93. Jarak

2.3K 251 79
                                    


Anin mengumpat pelan saat Sherly mengatakan bahwa ia akan pergi bersama Revan karena urusan mendadak. Gadis itu secara gamblang menunjuk Galen sebagai penanggung jawab Anin sampai ia masuk ke rumahnya.

"Lo kan punya pacar. Gal, Anin pulang sama lo, ya?"

Meski Galen awalnya tidak tertarik dengan perdebatan kecil antara dua wanita di ruangan ini, ia masih mendengar panggilan Sherly yang menyebutkan namanya.

"Iya, nanti gue anter pulang."

Sesekali ia melirik ke arah Galen yang berjalan dalam hening, bersisian dengan Anin. Saat pria itu memergoki tingkah Anin, dengan cepat ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kenapa?" tanyanya.

"Hm?" Anin menoleh seolah-olah ia tidak begitu mengerti arah pertanyaan Galen.

"Apanya yang kenapa?" tanya gadis itu pelan.

"Dari tadi lo ngeliatin gue," kata Galen tidak menutupi rasa curiganya sedikitpun. Ia memang seorang pria yang tidak suka berbasa-basi.

"Kalo gue jawab gapapa, lo tetep curiga," ucap Anin menimbulkan kekehan pelan dari Galen.

"Bener. Karena itu bukan lo sama sekali."

Anin ikut mengangguk mengiyakan perkataan Galen. Gadis itu hampir tidak pernah berkata tidak apa dan terlampau jujur dengan keadaannya.

"Lo khawatir sama Aciel?" tanya Anin pelan. Ia tidak mau terlalu menekan Galen akan tentang perasaan yang tengah bergemuruh di dalam dadanya.

Anin penasaran. Mengapa pria itu suka datang dan pergi sesuka hatinya?

Galen tidak segera menjawabnya. Ia malah memandang Anin cukup lekat sampai gadis itu menyadari pandangan yang berbeda dari Galen.

Sekali lagi Anin memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak mau jika dirinya ketahuan salah tingkah hanya karena tatapan yang pria itu tunjukkan kepadanya.

"Gue lebih khawatir sama lo," jawab Galen pelan.

Anin kembali memandangi Galen yang telah mengubah arah pandangannya ke depan.

"G-gue? Kenapa? Gue baik-baik aja."

Pria itu tersenyum lalu mengelus rambut Anin pelan. "Iya, lo baik-baik aja. Karena itu gue selalu khawatir sama lo. Kenapa nakalnya jadi ilang akhir-akhir ini?"

"Galen!"

Gadis itu merengek saat dikatai anak nakal oleh pria yang hanya berbeda satu tahun dengannya. Ia bukan anak TK atau setingkat anak SD. Masih saja pria itu menganggapnya seperti anak berumur lima tahun.

***

Mobil Galen berhenti di depan sebuah bangunan berwarna putih yang tidak asing bagi Anin. Gadis itu hanya terdiam dan melihat ke arah papan nama bangunan yang terpampang jelas di kedua bola matanya saat ini.

"Kenapa lo gak anter gue pulang?"

Galen tidak menjawabnya. Bibirnya terasa kelu saat ia hendak menjelaskan betapa besar keinginan Galen untuk mendampingi Anin datang ke tempat ini. Bukan hanya sebagai orang yang mengawasinya dari jarak jauh. Ia ingin berada di sisi Anin, saat gadis itu menjalani terapi.

Awalnya Anin tidak mencurigai Galen saat pria itu mengubah arah yang berlawanan dengan jalan ke rumahnya. Pria itu malah membawa Anin ke rumah sakit milik keluarga Basupati tanpa mengatakan apapun kepadanya.

"Gue yakin Darel udah chat lo berkali-kali," kata Galen membuka suara.

"Dia udah nunggu disini, 'kan?"

Vous Me Voyez? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang