Aroma harumnya makanan menyerusup masuk ke indera penciumanku. Perutku yang kelaparan pun meresponnya dengan bunyi yang lebih besar dari sebelumnya. Bibirku terbuka saat sebuah hotteok manis tampil di depan mataku.
Ku gigit, tapi tidak ada tekstur yang ku harapkan. Aku memasang wajah kecewa. Sekali lagi, aku melihat sebuah hotteok melayang di wajahku. Tidak bisa menahan hawa nafsu, gigiku kembali mencoba untuk mengunyahnya. Namun aku dikecewakan sekali lagi. Aku mulai kesal, akhirnya aku turun tangan menahan hotteok tersebut. Menggigitnya terus-terusan sampai aku bisa merasakan tekstur yang ku mau.
Tapi..
"Ya!!!" Teriakan seseorang membangunkanku dari mimpi yang cukup aneh. Dengan posisi masih menggigit hotteok yang alot. Setidaknya itu yang kupikirkan saat ini sampai..
"Harusnya aku yang menggigitmu. Kenapa jadi manusia yang menggigit vampire?" Vampire tersebut menampilkan wajah protesnya di depanku. Menunjuk-nunjuk arah tangannya yang ku gigit.
Aku melepaskan gigitanku. Mengusap bibirku dan lengannya yang dipenuhi liur. Coba menahan perasaan malu sedalam mungkin. Aigoo! Bagaimana bisa posisinya jadi membalik begini? Karena bertemu vampire jinak, aku jadi kebablasan begini memperlakukan mereka.
"Sepertinya Vernon dan Dino memperlakukanmu dengan baik ya." Vampire berwajah bulat tersebut segera menarik tangannya. Mengibas-ngibaskan lengannya dengan ekspresi yang merasa jijik. Aku jadi makin tidak enak.
"Mianhada." Rilihku. Sedikit takut, tapi lebih didominasi rasa tidak enak.
Dia hanya melirik tajam singkat, lalu menyerahkan sepiring hotteok sesuai dengan aroma yang ada di mimpiku. Ternyata aku berhalusinasi, bukannya mimpi. Kesalku pada diri sendiri.
Perutku berbunyi dengan tidak tau malunya. Ku peluk bagian tubuh itu erat-erat. Memamerkan semu merah yang menghiasi pipiku tanpa berani memandang atau mengambil sepotong. Walau rasanya ingin, tapi aku terlalu malu untuk menggerakkan tangan.
"Makanlah. Kau pasti lapar sampai pingsan semalaman," Pingsan? Mataku melebar. "Gwaenchana. Ini makanan asli. Tidak sekeras yang ini." Dia mengangkat tangannya sambil menarik-narik kulitnya yang masih menampilkan bentuk gigiku. Aish!
Malu-malu aku menyentuhnya. Sudah dingin, tapi mana mungkin aku menolaknya. Setelah mengucapkan terima kasih dengan suara kecil, aku menggigitnya. Tawar. Namun ini terasa seperti hotteok terenak yang pernah ku makan. Refleks aku menunjukkan senyum karena akhirnya bisa makan setelah beberapa hari ini dibuat puasa oleh Vernon.
"Apakah enak? Aku sudah lama tidak masak dan tidak bisa merasakan makanan. Ada dapur juga buat hiasan saja biar kastil ini tidak suram. Makanan terakhir yang aku buat mungkin ratusan tahun yang lalu. Aku bahkan tidak ingat sekarang tanggal berapa." Ocehnya. Aku menahan tawa kuat-kuat karena kebawelannya. Vampire dihadapannya kali ini, tidak ada kesan menyeramkan sama sekali. Jadi gemas.
"Kenapa diam saja? Kau masih takut denganku?" Tanyanya lagi. Aku hanya menggeleng-geleng sambil menyantap hotteok terakhir di piring tersebut. Tidak sadar ternyata sudah habis, padahal aku masih lapar.
"Kau tipe pendiam ya?" Seseorang selain mereka berdua, tiba-tiba mengeluarkan suara tawa. Itu pastinya bukan Vernon. Mataku menyipit kesal pada Chan.
"Dasar vampire tua." Geramku.
"Hubunganmu dengan Dino ternyata sedekat itu. Pantas dia memilihmu. Tapi kalau kau mengatainya vampire tua, aku juga tersinggung." Dia tertawa canggung dengan sedikit menarik sudut bibirnya. Aku segera berkata maaf sebanyak-banyaknya. Tingkahku pun berubah kikuk.
Tawa canggungnya pun berubah jadi tawa lebar. "Aku tidak marah. Tenang saja. Aku tidak bisa galak-galak seperti vampire pada wajarnya. Mwo? Makananku sudah laku." Kejutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...