Sumber kebahagiaan yang ia miliki sekaligus sumber luka abadi dalam hidupnya.
Note :
Setiap judul tanpa nomor chapter berupa flashback atau kisah yang berkaitan dengan storyline. Sengaja di buat Bab khusus biar gak bingung sama alur maju dan mundur.
Happy Reading
Semua adegan dan latar adalah fana.
Imajinasi.***
Tahun pertama, Wendelle JHS.
Pria itu adalah orang yang pertama kali berani menjabat tangan Anin di hari pertama mereka bertemu.
Tersenyum tipis tetapi tidak dapat menghilangkan kesan dingin dan tegas dari raut wajahnya. Orang bilang, Gilden adalah murid kehormatan.
Pria itu dikenal sebagai prince of wendelle. Dimana ia memiliki hak khusus untuk pergi ke sekolah sesuai jadwalnya. Ia sempat terpukau dalam hitungan detik.
Anin bukan orang yang mudah berinteraksi dengan orang asing. Apalagi di hari pertama ia menginjakan kaki di sekolah barunya.
Berkat kedekatannya dengan Gilden, Anin terhindar dari tatapan bengis murid lain meski berubah menjadi tatapan iri, karena ia bisa berjalan sejajar dengan Gilden.
Faktanya, Anin hanya mengetahui hal tersebut dalam sudut pandang yang ia miliki. Siapa yang akan menyangka, jika senyuman dan uluran tangan itu kan menjadi boomerang dalam kehidupan Anin selanjutnya.
Keduanya berjalan sejajar menuju ruang bahasa. Gilden dengan cekatan melindungi Anin dari terjangan murid yang berlarian karena mereka mengira akan terlambat masuk kelas.
"Ah!" ringis Anin merasa terkejut meski Gilden telah menarik dirinya ke dalam dekapan tipisnya.
"Stupid!" teriak Gilden membuat murid tersebut menghentikan langkahnya.
Murid itu terlihat terkejut saat membalikan badan dan mendapati Gilden yang memandanginya dengan sangat dingin.
"M-maaf," ucap murid itu kepada Gilden.
"Maaf?" ulang Gilden dengan nada remeh.
Bugh!
Satu tendangan melayang ke arah murid tersebut hingga jatuh tersungkur ke atas lantai yang dingin.
"Gilden!" pekik Anin merasa terkejut. Bahkan kedua tangannya terangkat menutup mulutnya yang hampir menganga lebar.
Pria itu berdecih pelan lalu merunduk untuk berjongkok di depan murid yang terhempas barusan.
"Maaf gak akan mengubah apa yang lo lakuin sama dia."
"Beruntung cuma gue tendang, gak sampe ada yang patah, 'kan?"
Setelah selesai menekan pelaku penabrakan terhadap Anin, Gilden kembali pada posisinya lalu menuntun Anin untuk segera pergi dari tempat kejadian. Sudah terlalu banyak mata yang melihat, Anin menjadi sedikit over thinking sendiri.
Setelah merasa telah menjauhi tempat menegangkan tadi, Anin menghempaskan genggaman Gilden lalu menatapnya dengan marah.
"Why, Arabella?" tanya Gilden terlihat bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vous Me Voyez? ✔️
Teen Fiction(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) SELESAI-104 CHAPTER+EXTRA PART Season 2 Available (Sudah tersedia) Ada dua pandangan tentang orang jenius : Pertama, pendiam dan misterius. Kedua, berwawasan tinggi dan tidak memiliki banyak...