Suryeon mau melompat turun, tapi Dantae menarik lengannya untuk mendekat.
"Yakin tidak ingin kugendong saja? Kau akan lelah kalau berjalan sambil menarik koper besar itu."
"JOO DANTAE!"
"Iya, sayang. Aku siap menggendongmu."
Suryeon memukul keras kedua dada Dantae lalu segera turun saat Dantae meringis kesakitan. Suryeon merasa kasihan, tapi dia juga kesal dengan perlakuan Dantae yang begitu mesum terhadapnya.
"Ayo, aku sudah lapar."
Dantae mengusap dadanya yang terasa kebas. Meskipun terasa sakit dia sedikit bersyukur atas tamparan keras itu. Dantae jadi kembali sadar dan menghentikan dirinya. Kalau tidak, dia mungkin benar-benar sudah melakukan hal yang lebih jauh dari sekedar duduk memangku Suryeon.
"Aku bawakan."
Dantae mengambil koper dari tangan Suryeon lalu berjalan duluan untuk membukakan pintu.
"Ladies first," ucap Dantae mempersilahkan Suryeon keluar terlebih dahulu.
Dengan perasaan campur aduk, Suryeon akhirnya sampai ke depan pintu penthouse milik Dantae. Dia menunggu Dantae untuk segera membuka pintunya, tapi Dantae hanya tersenyum penuh arti di sampingnya.
"Aku memberikanmu kesempatan untuk mencoba kartu yang kuberikan tadi pagi."
Kartu yang Dantae maksud adalah kunci untuk mengakses ruangan-ruangan di penthousenya. Master card yang hanya dimiliki oleh Dantae dan kini dimiliki juga oleh Suryeon.
Suryeon sudah terlalu lelah untuk menolak dan memberikan seribu satu alasan. Hanya membuka pintu bukan masalah besar, Suryeon menempelkan kartu itu, lalu pintu terbuka.
Dulu sandal rumahnya hanya sandal rumah dengan alas yang begitu tipis. Kini, sandal rumah berwarna pink salem sudah disiapkan di pintu masuk. Perbedaan pertama dari saat kunjungannya untuk pertama kali.
Suryeon berjalan menuju pantry, kalau semula di sana terlihat begitu kosong, kini peralatan masak sudah lebih dilengkapi lagi.
Di pojok ruangan ada sebuah kursi untuk bersantai dan meja kecil yang digunakan untuk meletakkan head set. Lalu di dekat kursi itu, ada karpet dengan dua bantalan duduk dan meja kecil juga. Di atas meja tersebut ada teko berukuran sedang dan dua buah gelas teh. Apa Suryeon yang memang tidak menyadari atau memang hal itu sengaja Dantae buat?
"Itu sudah ada dari sebelum kau datang ke sini," ucap Dantae yang peka dengan raut wajah Suryeon yang bertanya-tanya.
"Apa oppa menyukai teh dan musik? Aku pikir kau lebih menyukai minuman keras."
"Tergantung suasan hatiku. Aku merasa kesepian jika minum teh sendirian di rumah. Tapi aku juga bisa lebih rileks. Aku biasa meminumnya saat sedang ada banyak beban pikiran."
Dantae dan Suryeon berjalan menaiki tangga melingkar. Dengan koper yang masih setia berada dalam genggaman Dantae. Hanya butuh beberapa langkah, mereka berdua sampai di depan kamar Suryeon.
"Semuanya masih sama seperti tadi pagi. Kau bisa menggunakan kamar mandi di dalamnya. Gunakan semua yang sudah ada di dalam sana. Aku akan menunggu di meja makan."
Suryeon mengangguk lalu berjalan masuk. Dia langsung membongkar semua isi tasnya lalu merapihkannya, kemudian membersihkan diri ke kamar mandi. Suryeon terkejut saat ternyata beberapa perlengkapan mandi yang biasa ia pakai sudah ada di kamar mandi itu. Semua masih dalam kondisi baru. Dantae tahu perlengkapan mandi yang biasa dipakainya.
Tidak butuh waktu lama, Suryeon menyelesaikan acara mandinya dan bergabung dengan Dantae yang sedang bermain ponsel di meja makan.
Saat Suryeon menarik kursi untuk duduk, Dantae langsung mengkantongkan ponselnya. Dia ingin memiliki 'waktu berkualitas' dengan Suryeon tanpa ada gangguan dari mana pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disorder ✔
FanfictionGejala Love Disorder dialami oleh Joo Dantae saat dirinya mulai merasa tertarik terhadap Shim Suryeon, gadis yang ditaksirnya sejak dua puluh tahun lalu. Shim Suryeon yang memiliki senyum mempesona dengan mudah diakui Dantae bahwa Suryeon adalah mil...