4

1.9K 127 1
                                    

Eliza terlalu terkejut menerima kenyataan bahwa pria yang dinikahinya ternyata Islam KTP. Tidak pernah sholat. Eliza sangat kecewa dengan hal ini.

Saat mengiris bawang, air mata Eliza kembali mengalir, karena sedih, juga karena uap bawang. Tak sengaja telunjuknya teriris karena matanya terhalang air mata.

Revan yang saat itu pergi ke dapur untuk mengambil air putih, heran melihat jari Eliza berlumuran darah.

"Ini kenapa?" tanya Revan panik. Pria itu segera mencuci tangan Eliza di wastafel, kemudian mengeringkannya dengan tissue.

"Cuma kegores sedikit, Mas." Eliza menarik tangannya.

"Kalau pegang pisau hati-hati. Ini, kalau ketauan sama nenek, pasti dikira gue yang gigit tangan lo." Revan berdecak kesal sambil mencari kotak obat.

"Mas mau kopi, atau teh?" Eliza mengalihkan pembicaraan.

"Nggak usah. Biar gue yang bikin sendiri. Nanti kopi gue jadi asin, kena air mata lo." Revan merebut gelas yang dipegang Eliza.

Saat Eliza hendak meneruskan memotong bawang, Revan langsung merebut pisaunya. "Biar gue aja yang masak. Lo tunggu aja di meja."

Bukannya menuruti perintah suaminya, Eliza malah berdiri di samping Revan. Memperhatikan pria itu yang memotong bawang dengan cekatan.

"Mas, saya boleh nanya?"

"Kenapa gue nggak sholat?" tanya Revan. Seolah sudah menduga pikiran Eliza.

Eliza mengangguk.

"Gue sholat apa nggak, bukan urusan lo. Kalaupun gue masuk neraka, gue nggak akan ngajak lo." Revan menjawab santai sambil terus memotong bawangnya.

"Bukannya Mas dulu pernah mondok di pesantren?" tanya Eliza lagi.

Revan meletakkan pisau yang dipegangnya. "Jangan bahas-bahas tentang pesantren lagi. Gue nggak suka!"

"Tapi, Mas ...."

"Cukup, El!" Revan berkata dengan keras. Walaupun sering melihat Revan marah, tapi belum pernah Eliza melihat Revan semarah ini.

"Ini topik yang terlalu berat untuk dibahas pagi-pagi." Revan meninggalkan Eliza sendiri di dapur.

Eliza memandang sedih ke arah kepergian suaminya. "Ya Allah, ada apa dengan mas Revan?"

***

Revan berangkat ke kantornya tanpa sarapan. Pria itu masih kesal dengan Eliza. Ternyata wanita itu lebih ceriwis daripada yang ia duga. Sok mengurusi amal ibadah orang lain. Seperti malaikat Raqib-Atid saja.

"Mas nanti makan siang di rumah?" tanya Eliza sambil mengantar Revan ke garasi.

"Nggak. Lo makan sendiri aja. Gue ada meeting nanti siang." Revan menjawab singkat sambil masuk ke mobilnya, mengabaikan tangan Eliza yang terulur minta disalim.

"Mas, saya boleh main ke rumah nenek?" tanya Eliza sambil melongok ke kaca jendela.

Revan mengerutkan dahi. "Mau ngadu?"

"Enggak, Mas. Cuma mau ngambil barang saya yang masih ketinggalan di sana."

Revan tampak berpikir sejenak. "Barang apa, sih? Penting banget apa?"

"Alquran, Mas." Eliza menjawab.

Revan tertegun mendengar jawaban Eliza. Seharusnya Revan bersyukur memiliki istri yang solehah seperti Eliza. Tapi entah mengapa rasa syukur itu yang kunjung datang, yang ada malah perasaan kesal setiap melihat wajah istrinya.

"Boleh nggak, Mas?" tanya Eliza lagi.

"Nanti gue belikan."

***

Sepulang kerja, Revan teringat dengan janjinya kepada Eliza. Pria itu menghentikan mobilnya di depan sebuah toko buku.

"Mau cari apa, Mas?" tanya sang penjual dengan ramah.

Revan melihat sekeliling, kemudian dia menemukan barisan Al-Qur'an yang dicari. "Saya mau yang itu, satu." Revan menunjuk sekilas.

Setelah mendapatkan pesanan Eliza, Revan segera bergegas pulang.

Saat melirik paper bag di sampingnya, hati Revan mulai tergerak. Pria itu mengingat, kapan terakhir kali memegang Al-Qur'an.

Ya, dia ingat. Saat tahlilan almarhum mamanya. Pada hari ke empat puluh lebih tepatnya.

***

Kalau kalian, kapan terakhir kali baca Al-Qur'an? Apa? Pas puasa? Nggak papa, sekarang lagi puasa 'kan ya ... 👉👈

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang