28. Teror

3.2K 321 12
                                    

Vouz Me Voyez?

***

Galen dengan cepat mengendarai motor kesayangannya menuju Adara. Beberapa menit yang lalu, kekasih pura-puranya menghubungi Galen dengan nada mengkhawatirkan.

Dalam keadaan normal, tak seharusnya ia ikut terbawa dalam arus perasaan yang tak kunjung ia mengerti. Tetapi, masalah refleks yang berasal dari hati nurani sulit untuk ia hindari.

Kakinya telah melangkah sebelum ia sempat memutar otaknya tentang keadaan yang menimpa Anindira.

Dengan kecepatan sedikit lebih kencang dari biasanya, ia berkendara dengan serius. Baginya, jalanan macet bukanlah suatu halangan untuk sampai lebih cepat ke Adara. Ia adalah pangeran lapangan. Galen bisa dengan mudah menyalip kendaraan bahkan tanpa orang lain sadari, pria muda ini mampu membuat jalan sendiri untuknya.

Rahang tegasnya menunjukkan bahwa ia tengah serius dan tidak bisa diganggu. Laju kecepatan motor Galen semakin menurun tatkala ia melihat seorang gadis tengah menunduk di salah satu kursi halte Adara.

Wajahnya tak terlihat karena tertutupi oleh rambut panjang yang tergerai. Ia membuka kaca helm memastikan bahwa gadis itu adalah Anin.

Galen memarkirkan motornya ke salah satu sisi jalan. Ia membuka helm lalu berjalan ke tempat gadis itu duduk.

Entah mengapa, ia malah memilih berjongkok di hadapannya daripada duduk di sebelah Anin.

"Lo baik-baik aja?" tanya Galen dengan nada rendahnya.

Anin menggeleng pelan. Tangannya terlihat menggenggam kuat ponsel yang sedari tadi ia pegang.
"Gue takut."

Galen terlihat menghela napas pelan berusaha tidak terlalu menekan Anin dengan sejuta pertanyaan yang telah hinggap di kepalanya.

"Ayo gue anter pulang."

Anin tidak menjawab melainkan menarik tangan Galen tanpa keraguan. Galen terlihat bingung dengan ekspresi gadis di depannya. Saat bertemu tatap dengan mata Anin, ia merasa de javu.

Galen pernah melihat ekspresi ini. Ekspresi saat Anin diculik oleh salah satu musuhnya. Ekspresi saat ia berada dalam pelukan kakaknya, Darel.

"Hey, ada apa?" tanyanya begitu lembut. Ia bisa merasakan ada rasa sakit yang menyayat dari sorot mata Anin.

"Bisa hubungi Darel buat gue?"

Galen menganggukkan kepalanya menyetujui permintaan Anin. Sepertinya ia sangat membutuhkan sosok kakak kandungnya saat ini.

Ia merogoh saku celananya lalu mencari kontak Darel yang beberapa hari lalu sempat berkontak dengannya. Begitu ia menemukan nama Darel, Galen menekan tombol call.

Namun ternyata hal itu tidak membuahkan hasil. Darel tidak mengangkat panggilannya.

"Ga diangkat, ya? Punya gue juga sama," lirih Anin begitu ia membaca raut wajah Galen.

"Gue ada di sini sekarang. Lo bisa cerita sama gue, ada apa sebenernya?"

Ia tidak berniat kepo tetapi ia kepalang tanggung sudah berurusan dengan gadis ini. Ia harus tahu sebelum ada hal yang tidak diinginkan terjadi pada Anin.

Vous Me Voyez? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang