Selama perjalanan menuju hotel, tidak ada yang berbicara satu pun di dalam taksi. Supir yang mengemudi dengan khawatir menengok melalui kaca spion. Tidak boadanya ada pasangan yang pergi ke Maldives tapi melakukan perang dingin seperti ini.
"Maaf tapi kalian masih belum menyebutkan tujuannya," kata supir tersebut dalam bahasa inggris seadanya.
"Luxury Villas at Soneva Jani," jawab Dantae singkat.
"Baik, tuan."
Dantae menatap Suryeon dengan kesal. Bisa-bisanya Suryeon tersenyum menatap ke arah laut sementara Dantae masih memikirkan kejadian di pesawat. Tapi saat Suryeon tersenyum melihat beberapa orang bermain di pantai, Dantae juga ikut tersenyum.
"Kau mau tetap seperti ini terus, oppa? Berhenti menatapku dan katakan apa yang ingin kau katakan."
Supir taksi itu bernafas lega setelah mendengar suara Suryeon. Dia bisa saja mati di tengah suasana mencekik ini.
Dantae mengubah ekspresinya kembali menjadi datar. "Aku sedang marah denganmu. Kau tidak sadar itu?"
Suryeon menatap Dantae, "Loh, yang harusnya marah itu aku, oppa. Bisa-bisanya oppa memasukkan obat sial itu lagi ke dalam minumanku."
"Dan bisa-bisanya kau tidak mau menolongku. Saat di Jepang aku sangat membantumu."
"Saat itu aku mabuk. Aku tidak sadar. Tidakkah oppa merasa bersalah? Kali ini apa alasan oppa melakukan ini? Kenapa oppa senang sekali meracuniku dengan obat itu?"
Dantae bersandar ke kursi, "Aku tidak mau kau menolakku nanti. Hanya takut kalau seandainya kau tidak mau melakukannya denganku."
"Siapa yang mau melakukan hal seperti itu di dalam pesawat, oppa!? Belakangan ini oppa sedikit aneh. Fantasi oppa jadi mengerikan. Apa oppa mengkonsumsi obat selain yang psikiater berikan?"
Dantae ingin tertawa, tapi ditahan. Ingat karena sekarang sedang berada dalam mode kesal.
"Aku tidak tahu. Aku mendadak ingin saja."
"Oppa gila. Aku tidak bisa berkata-kata lagi."
Suryeon turun dari taksi lebih dulu dari Dantae. Suryeon mengambil kopernya sendiri lalu berjalan meninggalkan Dantae ke area resepsionis.
"Kamar atas nama Dantae Joo."
Resepsionis itu mengecek di layar laptopnya. Dalam bahasa inggris yang lebih baik dari supir taksi, resepsionis itu mengatakan kalau tidak ada kamar yang dipesan atas nama Dantae Joo.
"Suryeon Shim. Aku pesan one bedroom water retreat."
Dantae sudah berdiri saja di samping Suryeon. Tangannya dilingkarkan di pinggang Suryeon seolah tidak ingat tentang pertikaian mereka di taksi.
"Ah, maafkan saya nyonya Shim. Kami akan sediakan pelayanan terbaik selama seminggu kalian tinggal di sini. Ini kunci kamarnya, petugas akan mengantarkan kalian menggunakan mobil."
Dantae mengkode pada Suryeon agar tetap tersenyum, sebelum naik ke mobil Dantae berbisik.
"Berita perginya sajangnim Jakomo dan JK Holdings untuk berbulan madu ke Maldives menjadi topik yang sangat diperbincangkan sejak tadi siang. Tidak sedikit mata yang memperhatikan kita, kau boleh marah denganku sepuas-puasnya di kamar nanti. Tapi tidak di sini."
Dantae membiarkan Suryeon naik ke mobil golf itu terlebih dahulu. Bukannya Dantae begitu menjaga image nya sebagai suami yang baik dengan menipu publik dengan senyum palsu.
"Kau tahu 'kan Eun Soo senang menonton berita tentang kita. Aku tidak mau putra dan putri kita nanti tahu kalau appa dan eomma nya bertengkar. Lihat di sana, sudah ada kamera yang mengambil gambar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disorder ✔
Hayran KurguGejala Love Disorder dialami oleh Joo Dantae saat dirinya mulai merasa tertarik terhadap Shim Suryeon, gadis yang ditaksirnya sejak dua puluh tahun lalu. Shim Suryeon yang memiliki senyum mempesona dengan mudah diakui Dantae bahwa Suryeon adalah mil...