75.

501 29 9
                                    

Sudah memasuki hari ketiga sejak Dantae mulai tinggal di sebelah unit Suryeon. Yang ia lakukan hanya duduk di balkon berharap Suryeon keluar dan Dantae bisa curi-curi tatap ke arahnya. Atau bersandar pada dinding kamarnya sembari membayangkan kegiatan apa yang sedang Suryeon lakukan, seperti saat ini.

"Dia sedang menonton ternyata."

Dantae tersenyum mendengar tawa Suryeon yang cukup menggelegar. Kalau terlalu lama mendengarnya, Dantae bisa bertindak sembrono dan menerjang masuk ke apartemen. Jadi untuk hari ini cukup sampai sini.

Berjalan ke balkon dengan sekaleng bir dingin. Sarapan pagi yang luar biasa untuk perut Joo Dantae. Dirinya tenggelam dalam indahnya pemandangan Jepang.

"Akhirnya kita bisa berkenalan dengan benar."

Dantae hampir menjatuhkan kaleng birnya mendengar sapaan dari Suryeon. Beruntung dia menggunakan topi yang bisa menutupi matanya.

"Aa--ah, iya.." Dengan gerakan canggung, Dantae mundur beberapa langkah sambil menutupi mulutnya dengan sebelah tangan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Suryeon melihat kelakuan aneh dan kaku tetangga barunya.

Dantae berdehem, bersiap untuk mengubah suaranya agar Suryeon tidak mengenali dirinya.

"A-aku sedang flu dan batuk. Aku tidak mau menularkannya pada orang lain."

"Ah, baiklah. Tapi bukankah bir terlalu ekstrim untuk seseorang yang sedang sakit?"

"Astaga, berhenti mengajakku bicara Shim Suryeon! Aku baru saja pindah, banyak yang harus kuurus jadi aku tidak sempat makan."

"Kau mau sarapan bersamaku? Aku kesepian dan hanya kau yang bisa aku ajak bicara di sini."

"Seharusnya kau pulang dan menghabiskan waktu berbicara seharian denganku. Bukan di sini!" batin Dantae menjerit kesulitan karena harus mengubah nada bicaranya.

"Terima kasih, tapi aku harus menolak tawarannya. Aku tidak mau membawa virus."

"Ah, baiklah. Omong-omong senang bisa berkenalan denganmu. Kau ingin bertukar nama?"

Sial. Nama. Nama. Nama. Siapa namanya?

"Tentu." Dengan suara bergetar Dantae menjawab.

"Namaku Shim Suryeon. Namamu?"

Dantae melihat keadaan sekitar. Sebuah truk makanan berjalan melewati jalan raya. Ada gambar jempol di truk tersebut.

"Michael Jang. Namaku Michael Jang."

Dari mana Michael? Siapa Michael. Masa bodoh, pokoknya dia sudah menyetor nama.

"Ooo, kau orang Korea? Apa Korea-Amerika?"

"Ya, begitulah."

Suryeon bertepuk tangan. Terdengar begitu antusias, "Aku senang bisa mendapatkan teman di sini. Kalau begitu boleh kan aku menggunakan bahasa Korea dan berbicara santai padamu."

Sejak kapan Suryeon menjadi seramah ini pada orang asing? Dirinya sendiri bingung. Meski laki-laki ini terlihat sedikit mencurigakan dan menjawab seperlunya, Suryeon tetap ingin berbicara lebih banyak dengannya.

"Ah, aku pergi dulu. Seseorang meneleponku. Sekali lagi, senang bisa mengenalmu Michael."

Begitu Suryeon masuk, kaleng bir itu jatuh ke lantai, isinya benar-benar kosong karena sedari tadi Dantae minum untuk mengatasi debaran jantungnya.

"Apa-apaan dengan Michael? Dari mana pula nama itu? Telepon! Siapa yang meneleponnya?"

Dantae menempelkan telingnya rapat-rapat lada dinding. Pembicaraan Suryeon tidak terdengar jelas, tapi Dantae tahu bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Jepang.

Love Disorder ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang