21. Rozeim

3K 348 15
                                    

"Singgasana Putri Tidur Yang Sesungguhnya, Rozeim"

****

Tak sejengkal pun Galen beranjak dari duduknya. Pria itu masih betah menemani gadis yang di klaimnya sebagai kekasih beberapa waktu lalu. Anin masih terlihat pucat. Matanya seperti tidak fokus dan ia mengatakan jika seseorang tengah mengintainya dari kejauhan.

Tentu saja hal itu membuat Galen dengan sigap menaikkan tingkat kewaspadaannya secara naluriah. Sungguh, biasanya ia takkan serepot ini menghabiskan waktu untuk sosok perempuan yang lemah dan tidak berdaya. Ia tidak menyukai perempuan lemah.

Namun sepertinya, gadis yang tengah duduk termenung di sebelahnya membuat Galen tak mampu berpaling. Karma?

Anin terlihat gusar. Matanya terlihat sayu dan lelah. Padahal, ia tidak melakukan kegiatan yang mampu membuat keringatnya mengucur deras. Ia hanya duduk dan ... ketakutan.

"Nih," ujar Galen menyodorkan peralatan melukis milik Anin. Pria itu melihat jam di tangan kanannya lalu kembali menoleh kepada Anin yang masih terdiam menunggu penjelasan.

"Waktu kita gak banyak. Guru itu ... lo gak akan bisa lepas dari dia kalo gak ngerjain tugas."

Anin menerima alatnya kembali setelah mendapatkan penjelasan. Ia bahkan hampir tidak tahu apa yang harus ia gambar. Tempat ini terlalu suram untuk ditumpahkan dalam secarik kanvas.

Matanya kembali bergerak menyusuri sekeliling bangunan dari sudut pandangnya. Tua dan berdebu, Eropa dan penuh kesuraman. Jika ia pikirkan kembali, sejarah menyeramkan yang tersebar membuat tempat ini terlihat nyata adanya. Semua kejadian dalam cerita tampak seperti nyata.

Apa yang terlintas dalam benak seseorang ketika melihat suasana seperti ini?

"Galen."

Galen tidak menjawab. Ia sibuk dengan pena dan kanvasnya. Merasa diabaikan Anin berinisiatif mendekat.

"Lo gambar apa?"

Dengan cepat Galen menghalangi pandangan Anin. "Gak boleh nyontek," jawab Galen mendorong pelan dahi Anin untuk mundur.

"Gak nyontek, cuma mau liat dikit," elaknya sedikit merajuk. "Buat referensi," lanjutnya menunjukkan smirk tipis.

Galen menatap datar wajah Anin yang terlihat putus asa itu. Galen membalikkan badan Anin menghadap bangunan rapuh itu lalu mendekatkan dirinya pada Anin.

"Lo pasti bisa tanpa harus liat review gambar orang lain," bisik Galen begitu sayu membuat Anin bergidik ngeri. Bisikan yang membuat bulu kuduknya merinding.

Ia menggeser duduknya lalu bangun untuk mencari spot-nya sendiri. Ia membuang pandangannya dari Galen membuat pria dingin itu terkekeh pelan.

"Pria jahat. Raja iblis. Bulu kuduk gue sampe merinding gini," gerutu Anin sesaat setelah ia duduk di bawah pepohonan rindang menghadap sebuah kolam ikan yang sudah tak bernyawa.

"Kolam kosong, ikan mati. Ibarat seseorang yang hidup tanpa rasa."

Seakan mendapatkan ide, Anin dengan cepat menorehkan penanya di atas canvas. Setidaknya ia harus mendapat satu gambar agar perjalanan melelahkan ini tidak berakhir sia-sia. Otak jenius yang ia miliki menjadi tidak berguna jika sudah berhubungan dengan gambar- menggambar.

Vous Me Voyez? ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang