48. Restu

3.1K 291 47
                                    


Cicit burung bersahutan di luar jendela kamar mungil bernuansa pink. Warna feminim yang sangat tidak cocok dengan kepribadian asli sang pemilik.

Pernah ada waktu dimana kakaknya sendiri mencemooh warna yang dipilih olehnya saat pertama kali kamar itu di renovasi.

"Pink? Lo kira lo barbie? Gak cocok buat orang tengil kayak lo."

Meskipun begitu, ia tetap pada prinsip dan pendiriannya saat memilih warna. Tak peduli jika orang lain tak menyukai nuansa kamar yang telah ia tentukan.

Anin terbangun dari tidur lelapnya. Entah dari jam berapa ia tertidur, rasanya seluruh tubuh Anin terasa lelah dan kaku. Ia seperti begadang tetapi tidak merasa jika ia tertidur larut malam.

Ia meregangkan tangan serta kakinya yang terasa begitu pegal. Tanpa sadar, ada orang lain yang tengah tertidur di sebelah ranjangnya.

"AH!" pekiknya merasa sangat terkejut.

Pria itu terbangun saat mendengar jeritan yang lumayan memekikan telinga. Tetapi, pria itu tetap pada posisi semula. Terduduk di atas kursi dengan kepala yang tenggelam di antara lipatan kedua tangan di atas kasur yang Anin duduki saat ini.

"Galen!" pekiknya lagi merasa terkejut. Gadis itu memicingkan kedua matanya seolah-olah ia mencurigai kehadiran Galen yang tertidur di kamarnya.

"Berisik," kata pria itu sangat pelan tetapi masih terdengar oleh Anin. Gadis itu langsung terdiam setelah mendengar satu kata keluar dari mulut Galen.

Suasana menjadi hening tatkala Anin dan Galen sama-sama terdiam. Pria itu masih terlelap dalam tidurnya meski Anin hanya bisa melihat gerakan halus dari kepala Galen yang tertunduk dan tenggelam dalam lipatan kedua tangannya.

Napasnya terdengar teratur, terlihat dari bagaimana kepala pria itu bergerak naik turun meski samar. Rambutnya terlihat hitam legam dari dekat, serta cukup lebat sampai Anin ingin menyelipkan jemarinya di sana.

Telunjuk gadis itu bergerak dan menyentuh pundak Galen yang tertidur tanpa suara.

"Galen," bisiknya merasa tidak tega untuk membangunkan Galen, meski ia belum tahu alasan mengapa pria itu bisa tertidur di kamarnya.

Tidak ada jawaban, Galen masih terdiam di posisinya. Sepertinya pria itu sama sekali tidak memiliki niatan untuk sekedar menjawab Anin.

Anin melirik ke arah jarum jam yang berada dalam posisi sejajar, menunjukkan pukul enam tepat. Sekolah akan dimulai pukul tujuh lima belas. Jika Galen masih tidak bangun, kemungkinan ia akan ikut terlambat.

"Galen, nanti kita telat kalo lo gak bangun."

Anin tersentak mundur saat Galen terlihat melakukan pergerakan kecil pertanda akan bangun dari posisinya.

Wajahnya mulai terlihat saat ia membalikan kepalanya menghadap Anin. Anin mematung saat pria itu mulai membuka kedua matanya. Untuk pertama kalinya ia melihat mata sayu Galen.

"Lo berisik banget, Nin," katanya dengan nada rendah.

"Kalo gue gak berisik, lo gak bakal bangun," jawab gadis itu membela diri.

"Adara itu punya gue."

"Gak bisa gitu, Galen. Itu sekolah umum."

"Ck! Susah banget ngomong sama lo kalo lagi normal."

Normal?

Anin kesulitan meneguk ludahnya saat ia sadar apa yang telah terjadi kepadanya semalaman. Hanya dari satu kata, ia bisa menyimpulkan garis besar kejadian. Dan hal itu membuat ia sedikit terguncang dalam kesedihan yang tidak bisa Anin jabarkan.

Vous Me Voyez? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang