Happy reading 💜
•••
Ceklek.Pintu yang ia kira selamanya akan tertutup baru saja terbuka. Zanita yang duduk memeluk lipatan kaki di atas kasurnya sontak mendongak. Matanya yang membengkak karena air mata yang ia keluarkan semalaman sedikit sulit membuat ia menangkap keberadaan sosok menjulang di depannya.
"Queen."
Zanita membuang muka. Semalam ia sangat ingin keluar dari kamar. Tahu bahwa ia tak mungkin diizinkan pulang, jadi ia hanya ingin menenangkan diri di tempat favoritnya di mansion ini, danau buatan. Namun, aksesnya di kunci. Bahkan ada dua orang pengawal yang berjaga. Zanita sungguh merasa bagai tahanan.
Enzi, yang baru saja membuka pintu menghela nafas panjang. Matanya menolak pemandangan wajah kuyu Zanita. Gadisnya menangis semalaman suntuk. Harus berapa kali Zanita melukainya dengan air mata?
Karena panggilannya yang tak dihiraukan, Enzi berjalan mendekat. Mendudukan dirinya di sisi ranjang tempat Zanita berada.
"Sayang." Panggilannya lembut. Zanita malah menjauhkan diri. Terdengar isakan keluar dari bibir gadis itu. Enzi mengepalkan tangannya erat-erat.
"Aku buatin izin sekolah."
Enzi beranjak. Sungguh tangisan Zanita yang alasannya adalah karena dirinya membuat ia tak sanggup menahan sesak.
"Kamu mau ngurung aku sampai kapan?"
Enzi berhenti. Suara Zanita yang bernada sendu menembus gendang telinganya. Ia memutar tumit. Menatap sang gadis dengan ekspresi poker face.
"Sampai kamu hilangin niat buat pergi. Sampai kamu gak akan berani melanggar janji."
Zanita memberanikan diri untuk menatap Enzi.
"Kamu benar-benar takut aku pergi?" Enzi bergeming.
"Aku masih berpikir alasan kamu marah terlalu sepele. Aku gak mungkin pergi dari kamu." Zanita menjeda. "Tapi sekarang aku paham kenapa kamu takut aku pergi. Karena kamu orang yang egois, Enzi. Sifat asli kamu udah nampak. Dengan sifat kamu yang seperti itu manusia mana yang bakal tahan? Sebelum aku sadar, kamu udah ngurung aku."
Hening menguasai. Zanita menatap Enzi lamat-lamat. Ingin mencari tahu apa yang dirasakan pemuda itu setelah mendengar ucapannya.
Zanita tak menemukan apapun. Wajah Enzi tak berubah sedikitpun. Pemuda itu hanya diam menatapnya. Tanpa ada niat untuk membuka mulut.
"Jangan lewatin makan siangnya." Ucap Enzi tenang. Setelahnya, seolah tak mendengar apapun ia pergi. Meninggalkan Zanita yang menatap punggungnya sendu.
••••
Bel pulang berdentang kuat di penjuru SBN. Waktu belajar telah berakhir. Tetapi hari ini ada sedikit perbedaan. Pasalnya, hari ini adalah hari terakhir bagi kelas 12 untuk bersekolah. Selang dua hari ke depan mereka akan melaksanakan ujian Nasional.
"Gak kerasa kita udah mau lulus aja." Ujar Aron.
"Hooh. Perasaan baru kemarin gue lihat Aron kesenangan sampe nyungsep digot pas bisa lepas dari Zenrafos."
Aron melayangkan jari tengahnya pada Raldo. Membicarakan kesialan yang ia terima. Padahal dulu Raldo yang mendorongnya.
"Diem, Lo njing. Mending Lo belajar sana jangan ngebacot. Kalau nilai Lo turun Lo pikir bisa jadi tentara?"
![](https://img.wattpad.com/cover/274508899-288-k99859.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Enzi : [The King Of Phoenix] ✓
De TodoNamanya Enzi Kaivan Arkananta. Pemimpin dengan aura tak terbantah yang penuh pesona. Enzi punya segalanya. Harta, kekuasaan, kedudukan. Namun semua hal itu tak serta merta membuat hidupnya bahagia. Sejak awal kata bahagia tak ada dalam kamus hidupny...