8.

401 32 8
                                    

Beberapa bulan sudah terlewati, musim berganti dan kini warga Korea mulai menyambut musim dingin. Anak-anak sekolah sedang dalam masa ujian akhir mereka sebagai penentu kenaikan kelas.

Tidak terkecuali bagi Suryeon, Dantae, dan Sungjae. Mereka berkumpul di sebuah cafe kecil dan sepi untuk belajar sekalian menghangatkan diri.

Omong-omong doa di dalam hati Suryeon sudah dijawab. Kini mereka menjadi lebih dekat. Sangat dekat malah. Meskipun terkadang masih muncul beberapa pertengkaran yang seringnya ditimbulkan karena Suryeon. Kedua anak laki-laki itu masih saling berebut.

"Kau masih kedinginan?" Dantae memperhatikan Suryeon yang duduk tidak bisa duduk dengan tenang di sebelahnya.

Di saat yang lain sudah melepaskan jaket padding mereka, hanya Suryeon yang masih setia mengenakannya. Selalu seperti itu. Dia paling tidak suka cuaca dingin, itu merepotkan dirinya.

"Ini." Sungjae dan Dantae kompak menyerahkan hotpack untuk Suryeon.

"Tidak perlu, oppa. Aku pakai ini saja." Suryeon menggenggam erat gelas berisi cokelat panas pesanannya.

Dantae dan Sungjae akhirnya memasukkan kembali hotpack mereka ke saku dengan canggung karena niat baik mereka yang ditolak secara halus.

"Ayo beres-beres. Kita sudah ada di sini selama tiga jam. Kita juga butuh istirahat," usul Sungjae.

Semua setuju dan memasukkan peralatan sekolah mereka ke dalam tas. Setelahnya mereka diselimuti oleh keheningan. Ketiganya menggenggam gelas pesanannya masing-masing. Tentu saja tidak ada yang memesan kopi, semua pesanan mereka merupakan susu.

Suryeon memperhatikan desain cafe ini yang terkesan hangat. Dirinya tersenyum saat matanya menemukan lukisan antik yang dipajang di tembok. Tanpa dia tahu kalau sedari tadi Dantae dan Sungjae memilih untuk memperhatikannya.

Dantae tidak tertarik dengan interior desain di cafe ini. Tidak tertarik pada pelajaran yang sedari awal Sungjae bahas. Dia hanya tertarik pada satu hal di cafe ini.

Shim Suryeon.

Pesona gadis itu benar-benar membuat Dantae gila. Dia rela menghabiskan waktu berjam-jam tiap harinya demi melihat Suryeon. Dia juga mau berteman dengan Sungjae demi mendekati Suryeon. Semua hal yang ia lakukan adalah demi Suryeon seorang.

"Setelah selesai ujian, mau jalan-jalan?" Sungjae bertanya membuat Dantae berhenti memandang Suryeon sebelum ketahuan.

"Aku ikut saja." Dantae menjawab dengan santai sembari menyesap minumannya.

"Aku juga ikut saja. Memangnya kita mau ke mana?"

Sungjae belum berpikir tempat tujuan yang akan mereka kunjungi nanti. Dia melihat Dantae dan teringat sesuatu.

"Bagaimana kalau sebuah mall? Flowerfield mall sudah resmi dibuka saat itu."

Ji Ah terkejut. Mendadak sekali Sungjae merekomendasikan Flowerfield Mall. Kedekatan merekalah yang membuat Dantae pada akhirnya menceritakan perusahaan dan lahan yang jatuh ke dalam tangannya.

Perkiraan Jong Il bahwa Dantae akan gagal dalam menjalankan perusahaan tidak terbukti. Keuntungan mereka meningkat dua kali lipat dari sebelumnya. Proyek pembangunan Flowerfield lebih terkendali dan bisa selesai lebih cepat dari perkiraan.

"Kenapa Flowerfield Mall?" tanya Dantae.

"Itu milikmu dan aku penasaran saja bagaimana mall itu setelah selesai. Lagipula kalau dipikir-pikir kita belum pernah keluar bertiga untuk jalan-jalan."

Perkataan Sungjae lumayan masuk akal. Dantae menyetujui saja, toh dia tidak rugi. Dia akan untung besar nantinya. Menghabiskan waktu dengan Suryeon sudah terasa seperti kencan baginya. Kalau biasa orang menyebutnya sebagai cinta bertepuk sebelah tangan, mungkin ini kita sebut sebagai kencan berpegangan sebelah tangan sepertinya.

Suryeon menggeser posisinya secara tiba-tiba mendekati Dantae. Nafas Dantae tercekat saat tangannya dan tangan Suryeon tidak sengaja bersentuhan.

"Dantae oppa, kenapa namanya Flowerfield Mall?"

Dantae menarik nafas dalam untuk menenangkan debaran yang menggila. Dia harus tenang agar Suryeon tidak memandangnya aneh dan semakin mencoba menjauhkan dirinya dari Suryeon.

"E-eoh, itu karena eomma ku dulu sangat menyukai bunga. Aku berpikiran untuk menamainya sebagai Flowerfield." Dantae sedikit terbata, namun ia tetap berhasil menjelaskan secara singkat. Dantae menunduk menatap lantai lalu membuang nafas lega.

Suryeon tersenyum lebar mendengar kata bunga disebut. "Aku juga sangat menyukai bunga."

"Sungjae oppa, kalau aku sudah masuk sekolah menengah sepertimu. Aku ingin kau yang memberikan bunga pertama untukku." Suryeon menyodorkan jari kelingkinya pada Sungjae. Dia sungguh-sungguh meminta Sungjae memberikannya sebuah bunga.

Sebuah jari kelingking lain lebih dahulu menyambutnya.

"Aku akan memberikannya. Akan aku berikan ratusan..." Dantae menggeleng.

"Akan kuberikan ribuan bunga untukmu. Kau bisa mengambil semua bunga yang ada di Flowerfield Mall. Aku yang akan memberikannya untukmu, Suryeon."

Suryeon seperti biasa, kembali tersenyum hangat. Senyuman yang mirip sekali seperti senyuman ibunya.

"Aku tidak ingin ribuan bunga atau seladang bunga, oppa. Aku hanya ingin sebuket bunga cantik." Suryeon menempelkan ibu jarinya dengan jari Dantae, tanda bahwa dia sudah mengecap perjanjian mereka.

"Tapi karena oppa sudah berjanji. Oppa juga harus memberikanku bunga."

"Tentu. Akan kupastikan kau mendapat bunga dariku."

Di seberang meja, jari kelingking Sungjae mengudara sendirian. Sayang, Sungjae bergerak lebih lambat dari Dantae. Tapi dalam hati, dia berjanji pada dirinya sendiri. Dia pasti akan memberi gadis itu sebuket bunga suatu hari nanti.

Sungjae menarik jari kelingkingnya, "Kenapa kau begitu menyukai bunga, Suryeon? Apa karena mereka cantik?"

Suryeon menggeleng, "Bukan hanya karena cantik. Tapi mereka menarik. Mereka begitu harum dan bisa menarik beberapa kupu-kupu mendekat. Bunga dan kupu-kupu tidak terpisahkan. Mereka saling membutuhkan. Mereka saling membantu, seperti simbiosis mutualisme."

Suryeon mengambil setangkai bunga yang ada sebagai hiasan di atas meja, lalu melepas stiker kupu-kupu dari buku catatannya. Suryeon meletakkan kupu-kupu itu di atas bunga.

"Itulah kenapa aku mengumpamakan appa sebagai bunga dan eomma sebagai kupu-kupu. Aku selalu mendoakan agar mereka terus bersama. Mereka bisa saling menolong dan terlihat indah ketika mereka bersama."

"Kau sudah menjadi kupu-kupu yang cantik, Suryeon-ya. Hanya tinggal menunggu saja." Sungjae menukar gelas cokelat panas Suryeon yang sudah kosong dengan gelas miliknya yang masih setengah penuh.

"Menunggu apa, oppa?" Suryeon ingin menyesap cokelat dari gelas milik Sungjae, namun Dantae menukar gelas itu dengan gelas miliknya.

"Menunggu bungamu yang aku janjikan. Jadi pastikan kalau kau hanya menerima bunga dariku, oke?"

Suryeon tidak merespon. Tapi hatinya kini bukan lagi menghangat hanya karena Sungjae. Dantae kini sudah berhasil membuat Suryeon juga berdebar.

"Oppa, sepertinya aku sakit jantung juga."

Dantae mengacak rambut Suryeon gemas.
"Kau memang bodoh."

"Sentuh lagi dia dan akan kupatahkan lenganmu." Sungjae melotot tajam, kini dia serius dengan perkataannya. Tindakan Dantae sudah terlalu jauh.

Suryeon terburu-buru mengambil tasnya, "Aku pulang. Jadi jangan bertengkar ya."

Lalu segera berlari meninggalkan cafe.

"Akan kuantar!!" Dantae dan Sungjae saling berlomba mengejar Suryeon.

Mengejar Shim Suryeon.

Mengejar kupu-kupu cantik itu.






TBC

Love Disorder ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang