34.

444 24 4
                                    

Dantae mengantarkan Suryeon hingga sampai di depan kamarnya.

"Beristirahatlah, aku akan menyelesaikan pekerjaanku sebentar," kata Dantae sembari memberikan kecupan di dahi sebagai tanda selamat tidur.

"Oppa, aku juga harus mengerjakan pekerjaanku. Boleh aku ikut ke ruang kerjamu?" tanya Suryeon dengan puppy eyes andalannya.

"Ruang kerjaku?" Dantae balik bertanya.

"Hmm."

"Kenapa harus di ruang kerjaku?"

"Sepi saja kalau sendirian. Aku takut, oppa. Lagipula kamarnya terlalu besar untuk ditinggali seorang diri."

"Jadi kalau denganku kau mau? Siapa tahu kita malah membutuhkan ranjang yang lebih besar nanti," goda Dantae yang sduah dirasuki pikiran kotornya kembali.

"Astaga, aku bahkan tidak ingin mengomentarinya."

Suryeon mengambil laptopnya yang tergeletak di kasur beserta beberapa lembar kertas yang ada di sekitaran laptop.

"Aku ingin lihat bagaimana pacarku bekerja."

"Kalau begitu, ayo!"

Dantae membuka telapak tangannya ke hadapan Suryeon. Tentu saja Suryeon secara otomatis langsung mengaitkan jari jemari mereka.

"Wanita duluan," kata Dantae setelah membuka ruang kerjanya.

Hal pertama yang dilihat saat masuk adalah buku-buku yang berjajar rapih di rak. Lalu sofa hitam dengan meja kecil yang diletakkan di tengah ruangan. Di samping kanannya ada sebuah meja dengan kursi besar.

"Sepertinya oppa sangat menyukai warna hitam," komentar Suryeon setelah melihat keseluruhan interior di ruangan Dantae.

"Tidak juga. Aku hanya menggunakan warna hitam agar terlihat lebih berwibawa," jelas Dantae sembari menuntun Suryeon untuk duduk di sofa.

"Berwibawa?"

"Aku mau semua orang takut padaku. Aku ingin menunjukkan bahwa di sini akulah yang berkuasa jadi tidak boleh ada yang macam-macam denganku. Jika ada yang berani menghancurkanku maka sudah jelas kalau aku akan menghancurkan mereka juga. Aku ingin mereka menghargaiku."

"Perasaan seperti itu yang ingin aku sampaikan saat orang-orang berdiri di hadapanku."

Suryeon mendengarkan cerita Dantae dengan seksama. Hatinya tergerak untuk memberikan sebuah ucapan kecil pembangkit semangat untuk Dantae yang terlihat begitu kesepian di matanya.

Dengan pelan, Suryeon menepuk puncak kepala Dantae. Kemudian lama kelamaan berganti menjadi usapan-usapan lembut.

"Oppa, kau sudah bekerja keras. Oppa sangat keren. Kau sudah melakukan semuanya sebaik mungkin. Eommeonim pasti sangat bangga denganmu. Aku juga bangga denganmu, oppa."

Dantae terenyuh mendengar kata-kata lembut yang Suryeon utarakan. Seolah-olah ibunya kembali berbicara kepadanya. Memberikan sedikit kata semangat dan pujian untuknya.

"Boleh aku memelukmu?" Dantae bertanya dengan nada memohon.

"Kau tidak perlu bertanya untuk itu, oppa. Kemarilah!"

Suryeon merangkul Dantae yang berubah menjadi bocah kecil. Dantae mencari kehangatan dalam pelukan nyaman Suryeon dan dia menemukan kenyamanan di sana. Seolah pelukannya kini menjadi sebuah kesenangan baru untuk Dantae. Menjadi sebuah kewajiban, kekuatan, serta keajaiban di hidup Dantae.

"Suryeon, jangan pergi lagi. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kalau kau menghilang lagi. Jangan pernah pergi dari sisiku!"

Dantae mengeratkan pelukannya seolah takut kalau Suryeon bisa saja melepas pelukannya dan langsung berlari kemudian menghilang.

Love Disorder ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang