Satu jam Suryeon menangis dalam pelukan Dantae. Selama satu jam itu pula wine yang Suryeon hadiahkan untuk Dantae sudah habis. Bukan oleh Dantae sendiri, melainkan oleh Suryeon yang mulai sedikit mabuk.
"Dantae oppa, aku harus pulang."
Suryeon melepaskan pelukan Dantae tapi kepalanya langsung diserang pusing hebat. Hal itu membuatnya bahkan tidak bisa beranjak dari sofa.
"Tidurlah di sini. Aku akan menjagamu."
Suryeon memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Ia benar-benar tidak sanggup untuk berdiri. Suryeon kelelahan karena habis menangis sembari minum.
"Oppa, aku akan pulang setelah menandatangani kontrak."
"Kita bisa menundanya. Ada hal yang harus aku bahas denganmu. Aku ingin kau sadar sepenuhnya."
Sayangnya kata-kata Dantae tidak mampu mencegah Suryeon untuk mengambil dua map hitam dan pulpen yang memang sengaja sudah Dantae sediakan di meja. Dua isi map itu sama, Dantae bermaksud agar dia dan Suryeon bisa saling menyimpan kontrak tersebut.
"Kau harus membacanya dulu, Suryeon."
Suryeon menahan kepalanya yang terasa begitu berat dengan tangan kiri. Dia membolak-balikkan halaman sembari berusaha membaca dengan teliti.
"Oppa! Kenapa aku harus tinggal denganmu?"
Suryeom menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap bahwa apa yang ia baca hanyalah khayalannya.
Shim Suryeon setuju untuk tinggal bersama di Penthouse. Karena Joo Dantae membutuhkan seorang desainer yang dapat stand by 7 x 24 jam di sampingnya.
"Dantae oppa, aku tidak bisa terus di sampingmu. Banyak hal yang harus aku lakukan."
"Sudah aku bilang, kita harus berdiskusi dahulu..."
Dantae berhenti berbicara saat Suryeon menandatangani dua amplop yang ada di hdapannya.
"Sekarang giliranmu, oppa." Suryeon menyerahkan pulpen kepada Dantae dan tentu tanpa ragu Dantae juga membubuhkan tanda tangannya.
"Kau sudah baca syarat terakhir dengan benar? Kau sungguhan?"
Suryeon mengangguk, dia berdiri dengan segenap kekuatannya. Badannya oleng ke kanan dan kiri berusaha mencari keseimbangan, Suryeon mengambil langkah pertama. Saat mencoba langkah kedua, kaki Suryeon tersandung ujung meja yang membuat dia limbung dan hampir jatuh tersungkur ke depan jika Dantae tidak segera menariknya.
Posisi mereka sekarang, Dantae duduk bersandar di sofa dengan Suryeon berada di pangkuannya. Tangan Suryeon otomatis diletakkan di kedua pundak Dantae. Bukan hanya itu,
Bibir keduanya kini bersentuhan.
Tidak ada pergerakan. Tapi ciuman ini menjadi ciuman yang membuat mereka saling berdebar. Ciuman pertama milik Joo Dantae, entah dengan Suryeon, tapi Dantae berharap bahwa ini adalah pertama kali juga untuknya.
Suryeon mendorong dirinya dari Dantae tapi dengan segera Dantae menarik pinggang Suryeon dan kembali mempertemukan bibir mereka lagi. Kali ini Dantae mengambil langkah lebar. Dia mulai memberi sedikit lumatan. Kepalanya ia miringkan ke kiri dan ke kanan untuk memperdalam ciuman mereka.
Awalnya Suryeon masih terlalu terkejut, tapi perlahan ia juga terbuai. Dipejamkanlah kedua mata indah itu, lalu dengan malu-malu dan ragu, Suryeon mulai ikut membalas. Terlihat dari cara Suryeon membalas, Suryeon masih seorang amatir dalam hal ini.
Suasana semakin memanas saat Dantae membaringkan Suryeon ke sofa. Tangan Suryeon sudah melingkar sempurna di leher Dantae.
"Mmmhhh."
Suryeon berhenti membalas saat sadar apa yang sedang mereka lakukan. Tanpa perlu mendorong atau memanggil Dantae, Dantae kini sudah menatap Suryeon penuh tanda tanya. Kegiatan mereka akhirnya harus terhenti.
"Kenapa? Ada apa, Suryeon?" Dantae menatap Suryeon khawatir.
Takut kalau Suryeon tiba-tiba menamparnya lalu pergi. Atau mungkin memakinya kemudian menyiramkan air di wajahnya.
"Kita tidak boleh seperti ini oppa," kata Suryeon sembari berusaha melepaskan diri dari kurungan Dantae.
"Wae? Kenapa tidak?" Dantae menahan kedua pundak Suryeon agar tetap berbaring di sofa.
"Sungjae oppa akan memarahi kita saat tahu nanti," kata Suryeon dengan wajah khawatir. Sudah terbayang seperti apa rupa Sungjae ketika marah nanti dalam benaknya.
Dantae terkekeh melihat wajah Suryeon yang seperti anak kecil ketika ketahuan makan cokelat yang dilarang ibunya.
"Aigoo." Dantae merebahkan tubuhnya di samping Suryeon, bahkan Dantae memberikan tangan kirinya sebagai bantalan untuk kepala Suryeon.
"Kita sudah dewasa, Shim Suryeon. Kita bisa memutuskan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan. Ini saat-saatnya kita hidup menurut pilihan kita masing-masing. Berhenti merasa begitu takut dengan Sungjae. Jalani saja menurut kata hatimu," jelas Dantae dengan nada yang begitu lembut. Beberapa anak rambut Dantae rapihkan ke belakang telinga Suryeon.
Suryeon terdiam, di jarak sedekat ini, Suryeon bisa lebih memperhatikan wajah Dantae. Kini rahangnya semakin tegas. Hidungnya lebih mancung. Ada kumis tipis yang tumbuh di atas bibir dan dagunya. Tatapan matanya yang menawan ditambah dengan bingkai kacamata.
"Akan berbahaya jika kau menyentuhku terus seperti iu."
Oh, astaga! Suryeon tidak sadar selama dia mengagumi paras Dantae, tangannya ikut bergerak untuk mengelus.
"Ah, maaf, oppa."
Suryeon segera menjauhkan tangannya dari wajah Dantae.
"Tidurlah. Aku akan menemanimu di sini."
Dantae mengambil bantal yang ada di sofa lalu memberikannya pada Suryeon, baru setelahnya bantal lain ia gunakan untuk menyanggah kepalanya sendiri.
"Tidak perlu tegang begitu, aku tidak akan menidurimu juga."
Suryeon memukul dada Dantae malu. Bagaimana bisa ucapan se vulgar itu keluar dari mulutnya. Suryeon membalik badannya memunggungi Dantae.
"Oppa, kau bilang aku harus mengikuti kata hatiku, bukan?"
Dantae tidak menjawab karena dirinya sudah hampir pergi menuju alam mimpi. Tiba-tiba dia merasakan pergerakan kecil saat Suryeon memutar balik badannya kemudian menangkup wajah Dantae dengan kedua tangannya.
"Kalau begitu, aku tidak akan takut dimarahi Sungjae oppa lagi. Dan aku akan menyuarakan isi hatiku sekarang."
Suryeon mengecup bibir Dantae sekilas. Mengakibatkan pipi Suryeon sendiri memerah seperti kepiting rebus. Dantae langsung terbangun. Menikmati bagaimana Suryeon merona atas kecupan yang baru saja dilakukannya.
"Apa yang baru saja aku lakukan? Apa yang baru saja terjadi?" Batin Suryeon menjerit meneriakkan betapa bodohnya tindakan yang ia perbuat barusan.
"Giliran suara hatiku yang diungkapkan."
Dantae memegang tengkuk leher Suryeon, dia kembali menyerang dengan ciuman yang begitu berantakan. Tidak ada rima dan kehalusan seperti sebelumnya. Dantae sudah terlalu terbakar gairah.
Hingga akhirnya sadar saat Suryeon menggigit bibir bawahnya.
"Oppa! Kau gila?"
"Aku hanya menyuarakan isi hatiku."
Ditutup dengan Dantae yang menyengir tidak berdosa.
Meskipun mereka baru berciuman panas, tapi kini Suryeon kembali mengantuk. Dia tertidur lelap tepat di samping Dantae beberapa menit setelah pertengkaran kecil mereka.
"Aku mencintaimu, Suryeon. Aku tidak akan membiarkan orang lain merebutmu dariku."
Perlahan tangan kekar itu melingkar di perut Suryeon. Lalu menariknya hingga punggung Suryeon menabrak dada bidang Dantae.
"Aku tahu Suryeon. Kau memiliki rasa untukku. Cepat atau lambat aku pasti akan menjadikanmu milikku. Kau milik Joo Dantae."
Dantae tersenyum penuh arti. Tak lama Dantae juga menyusul Suryeon menuju alam mimpi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disorder ✔
FanfictionGejala Love Disorder dialami oleh Joo Dantae saat dirinya mulai merasa tertarik terhadap Shim Suryeon, gadis yang ditaksirnya sejak dua puluh tahun lalu. Shim Suryeon yang memiliki senyum mempesona dengan mudah diakui Dantae bahwa Suryeon adalah mil...