31

1.6K 86 3
                                    

Dengan ragu Eliza berdiri di sisi ranjang, mengamati Revan yang sedang tertidur pulas. Eliza ingin membangunkan Revan, tapi takut.

"Mana udah terlanjur pakai kostum." Eliza mengeluh seorang diri.

Akhirnya Eliza memutuskan untuk membangunkan Revan. "Mas, jadi nggak?"

Revan tampak tidak terganggu dengan panggilan Eliza, pria itu malah tidur semakin pulas.

"Ah, udahlah, kapan-kapan aja." Eliza bergegas meninggalkan kamar Revan, tapi tidak sengaja tangannya menyenggol pajangan keramik di atas nakas hingga jatuh berkeping-keping, menimbulkan suara yang cukup gaduh.

Revan mulai terganggu, dengan kesal pria itu membuka matanya.

"Kamu ngap ... ain?" Revan terkejut melihat Eliza yang sedang berjongkok untuk memunguti serpihan keramik.

Revan lebih terkejut lagi saat Eliza bangkit untuk mengambil sapu.

"Eh, kamu ngapain pake baju gitu?"

Eliza yang sudah tidak mood malah berjalan keluar kamar untuk mengambil sapu. Revan segera mengejar Eliza.

"Jawab dulu, sebenarnya kamu tadi mau ngapain di kamar aku?" Revan bertanya dengan senyuman mesumnya.

"Nggak ngapa-ngapain!" Eliza melepaskan tangan Revan dengan marah bercampur malu.

Revan malah menggiring Eliza ke kamar satunya, karena kamarnya sedang berantakan. Dengan cepat Revan mengunci pintu.

"Udahlah, aku udah nggak mood." Eliza hendak membuka pintu. Tapi Revan mencegahnya.

"Kenapa nggak jadi lagi? Perasaan dari kemarin gagal melulu deh, heran. Pokoknya aku nggak mau tau, kamu udah terlanjur bikin aku kebangun."

"Eh, tapi kan ...."

Revan yang udah terlanjur on, tidak menghiraukan bantahan Eliza, dengan segera pria itu mengerjakan apa yang harus dikerjakan hehe ....

Dan penyerbukan pun terjadi.

***

Setelah peristiwa penyerbukan tempo hari, Revan meminta Eliza untuk pindah ke kamarnya.

"Nggak, ah. Udah biasa tidur sendiri. Lebih leluasa juga." Semula Eliza menolak.

"Mau, jadi istri durhaka?" ancam Revan.

Terpaksa Eliza menuruti perintah Revan, perempuan itu segera memindahkan barang-barangnya ke kamar Revan.

Revan tersenyum lega karena Eliza takut kepada ancamannya. "Gitu dong, jadi istri itu harus nurut sama suami."

Eliza memutar mata melihat tingkah Revan yang seperti Raja Firaun. Sok berkuasa.

"Sekarang tolong buatkan cemilan. Martabak manis. Kasih toping coklat sama kacang." Revan tiba-tiba ingin memakan makanan manis itu.

"Nggak bisa pesen aja, Mas? Aku kan habis mandi, males kalau uprek di dapur lagi." Eliza memohon pengertian Revan.

"Bikin martabak manis aja apa susahnya, sih?"

Eliza menghela nafas, kemudian berjalan ke dapur. Memutuskan menuruti permintaan Revan daripada dicap sebagai istri durhaka.

"Bikin martabak manis aja apa susahnya, sih? Kalau memang mudah, kenapa nggak dia aja yang bikin sendiri?" Eliza menggerutu sambil menyiapkan bahan-bahan.

"Gawat, baking sodanya habis." Eliza menggaruk pelipisnya. Tampak berpikir keras.

"Udahlah, pakai bahan seadanya aja."

***

Setelah beberapa saat berkutat di dapur, Eliza keluar dengan membawa hasil masakannya.

"Akhirnya kelar juga."

Revan menyambut dengan senang. Tapi dahinya berkerut melihat penampakan martabak manis buatan istrinya.

"Kayaknya ada yang aneh." Revan melirik ke arah Eliza.

"Baking sodanya habis, Mas. Makanya nggak bersarang. Tadi udah aku bolongin sendiri, sih, pakai garpu."

Revan menghela nafas berat. "Ya udah nggak papa, banyakin aja topingnya, biar agak tebelan dikit."

Eliza masuk ke dapur, menuruti instruksi suaminya.

Revan teringat kepada Steven, Revan tersenyum jahil kemudian menghubungi pria itu.

"Makan di rumah gue, Bro. Istri gue masak banyak."

"Masak apa?"

"Ayam Saori."

"Ayam Saori? Ku tak akan love you lagi."

"Mau nggak? Ada martabak juga."

"Gas lah. Otewe."

Sampai di apartemen Revan, Steven segera makan dengan lahap. Seolah tak ada yang aneh dengan masakan Eliza. Saat itu Eliza sudah masuk kamar karena kecapekan.

"Enak, Bro?" tanya Revan dengan pandangan aneh. Steven tampak menikmati martabak setipis kertas HVS, buatan istrinya.

"Enak aja. Banyakin bersyukur, Van. Udah syukur punya istri yang masakin lo. Lah gue?"

"Belum bisa move on dari istri gue ya, Bro?" ledek Revan.

"Van, gue kasih tau, ya. Nyatanya berjuang nggak selamanya tentang maju, mundur pun bisa menang, contohnya tarik tambang." Steven menjawab diplomatis.

"Waduh, gimana tuh maksudnya? Lo masih ngarepin istri gue? Gitu?"

"Udahlah, nggak penting gue ngarepin dia atau nggak, yang jadi masalah, dia mau nggak sama gue?"

"Oh, iya, ya. Dia kan nggak mau sama lo. Maunya sama gue hehe ...." Revan berkata dengan bangga, sambil melirik ke arah kamarnya.

"Kami cuma bertemu dalam waktu yang salah, coba kalau kea ...."

"Udah, nggak usah berandai-andai! Lama-lama lo jadi ngeselin, ya. Udah dikasih makan juga. Pulang sono!" Revan malah emosi sendiri.

"Lah, kok lo jadi marah sih, Van?" tanya Steven dengan wajah tanpa dosa.

"Lagian lo, janda banyak, perawan banyak, kenapa bisa suka sama istri gue coba? Untung gue orang baik, istri orang lain lo gituin, bisa-bisa dimampusin lo!"

"Yaelah, galak amat. Iya, gue tau, lo penguasa elemen air, tanah dan udara ... belagu amat. Mentang-mentang gue idup dari gaji lo."

"Lo tau, siapa yang bunuh laut mati? Bapak gue!" Revan berkata dengan sombongnya.

"Nah lo tau, siapa yang warnain buto ijo? Bapak gue!" Steven tidak mau kalah.

"Lo tau belut listrik? Bapak gue yang bayar tokennya!"

Ketika kedua orang itu saling berdebat, Eliza tiba-tiba keluar kamar, hendak mengambil air minum di dapur.

"Lho, Mas Steven masih di sini?" sapa Eliza.

Melihat istrinya menyapa Steven dengan ramah, Revan otomatis naik pitam.

"El, masuk!"

***

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang