25

1.9K 100 0
                                    

Keesokan harinya, Steven kembali datang untuk menemui Revan. Menagih penjelasan dari pria itu.

"Lo beneran kelewatan, Van. Tega-teganya lo bohong sama gue. Pasti dalam hati lo ngetawain gue yang terlanjur naksir sama istri lo." Steven berkata dengan kesal.

"Gue nggak pernah bohong sama lo." Revan membela diri. "Udah berkali-kali gue jelasin. Si 'dek Liza' lo itu udah punya suami. Elo-nya aja yang ngeyel."

"Tapi lo nggak pernah bilang, kalau suaminya lo, Kampret!"

"Udahlah. Ujung-ujungnya lo udah tau juga." Revan berkata dengan santainya.

"Untung gue temen lo dari kuliah, kalau enggak. Udah gue smekdon Lo!" Steven membuat gerakan hendak memukul Revan, tapi ia urungkan. Karena selain Revan baru saja keluar dari rumah sakit, pria itu juga adalah bos Steven.

"Terus perasaan gue yang kadung malu sama Eliza nggak lo pikirin?" Steven mengusap wajahnya kasar.

"Salah lo sendiri, pake acara naksir sama bini orang." Revan menanggapi dengan nada yang menyebalkan. Terlihat menggampangkan masalah Steven.

"Terus gimana kalau si Grace sampai tau? Bisa-bisa proyek kita cancel?" tanya Steven khawatir. Kalau itu sampai terjadi, kerja kerasnya membuat proposal sampai begadang bisa sia-sia.

"Orang dia udah tau, sebelum lo."

Steven melongo. "Terus, gimana tanggapannya? Pasti lo digampar, ya?"

"Dia biasa aja. Katanya proyek kita bisa terus."

"Masa?" Steven tak habis pikir dengan keberuntungan Revan.

Steven melihat berkeliling, tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Eliza. Steven berdehem sesaat.

"Dia kemana?"

Revan mengerutkan dahi. "Siapa?"

"Ya istri lo."

Revan tertawa sinis. "Dek Liza?"

"Jangan ngeledek gue terus, Van. Gue kadung malu ini." Steven mengusap wajahnya lagi. Ingin rasanya ganti muka saja.

"Dibawa sama Nenek, ke rumahnya. Kenapa? Kangen? Susulin gih." Revan malah meledek Steven.

Steven mengerutkan dahi. "Ngapa jadi gue? Seharusnya lo yang nyusulin dia, kan lo yang suami sahnya?"

Revan menggeleng."Kapan-kapan ajalah. Biar dia disana dulu. Biar gue bisa fokus ngurus kerjaan sawit kita."

"Sumpah gue nggak ngerti, hubungan macam apa yang kalian jalani. Lo nggak cemburu? Eliza juga, waktu si Grace mepet terus sama lo, dia nggak cemburu juga? Sebenarnya kalian ini nikah model apa, sih?"

"Kamu nanyea, aku nikah model apa, namanya model cepmek." Revan malah sempat-sempatnya bercanda.

"Gue serius nanya, Setan!" Steven mengumpat, gemas hendak memukul Revan.

"Sebenarnya lo cinta nggak, sih, sama istri lo?" Steven bertanya lagi.

"Kenapa lo nanya gitu?" Bukannya menjawab, Revan malah balik bertanya.

"Jawab aja, Setan!" Steven tidak sabar ingin menghajar Revan. "Setidaknya kalau emang lo nggak cinta sama dia, sini kasih ke gue."

"Kalau dia mau sama lo ...." Revan mencibir.

"Daripada dia disia-siakan sama lo. Gue lihat-lihat ... kasihan, tau. Tobat, Van. Udah bersyukur banget cowok model kayak lo punya istri cantik dan solehah kayak dia. Udah baik, manis, lucu, imut. Gue aja, kalau dikasih model gitu, gue jaga baik-baik." Steven menasihati dengan serius.

"Ya ambil sono ...."

"Mulut lo, Van. Nggak takut nyesel apa?" Steven menggeleng tak habis pikir dengan sahabatnya ini. "Kalau emang nggak cinta, kenapa lo nikahin dia? Nggak jelas lo!"

"Nenek yang nyuruh. Udah dijodohin dari embrio. Kawin gantung." Revan menjawab santai.

"Kan lo bisa nolak? Lo laki, Bro. Punya prinsip. Gue juga tau, lo orangnya paling anti diatur-atur." Steven tidak percaya dengan alasan Revan.

"Gue ada perlu. Gue butuh suntikan dana untuk proyek sawit kita." Revan beralasan.

"Parah lo, Van! Manfaatin anak orang demi mencapai tujuan lo. Ambisi sih ambisi, Bro. Tapi ya jangan menghalalkan segala cara gitu."

"Sekarang gue tanya? Apa salahnya gue nyenengin hati nenek gue? Bonusnya gue dapat suntikan dana. Itu namanya menyelam sambil minum teh Rio."

"Nggak tertolong nih orang." Steven menggeleng tak habis pikir. "Pikirin perasaan Eliza, Bro. Itu anak orang. Ada nyawanya. Punya perasaan juga."

"Nggak lama kok."

"Maksudnya?"

"Pernikahan gue nggak bakal lama." Revan menjelaskan lagi. "Nanti juga gue bakal lepasin dia. Tapi nunggu ..."

"Nunggu apa? Jangan bilang nunggu nenek nggak ada. Dosa lo, Van. Itu namanya mempermainkan pernikahan. Belum lagi kalau dia hamil anak lo."

"Orang belum gue apa-apain."

Steven kaget bercampur senang mendengar ucapan Revan. "Eh, seriusan?"

"Kenapa muka lo kelihatan girang?" Revan bertanya curiga.

***

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang