Sudah menjadi hal biasa jika pada akhirnya aku bangun dengan tubuh terbaring di tanah setelah menyatuh dengan para vampire itu. Entah harus apa aku menamakan kegiatan ini. Aku masih bingung menamainya.
Jika biasanya aku terbaring dengan tanah polos tanpa alas, kali ini sedikit berbeda. Tubuhku tidak lagi dikototi tanah yang menempel pada kulitku karena aku meniduri kulit kayu yang masih tampak segar.
Tidak hanya itu, di sebelahku bahkan sudah ada sumber mata air dari sungai yang kutebak mengalir dari kastil Vernon dulu. Jika diingat lagi, saat selesai menyatuh dengan Vernon, aku justru berbaring di sungai hingga tubuhku basah kuyup. Perlakuan yang cukup kontras.
Setelah meminum sedikit air dan membasuh wajah, aku berdiri dengan tubuh yang sedikit segar. Tidak lagi sakit-sakit layaknya pengalaman pertamaku. Badanku sungguh sudah terbiasa dengan rasa sakit ini. Aku jadi berharap rasa sakit itu juga tidak akan terasa saat bertemu hyung mereka.
Pantulan diriku terlihat di sungai itu. Wajahku tampak kusam dan berantakan mengingat aku tidak pernah merawat diri setelah masuk ke hutan. Jangankan merawat diri, memikirkannya saja tidak. Bagaimana aku bisa memikirkan kebersihan tubuh saat nyawaku sedang dalam taruhan.
Aku kembali terduduk dengan bertumpu lutut di tepi sungai. Memejamkan mata untuk mengurangi rasa takut yang meledak-ledak di kepalaku. Aku harus ingat kata Seokmin. Hyung mereka tidak jahat, hanya ada alasan yang membuat mereka begitu tidak suka padaku yang merupakan manusia.
Tanganku meremas rerumputan. Sesaat melatih pernapasan untuk mengurangi deru jantung yang tidak karuan karena rasa takut. Setiap kali mengingat akan bertemu para ketua itu, aku terus sama melemas. Meski sudah berusaha berpikir positif, tetap saja ketakutan itu tetap ada.
Energi negatif memang tidak pernah bisa dilepas dengan mudah.
Ku hembusan napas panjang saat benar-benar bisa mengendalikan diri. Tapi saat aku ingin berdiri lagi, tanganku tersangkut di rerumputan itu. Mataku yang tadi terpejam, langsung terbuka lebar saat melihat tangan ini telah menyatuh dengan tanah sampai membekukan sebagian kecil sisi sungai terdekat.
Aku kebingungan harus bagaimana mencairkannya. Meminta bantuan Seokmin pun tidak mungkin. Mereka kan sedang bersembunyi.
Alhasil aku pun hanya menarik-narik tangan berharap bisa menghancurkan permukaan yang masih 100% berbahan tanah basah. Asal jangan tanganku yang jadi lepas.
Beberapa lama aku hanya menarik-narik tangan tanpa hasil, es itu sudah sedikit mencair dengan bantuan sinar matahari. Tanah itu juga ikut menggembur dari air yang menetes sampai aku bisa mengangkat tanganku. Aku napas lega.
"Kekuatan ini jadi menyusahkan." Aduku pada Seokmin dan Seungkwan selaku pemilik kekuatan ini, yang mungkin bisa mendengarnya.
Aku melihat lebih jeli jari manis yang tertutup es itu. Ingin memastikan berlian yang ikut bergabung di cincin itu. Warnanya coklat, sangat cocok dengan kepribadian Seokmin yang hangat.
Mataku terus terfokus pada cincin itu. Entah berapa banyak vampire lagi yang harus ku temui. Aku lupa melihat jumlah dari buku vampire palsu itu. Sekarang aku juga tidak tau harus ke mana.
"Ya sudah. Jalan dulu saja." Gumamku sendiri.
Seingatku, Seokmin pernah menyebutkan dua nama vampire. Dia menyebutnya vampire penyerang. Tapi aku tidak ingat namanya. Hanya ingat jika keduanya berawalan huruf M.
Aku membangunkan diri. Melihat ke sekeliling untuk menemukan sesuatu yang mungkin jadi petunjuk. Namun yang ku tekuman hanya hembusan angin yang kencang menerbangkan surai panjangku. Sesekali menusuk mata dan jadi menghalangi pandanganku. Dengan tangan yang terkunci, aku jadi tidak bisa membenarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...