***
"Im so proud of you."
Kalimat itu terus berulang memenuhi pikiran Anin yang cukup sibuk. Bibirnya terus merekah tetapi ia juga merasa sedikit gusar.
Jika Galen terus bersikap seperti ini kepadanya, apakah Anin benar-benar kalah dalam permainan yang ia ciptakan sendiri sedari awal?
Tidak. Anin tidak boleh membiarkan itu terjadi. Tetapi mengapa begitu sulit untuk sekedar menghindari rasa yang telah ada dan bersikap seolah mereka hanyalah sebatas teman bisnis?
"Nin."
Clara melambaikan tangan saat melihat Anin yang tengah melamun di tengah koridor perbatasan antara kelas sepuluh dan kelas sebelas.
Anin menegakkan tubuhnya yang semula bersandar pada dinding lalu membalas lambaian tangan sahabatnya.
Mereka saling menghampiri satu sama lain. Tidak ada yang menunggu dan ditunggu.
"Kamu ngapain ngelamun di situ?" tanya Clara yang tak sengaja sempat memergoki gadis itu terdiam cukup lama dalam posisi bersandar.
"Lagi mikir," jawabnya singkat.
"Mikir apa sih sampe gak sadar kalo murid lain ngeliatin kamu?"
Alis Anin terangkat seolah ia merasa kaget sendiri dengan apa yang Clara ucapkan.
"Masa sih?"
Clara menganggukkan kepala dengan cepat. "Iya, Nin."
Anin mendesah pelan seolah beban yang ada dalam hidupnya tengah memberontak mencari jalan untuk keluar dari kepalanya. Mereka mengobrol sembari berjalan ke arah lapangan futsal yang kini dipenuhi oleh murid lain dengan sorakan kencangnya.
"Berat Ra kalo diceritain," kekehnya tidak sanggup untuk bercerita.
"Gapapa, Anin. Semua masalah emang kerasanya selalu berat. Tetapi, pasti ada cara dan jalan terbaik untuk melewati itu semua."
Senyum Anin merekah merasa senang dengan perkataan yang Clara lontarkan kepadanya. Bagi Anin, Clara adalah salah satu makhluk di muka bumi yang terlahir sebagai orang baik.
Gadis itu sama sekali tidak pernah memiliki rasa dendam, marah yang berlebihan, atau sekedar mengeluarkan keluhannya kepada Anin atas apa yang menimpa Clara di Adara. Gadis itu terlihat murni dalam kesederhanaannya.
"Orang baik kayak lo pasti udah lulus dari kata sabar."
Clara terkekeh pelan seolah pujian Anin terlalu berlebihan. "Aku gak sebaik yang kamu pikir, Anin."
"Di mata gue, lo yang terbaik kok."
Keduanya terkekeh seolah hal sekecil apapun terasa lucu di antara hubungan mereka yang makin erat.
Tak lama kemudian, seorang murid dengan dengan blazer OSIS menghampiri keduanya. Hal tersebut mau tak mau membuat Clara dan Anin menghentikan langkah mereka.
"Clara?"
Gadis itu terlihat mengerjapkan matanya beberapa kali lalu melirik ke arah Anin, memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
"Iya, Kak?"
Pria itu tersenyum lalu menyerahkan totebag kepada Clara membuat ia juga Anin sukses terdiam karena bingung.
"Ini ... apa ya, Kak?" tanyanya belum menerima serah terima dari murid laki-laki yang ia pastikan adalah senior mereka, namanya Bagas.
"Itu properti panitia. Lo dipilih sama Jaden untuk masuk dalam kepanitiaan HUT Adara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vous Me Voyez? ✔️
Teen Fiction(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) SELESAI-104 CHAPTER+EXTRA PART Season 2 Available (Sudah tersedia) Ada dua pandangan tentang orang jenius : Pertama, pendiam dan misterius. Kedua, berwawasan tinggi dan tidak memiliki banyak...