Pasang surut

470 14 0
                                    

Kembali berada di dalam ruangan yang serba putih di temani peralatan medis, seorang gadis terbaring lemah dengan selalu jarum infus menancap di tangan kanan nya. Matanya masih tertutup rapat seakan sedang menikmati waktu istirahat nya sehabis di hukum tadi. Teman yang di hukum bersama nya tadi dengan setia menemani nya di dalam ruangan itu sambil memerhatikan wajah pucat itu.

Gema tengah menemani Naya yang masih tidak sadarkan diri sedangkan Mira sedang ke ruangan dokter Riko. Gema memerhatikan wajah Naya dengan serius, wajah yang hampir 24/7 menghiasi hari-harinya. Wajah yang selalu tersenyum meski ia Hina, ia caci bahkan ia lukai hatinya, wajah yang tak pernah memperlihatkan rasa benci nya ke seseorang. Gema kadang berpikir kenapa ia tidak bisa menyukai gadis ceria ini padahal kalau soal tampan, Naya tergolong sangat cantik dan dia juga termasuk anak yang baik saking ideal nya, bunda nya saja langsung jatuh hati padanya sedangkan ia sangat susah menerima Naya.

Pergerakan tangan yang tak terpasang infus itu membuat Gema mengalihkan fokusnya dari wajah ke tangan. Kedua bola mata indah itu akhirnya terbuka dan yang pertama ia lihat adalah sosok pria yang selalu menghatui hari-harinya sampai-sampai ia pikir sedang bermimpi karena pria itu ada di dekatnya.

" Kenapa sih wajah Gema selalu mengikuti kemana pun aku pergi, gimana mau move on kalau bayangan nya saja selalu saja ikut. Dasar Gema, bayangan nya saja bikin aku tersiksa apalagi orang nya langsung," ucap Naya pelan sambil menatap Gema yang masih duduk terdiam di dekat Naya dan Naya pikir itu bayangan Gema.

" Aduh, enyah dong bayangan kamu Gem, kesiksa tau kalau kek gini terus," lanjut Naya lagi kemudian ia mendorong sosok Gema dan Naya kaget karena ia bisa merasakan bahu kokoh itu dan matanya melotot saat sadar itu bukan bayangan tapi beneran Gema.

" Sudah puas ngatain gue?" Tanya Gema membuat Naya langsung menutup mulutnya karena malu kedapatan orang nya langsung.

Naya cengengesan karena sudah ketahuan.

" Maaf ya, anggap saja tadi kamu tidak dengar ya Gema," ucap Naya memasang wajah imutnya membuat Gema memalingkan wajahnya.

" Oh iya kok kamu di sini, Mira mana dan kenapa bisa aku di rumah sakit lagi?"

" Kayak wartawan lo."

Naya cemberut mendengar jawaban Gema.

" Mira ke ruangan dokter Riko dan lo tadi pingsan saat di hukum."

Naya refleks menepuk jidatnya.

" Owalah, iya kita tadi kan kena hukuman sama pak Bahar, terus gimana dong sama hukuman kita, kan belum selesai ya?"

" Lanjut besok."

" Serius? Jangan bercanda dong, aku milih di sini saja deh dari pada di hukum lagi, capek mana panas lagi."

" Ngomong tuh di jaga."

Naya hanya terdiam setelah mendengar teguran Gema.

" Gema," panggil Naya setelah beberapa menit hening.

" Kalau kamu mau pulang silahkan saja, aku sudah sadar kok dan hanya kecapean saja jadi palingan nggak lama lagi aku akan di pulangkan juga."

" Lo mo nyuruh gue pulang jalan kaki? Kita ke sini bareng jadi pulang bareng juga lah."

" Atau mau aku suruh Mira anterin kamu pulang dulu?"

" Lo kenapa sih setiap gue jengukin lo, nyuruh gue pulang mulu?"

" Sebenarnya aku malu Gema kamu lihatin dalam keadaan lemah seperti ini, aku tidak mau kamu anggap lemah dan semakin menjauh sama aku. Aku kuat saja kamu menjauh apalagi aku lemah seperti ini, pasti kamu akan semakin takut mendekat tapi tenang saja aku tidak apa-apa kok aku hanya kelelahan, bukan kena penyakit mematikan," ucap Naya di ikuti senyum di akhir.

Nayanika ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang