.

Selesai berkata demikian, vampire itu pergi lagi ke dalam kamarnya. Satu lagi vampire yang berani di dalam kandang. Pantas saja vampire-vampire ini bisa tinggal selama ratusan tahun di hutan tanpa keluar. Apa hanya Soonyoung yang berani berkeliaran di luar hutan? Apa hanya Jihoon yang tugasnya menyerang para penyusup? Lalu, apa tugasnya sebagai ketua?!

Aku sibuk mengeluarkan omelan dalam hati sampai tidak sadar, kedua kaki yang ku ikuti sudah diam di tempat. Refleks aku memundurkan diri dengan sendirinya. Tawa meremehkannya, segera membekukanku di tempat. Jangan bilang dia bisa mendengar suara hatiku?

"Dia pikir aku tidak bisa melakukannya sendiri?"

Aku tidak berani bereaksi apa-apa, bahkan untuk sekedar bernapas.

"Akan kubuktikan!" Dia berteriak sendiri. Diambilnya kalung yang tidak sengaja dia jatuhkan tadi selama pelampiasan amarah.

Saat dia menggenggam dan menemukan ukiran nama itu kembali, rautnya kembali mengendur. Mimiknya jadi melembut. "Bahkan aku membenci diriku sendiri."

Seungcheol membanting tubuhnya ke lantai. Mengabaikan bokongnya yang pasti sakit karena tubuhnya langsung dijatuhkan begitu saja untuk duduk. Dia mengerang dengan mata terpejam dan kepala bertumpu pada tangannya yang terkepal.

"Aku menyerah. Kuizinkan Wonwoo mengambil alih."

Sifat buruknya tidak hanya pemarah dan keras kepala, ternyata dia juga mudah menyerah.

"Aku akan menunggumu untuk siap."

Dia melirik. Kakiku yang sempat berjalan menghampirinya pun tertahan sejenak, tapi dengan sebuah tekad, aku berani melangkahkan diri. Mendekatinya sedikit demi sedikit sampai aku berhasil menyentuh tangannya dan memeluknya.

"Apa yang kau-"

"Pasti berat untukmu memendamnya sendiri. Tidak apa. Setiap orang punya kekurangan dan kesalahannya sendiri. Kau tidak perlu selalu menyalahkan diri dan memaksa jika semua yang telah terjadi adalah kesalahanmu."

Halmoni.. Aku mungkin tidak sebaikmu untuk menenangkan orang lain. Aku juga mungkin belum pantas berkata demikian dengan kondisiku yang masih buruk. Tapi aku yakin, halmoni ada di dekatku, menemaniku, dan selalu membantuku. Jadi, kuharap halmoni ada di sini sekarang, ikut membantumu menolongnya.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang