"Berikan atau aku akan mencelakainya untuk yang kedua kali."
Kaki Suryeon sudah ada di udara siap untuk meratakan masa depan Dantae. Sial, Dantae masih ingin memproduksi seorang anak bersama Suryeon. Tentu saja dia mengalah, apalagi melihat wajah Suryeon yang sudah mau menangis begitu, menatap dirinya minta dikasihani.
"Kau ingin melihat bagaimana aku merogohnya?"
Suryeon langsung membalikkan badan. Kanan, kiri, kanan, kiri. Suryeon terus bergantian memukul pipinya untuk menyadarkan diri.
"Ini."
Dantae menyerahkan kunci itu pada Suryeon. Masih ingat dari mana habitat kunci jtu berasal, Suryeon langsung ekstra hati-hati. Lebih tepatnya sama sekali tidak mau menyentuh kunci tidak higienis itu.
"Oppa, bisa kau bukakan pintunya? Atau mungkin mencuci dulu kuncinya?"
"Pegang saja, lagipula bukan dari tempat sampah."
Kejahilan Dantae meningkat saat Suryeon hanya berani memegang bagian ujung kunci. Dantae menyenggol badan Suryeon saat berusaha memasukkan kunci. Akhirnya dia memegang kunci itu dengan normal. Tangannya menjadi terasa sangat gatal untuk mencakar-cakar wajah Dantae yang menatapnya tanpa rasa bersalah.
Coba saja kalau wajahnya tidak setampan ini. Sudah habis oleh Suryeon.
"Oppa! Kau sangat menjijikan!"
"Siapa peduli. Kau lebih menggelikan, memegang kunci saja centil begitu."
"Bukannya centil, tapi---" Suryeon menutup matanya sambil menengadah. Dia menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya dengan pelan.
"Silahkan kembali ke kamarmu, oppa. Aku akan tidur."
Dantae hanya tersenyum dan memberikan tatapan penuh arti pada Suryeon. Sedetik kemudian, Dantae membuka gagang pintu dan menarik Suryeon masuk.
"Oppa, kenapa kau ikut masuk juga? Bukannya kau sudah memperbolehkanku tidur sendiri."
"Aku hanya memberi izin kalau kau tidur di kamarmu. Sepertinya aku tidak bilang kalau aku tidak akan menemanimu. Kau boleh pindah ke kamar ini asalkan ada aku."
Dantae masih tetap tersenyum, kunci yang masih menggantung Dantae lepas. Kemudian menutup pintu, menguncinya, dan menyimpan kembali kunci itu ke dalam saku celananya. Saku celana yang sesungguhnya.
"Ayo, tidur. Aku benar-benar kelelahan."
Suryeon masih memandangi saku celana Dantae dengan sedih. Dosa sekali kalau tangannya kembali masuk ke sana. Tapi malas juga kalau harus memberontak terhadap Dantae yang sejatinya memiliki sifat keras kepala yang sudah akut.
Bukan keras kepala sih. Tapi sudah bucin kelas atas. Apalagi kalau berurusan dengan Suryeon.
"Kalau kau melecehkanku, aku tidak akan segan untuk menelepon polisi."
"Kalau orangnya menikmati bagaimana? Apa masih disebut pelecehan? Kau sangat terbuai dengan permainanku. Itu bukan sebuah tindak kejahatan."
Dantae berjalan untuk mematikan lampu kamar dan menyisakan satu lampu tidur. Melihat Suryeon yang masih berdiri mematung dalam gelap membuat Dantae gemas sendiri. Dantae segera mengangkat Suryeon ala bridal style dan menaruhnya dengan pelan di kasur, benar-benar diperlakukan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Setelah merebahkan Suryeon, Dantae berjalan mengitar lalu mengambil posisi di samping Suryeon. Dia menarik selimut dan membentangkannya untuk digunakan mereka berdua. Tak perlu banyak berkata-kata, Dantae melingkarkan tangannya di perut Suryeon, memeluknya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disorder ✔
FanfictionGejala Love Disorder dialami oleh Joo Dantae saat dirinya mulai merasa tertarik terhadap Shim Suryeon, gadis yang ditaksirnya sejak dua puluh tahun lalu. Shim Suryeon yang memiliki senyum mempesona dengan mudah diakui Dantae bahwa Suryeon adalah mil...