***
"Lo yakin mampu bersaing sama masa lalu gue?"
"Emang lo ada mantan?" tanya Anin setelah mengedipkan matanya beberapa kali.
Galen menghembuskan napasnya kasar. Ia masih terheran dengan reaksi yang gadis itu berikan atas pertanyaannya.
Tidak ada raut takut, marah ataupun kecewa saat Galen membahas masa lalu yang gadis itu artikan sebagai mantan.
"Ada," jawab Galen sedikit menggantung.
Anin menelungkupkan kedua tangannya menopang dagu seraya menatap Galen dengan mata berbinar.
"Ceritain dong!" pintanya membuat Galen membeku di tempat.
Galen membalas tatapan menggemaskan Anin tanpa ekspresi.
"Lo yakin mau dengerin cerita masa lalu gue?"
Anin mengangguk dengan cepat. Ia berteriak di dalam hati karena hampir berhasil memancing Galen untuk terbuai dalam jebakannya.
Bukankah, jika kita mengetahui sedikit kisah masa lalu lawan, bisa dijadikan senjata untuk menjatuhkannya?
Siapa tahu setelah Galen bercerita, Anin bisa menangkap setidaknya satu kelemahan Galen untuk ia jadikan senjata.
Tiba-tiba pria itu menyeringai saat mendadak sadar akan tabiat dari perempuan yang duduk bersamanya di atas bukit yang cukup tinggi itu.
Galen melayangkan tangannya, mendorong kepala Anin sampai ia terjungkal ke belakang.
"Galen!" serunya merasa kesal.
"Gue tahu tabiat busuk lo, Anin."
Anin menggeram kesal. Ia kembali duduk di sebelah Galen dengan raut wajah yang tidak bisa Galen definisikan.
"Gak asik banget punya rival kayak dukun," keluhnya seraya membersihkan bajunya yang terkena noda. "Jadi kotor kan baju gue! Lo sih!"
Galen terkekeh dan meminta maaf karena mendorongnya dengan tenaga yang berlebih. Pria itu berinisiatif membuka jaketnya lalu ia berikan kepada Anin.
"Nih pake! Biar bagian yang kotornya gak keliatan," kata Galen menyerahkan jaket yang semula ia kenakan.
Anin masih memandangi Galen dengan pose sinisnya.
"Ambil! Kenapa malah diem?" tanya Galen sedikit heran.
"Pakein dong! Masa pacarnya disuruh pake sendiri. Gak romantis banget," jawab Anin. Lagi-lagi gadis ini selalu memberikan jawaban yang tak terduga.
"Giliran susah aja nganggep gue pacar," kekeh Galen seraya memakaikan jaketnya kepada Anin. Sejenius apapun otak yang gadis ini miliki, bagi Galen, Anin hanyalah seperti anak kecil yang manja. Anak kecil yang begitu nakal, lebih tepatnya.
Anin tersenyum senang saat ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket Galen.
"Jaketnya bagus. Buat gue aja, ya," pinta Anin lagi.
Entah yang ke berapa kali Galen membuka matanya secara lebar. Ia terlalu terkejut dengan apa yang gadis ini ungkapkan.
"Ambil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vous Me Voyez? ✔️
Teen Fiction(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) SELESAI-104 CHAPTER+EXTRA PART Season 2 Available (Sudah tersedia) Ada dua pandangan tentang orang jenius : Pertama, pendiam dan misterius. Kedua, berwawasan tinggi dan tidak memiliki banyak...