52

1K 82 11
                                    

Semalaman Eliza tidak tidur memikirkan Revan yang tidak pulang. Tidak biasanya Revan seperti itu.

"Biasanya mas Revan selalu pulang. Walau larut malam sekalipun." Eliza melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi.

"Mungkin lagi banyak kerjaan."

Setelah membersihkan rumah, Eliza menelpon Revan, karena sudah ditunggu sejak tadi, Revan belum juga menelponnya.

Belum sempat diangkat, tiba-tiba Revan masuk. Pria itu pulang dalam keadaan kusut. Semalaman ia tidur di kantor. Walaupun di kantornya ada kasur yang nyaman, tetap saja ia tidak bisa tidur nyenyak. Siapa juga yang bisa tidur nyenyak dengan membawa masalah.

Eliza segera menyambut kedatangan Revan. Dengan wajah datar Revan langsung menuju ke kamar.

"Mas, kamu udah sarapan?" Eliza mengikuti Revan hingga ke kamar.

"Nanti aja. Aku ngantuk." Revan menjawab singkat.

Eliza melihat wajah Revan agak pucat. Tangannya terulur untuk memeriksa kening Revan. Panas.

"Kamu demam, Mas?" tanya Eliza khawatir.

Revan menyingkirkan tangan Eliza dari dahinya. "Aku nggak papa, cuma butuh istirahat."

Revan memakai selimut hingga ke leher, kemudian tidur membelakangi Eliza.

"Makan dulu, Mas. Setelah itu minum obat." Eliza berkata lagi.

Revan tidak menjawab, hanya terdengar dengkuran halus. Rupanya pria itu sedang tertidur.

Eliza memutuskan keluar kamar, supaya Revan bisa beristirahat dengan tenang. Eliza menuju dapur, hendak memasak makanan untuk Revan. Rencananya ia akan memasak soto ayam.

Steven menelpon Eliza untuk menanyakan keadaan Revan.

"Baru aja pulang, Mas. Demam kayaknya. Nggak biasanya mas Revan nggak pulang gini," cerita Eliza.

"Dia ada bilang sesuatu sama kamu?"

"Nggak, sih. Pulang langsung masuk kamar."

"Kayaknya dia marah, El."

"Ada masalah kerjaan?"

"Bukan. Kayaknya dia tau, kemarin aku antar kamu pulang. Salah paham dia. Kemarin nanya yang aneh-aneh gitu."

"Terus gimana, Mas?"

"Sebaiknya dikasih tau saja yang sebenarnya. Takutnya dia salah paham terus. Bisa bahaya, El.  Buat karir aku. Kalau sampai aku dipecat?"

Eliza menghela nafas, sepertinya ia memang harus memberitahu Revan. Terserah apapun konsekuensinya.

"Baiklah, Mas. Aku ngerti."

Eliza memutus panggilan. Tanpa dia sadari, Revan mendengarkan semua dari balik pintu kamarnya. Tadi itu ia cuma pura-pura tidur.

"Mereka mau ngasih tau apa? Apa mereka beneran selingkuh?" Memikirkan semua itu, kepala Revan terasa semakin pusing.

Saat hendak berjalan ke ranjangnya, Revan pun hilang keseimbangan dan terjatuh.

Eliza yang mendengar suara benda jatuh di kamar, segera berlari untuk memeriksa. Tampak Revan yang sedang pingsan.

Dengan panik Eliza segera menghubungi Steven untuk membantu membawa Revan ke rumah sakit.

"Tenang, El. Revan itu punya dokter pribadi. Aku akan hubungi dia. Kamu jangan panik, ya." Steven berusaha menenangkan Eliza.

Eliza mengambil minyak kayu putih dan membaluri sekujur tubuh Revan. Mau mengangkat tubuh Revan ke ranjang ia tak sanggup. Maklum, tubuh Eliza cuma seukuran Lesti. Alhasil, Eliza hanya bisa memangku kepala Revan.

"Ya Allah, Mas. Kamu kenapa nggak sadar-sadar? Jangan bikin aku takut. Sadar dong, Mas. Apa aku cium aja, kayak yang di dongeng sleeping beauty?"

Mencium bau minyak kayu putih yang menyengat, akhirnya Revan tersadar. Tampak wajah Eliza yang panik menatapnya.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga, Mas."

Eliza berusaha membantu Revan untuk naik ke ranjangnya. "Kamu kok bisa pingsan, sih, Mas?"

Saat Eliza hendak membantu Revan berdiri, pria itu melepaskan tangan Eliza. Tidak mau dibantu.

"Tadi aku udah minta tolong sama mas Steven untuk panggilin dokter."

Mendengar nama Steven di sebut, kepala Revan kembali pening.

"Tolong kamu keluar. Aku pingin sendiri." Revan mengusir Eliza.

Eliza kaget karena Revan mengusirnya. Pria itu bahkan menolak untuk dibantu.

"Kamu marah sama aku, Mas?" tanya Eliza khawatir.

"Menurut kamu?"

***

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang