21.

463 27 1
                                    

Matahari mulai menerangi seluruh penjuru Kota Seoul. Cahaya hangat masuk melalui jendela besar di penthouse milik seorang Joo Dantae. Tidak ada alarm yang berbunyi, tapi Dantae terbangun saat terik matahari itu mengusik dirinya.

"Selamat pagi, Suryeon." Dantae merapatkan pelukannya, kepalanya ia letakkan di bahu Suryeon.

Merasa ada yang mengganggu kenyamanan tidurnya, Suryeon melakkukan pergerakan kecil. Dantae yang sebenarnya sudah bangun, pura-pura memejamkan mata saat Suryeon membuka matanya.

Suryeon merasakan ada beban yang bertumpu pada pundaknya. Dia menoleh dan betapa terkejutnya dia menemukan Dantae yang masih terlelap di sana.

Awalnya dia ingin berteriak, tapi niat itu harus diurungkan saat melihat wajah damai Dantae yang tertidur pada pundaknya. Suryeon memilih untuk berdiam diri di sana sembari mengecek harga saham hari ini pada handphonenya.

"Aku tidak pernah melihat orang yang mengecek harga saham tepat setelah ia bangun dari tidurnya."

Handphone Suryeon terjatuh mengenai wajahnya karena suara serak nan seksi milik Dantae saat berbisik di dekat telinganya membuat dia terkejut.

"Astaga, mukamu tidak apa-apa? Coba aku lihat!"

Dantae membalik badan Suryeon agar menghadap ke hadapannya.

"Apa sakit sekali? Perlukah kita ke dokter?" tanya Dantae sembari memegang dan mengecek wajah Suryeon yang tentu saja masih baik.

"Aku bukan kejatuhan batu bata, oppa," ucap Suryeon kesal karena sikap berlebihan yang ditunjukkan Dantae.

"Bagus."

Dantae mengecup kening Suryeon, sedetik setelah memastikan kondisi Suryeon.

"Oppa, tolong lepaskan pelukanmu. Aku harus pulang dan kembali bekerja," kata Suryeon membuat Dantae akhirnya melepaskan diri dan duduk di sofa.

"Di akhir pekan begini kau masih bekerja?" tanya Dantae sembar menyisir rambutnya yang sedikit berantakan menggunakan tangan.

"Hanya mengecek beberapa desain lalu setelahnya aku bisa pulang dan menjenguk Sungjae oppa."

"Aku akan menemanimu."

"Tidak perlu, oppa." Suryeon merapihkan  kemeja yang sedikit turun hingga memperlihatkan tatonya yang menurut Dantae begitu indah.

"Ah, oppa. Aku lupa aku juga membawakan bunga untukmu," kata Suryeon sembari menunjuk bunga yang tergelatak manis di meja.

"Aku belum pernah lihat seorang wanita memberikan bunga mawar untuk seorang laki-laki."

"Kalau begitu aku akan menjadi wanita itu, oppa. Aku senang memberikan bunga kepsda orang lain tidak peduli mereka laki-laki atau pun wanita."

Suryeon memperhatikan meja secara menyeluruh. Ada dua buah gelas kosong bekas Dantae dan dirinya minum semalam. Dan di antara kedua gelas itu ada sebuah botol wine yang kosong.

"Oppa, maaf. Seharusnya aku memberikan wine itu untukmu, tapi malah aku yang menghabiskannya."

Dantae tersenyum melihat wajah Suryeon yang merasa bersalah. Di sini Dantae melihat ada kesempatan bagus yang bisa ia ambil.

"Kalau kau merasa bersalah, bagaimana kalau kita makan malam bersama lagi?"

Suryeon mengerutkan kening, permintaan Dantae aneh juga, bukankah seharusnya dia meminta Suryeon membelikan wine yang baru. Tapi karena Suryeon merasa tidak enak, akhirnya permintaan itu disetujui juga.

"Baiklah, oppa. Kirim saja alamat dan waktunya. Aku yang traktir."

Suryeon mengembil tas selempangnya lalu bersiap sembari mengikat ulang rambutnya, ikatan rambut kuncir kuda itu sudah berantakan.

Love Disorder ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang