"Sejak kapan kau tinggal di sini, Shim Suryeon?"
Pagi hari yang seharusnya damai dan penuh romantisme sirna begitu saja saat Sungjae tiba-tiba menggedor pintu seperti orang gila setengah jam lalu. Bibi Yang hampir terkena serangan jantung saat mendengarnya.
"Belum lama, oppa. Antara 4 atau mungkin lima hari."
Suryeon menunduk tidak berani menatap Sungjae yang jelas marah atas pindahnya Suryeon ke penthouse Dantae.
"Aku yang memintanya pindah. Kau tidak perlu memarahi dan menginterogasinya begitu. Bicarakan denganku," kata Dantae dengan suaranya yang berwibawa. Benar-benar seperti pebisnis kelas atas.
Sungjae berdiri dari duduknya dan segera menarik kerah kemeja Dantae. "YA! AKU MEMANG HARUS BERBICARA DENGANMU!! Setelah kalian bertemu kembali, kau terlihat semakin menjijikan Joo Dantae-ssi," teriak Sungjae tepat di depan muka Dantae.
Bibi Yang dan Suryeon menatap khawatir pada mereka berdua. Dantae sempat memberi kode pada bibi Yang yang langsung dipahami.
"Suryeon, lebih baik kau pergi dulu. Setidaknya sampai kemarahan Sungjae-ssi mereda."
"Tidak bisa, bi. Bagaimana kalau mereka berkelahi lagi. Aku tidak akan membiarkan mereka melakukannya lagi."
"Percayalah pada Dantae. Karena dia sudah berjanji padamu, bibi yakin kalau dia akan menepatinya. Dantae tidak akan menyakiti orang lain."
Suryeon membalas tatapan mata Dantae, tapi yang didapat hanyalah sebuah senyum hangat dan anggukan kecil seolah Dantae meminta agar Suryeon mendengarkan perkataan bibi Yang.
"Kalau begitu, aku berangkat dulu, bi. Jika ada masalah segera hubungi nomorku yang sudah kutempel di kulkas. Sampai nanti, bi!!"
Suryeon berlari keluar. Dia memang khawatir dengan Sungjae dan Dantae, tapi dia juga khawatir dengan Sang Yun yang sudah menunggunya selama satu jam di parkiran. Pasti ayah anak kembar itu akan mengomel seperti ibu-ibu pada Suryeon. Cara marah-marahnya sudah mirip seperti Jun Sang.
Baru juga mereka mau memulai hari. Mengapa semua orang menjadi begitu emosian?
"Jangan tatap Suryeon seperti itu!"
Bugh
Satu tinjuan melayang di perut Dantae. Tapi Dantae hanya jatuh terduduk di atas lantai tanpa melakukan perlawanan terhadap Sungjae.
"Wae? Apakah yang aku perbuat begitu salah hingga kau murka begini? Kami berpacaran. Kami saling mencintai. Kami terikat kontrak kerja. Bukankah wajar kalau aku menatapnya lebih dari sekedar teman kerja dan teman ataupun saudara."
"Tidak! Itu semua sangat tidak wajar!! Kau tidak berhak untuk mencintainya," marah Sungjae sembari menarik kembali Dantae untuk berdiri.
"Aku tidak akan pernah membiarkan Suryeon jatuh ke tangan orang sepertimu. Tidak padamu yang berengsek dan appa mu yang seorang pembunuh!"
Detak jantung Dantae mulai berdebar cepat. Beberapa memori saat ayahnya menyiksa ibu dan dirinya kembali terputar. Ayahnya memang seorang pembunuh, dia membunuh Baek Hong Gyu kecil. Dan ayahnya membunuh orang yang paling ia sayangi, ibunya sendiri.
"Apa hakmu untuk mengaturku? Ini kehidupanku. Kau jalani saja kehidupanmu sendiri. Suryeon juga akan menjalani kehidupannya masing-masing. Lagipula kau hanyalah sahabat yang sudah dianggap sebagai saudara oleh Suryeon. Terlalu melelahkan mendengarkanmu yang mengamuk padahal Suryeon sendiri santai-santai saja."
Dantae memberikan smirk pada Sungjae. Menertawakan posisi Sung di mata Suryeon yang jelas tepat dan menusuk langsung di ulu hatinya.
"Karena dia sudah menganggapku sebagai kakak laki-lakinya, aku yang bertugas melindunginya. Menjaganya agar tidak terbuai oleh sikapmu yang terobsesi dan tergila-gila padanya. Belum pernah aku melihat seorang bocah laki-laki menyimpan ratusan foto seorang anak gadis yang masih berusia sepuluh di kamarnya. Bukankah itu mengerikan? Alih-alih rasa cinta, kau terlihat begitu terobsesi padanya. Para ahli medis menyebutnya sebagai Love Disorder."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disorder ✔
FanfictionGejala Love Disorder dialami oleh Joo Dantae saat dirinya mulai merasa tertarik terhadap Shim Suryeon, gadis yang ditaksirnya sejak dua puluh tahun lalu. Shim Suryeon yang memiliki senyum mempesona dengan mudah diakui Dantae bahwa Suryeon adalah mil...