82

838 47 1
                                    

Kiera mendapat undangan dari temannya yang akan mengadakan bridal shower. Kebetulan teman Keira adalah teman Eliza juga. Kemungkinan besar Eliza juga diundang.

Otak licik Kiera tiba-tiba mendapat ide bagus. Kiera tersenyum seorang diri sambil mengangguk pelan. Steven yang kebetulan sedang menonton televisi di samping istrinya, seketika merasa curiga.

"Lo lagi mikir apa, Ki? Ngeliat muka lo, gue jadi khawatir."

Hidup beberapa bulan dengan Kiera, Steven mulai hafal dengan gelagat Kiera yang kurang beres. Sepertinya mereka mulai ada chemistry.

"Abang mah tau aja. Penasaran banget, apa penasaran aja?"

"Halah, buruan kasih tau. Udah tau gue orangnya nggak sabaran." Steven yang punya jiwa-jiwa kepo berlebihan jadi tertarik.

"Gini, temen gue si Meisya kan lagi hamil. Gimana kalau kita pinjam hasil testpack dia, terus kita kasih ke nenek. Kita bilang aja kalau gue udah hamil. Gue pinter kan?" Kiera mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum licik.

Steven menggeleng cepat. "Nggak mau ikut-ikutan, kalau masalah kriminal gini."

"Ya udah. Abang diam-diam aja. Tau beres. Biar gue yang kerja."

"Bahaya, Ki. Kalau nanti nenek tau yang sebenarnya, bisa-bisa jantungnya kambuh. Jangan gitu ah!" Steven berusaha mencegah rencana istrinya.

"Terus gimana caranya warisan gue bisa cair? Cuma pakai cara ini doang, Bang. Mumpung ada temen gue yang hamil." Kiera sewot karena uang warisannya yang tertahan. Padahal ia sudah tidak tahan ingin menggunakan uang itu.

"Ngapain harus bohong, sih, Ki? Kan lo bisa hamil beneran. Gue mau kok bantuin lo." Steven berkata dengan sungguh-sungguh. Kebetulan mamanya dan segenap keluarga besarnya di Sumatera sudah bertanya perihal cucu.

"Alah, itu sih mau-maunya Abang aja!" Keira menolak dengan sengit bantuan dari Steven.

"Lagian kenapa? Kita kan udah nikah."

"Nggak mau punya anak. Ntar badan gue jadi rusak. Melar kemana-mana. Dada gue turun. Udah capek-capek jaga badan juga!"

"Walaupun dada lo turun kayak wewe gombel, nggak bakal gue ceraikan, janji deh." Steven berusaha meyakinkan Kiera supaya mau hamil beneran.

"Ntar repot. Capek ngurusnya." Kiera menolak mentah-mentah permintaan suaminya.

"Nanti gue bantu."

"Tetep gue yang rugi. Abang kan banyak di luarnya, kerja. Cuma gue yang stay di rumah. Nggak adil. Udah gue yang hamil, lahiran, musti ngurusin pula. Terus kontribusi Abang apaan?"

"Kan gue yang nanam saham. Gue juga yang beli susu, popok. Ya adil dong."

Kedua pasangan itu terlibat debat kusir yang tidak berujung. Baru berhenti karena suara perut Kiera yang kelaparan. Bukannya masak, Keira langsung meraih ponselnya, hendak membeli makanan delivery.

"Gini mau disuruh punya anak, masak aja gue nggak bisa! Yang ada itu anak gue kasih pisang doang kek monyet."

"Ya makanya belajar. Selebgram aja ada yang rajin masak, buat MP ASI, bikin bekal buat anak sekolah ...."

"Alah, paling pencitraan. Sebenarnya yang masak bibiknya. Dia tinggal posting-posting aja. Mana bisa masak kalau kukunya panjang gitu."

"Suujon aja lo, Ki." Steven tidak habis pikir dengan sifat istrinya yang pembangkang, dinasehati bukannya nurut, malah ngejawab aja.

"Bang, besok anterin gue ya?"

"Nggak, gue sibuk. Lagian bukannya baby shower yang diundang cewek semua?"

"Bukan ke pestanya. Maksud gue anterin nyari kado ke mall."

"Cari aja di e commerce. Kayaknya besok gue pulang malam lagi." Steven menolak ajakan istrinya, akhir-akhir ini ia memang sangat sibuk di kantor.

"Nggak keburu. Kan acaranya besok. Abang mah, jadi suami nggak guna. Suruh anter belanja aja nggak mau."

Sebenarnya Keira bisa saja belanja sendiri, tapi nanti siapa yang akan bawakan belanjanya. Sekalian ia mau belanja yang banyak, belanja skincare dan baju-baju. Mumpung ada penyandang dananya.

"Ya udah, ntar gue ijin ke bos dulu."

"Pakai ijin segala. Sama kakak ipar sendiri juga."

"Tetep aja dia bos gue, Ki. Sumber mata pencaharian kita yang dari dia. Udah deh, lo tunggu aja di rumah. Ntar gue kabarin kalau bisa. Kalau enggak, ya terpaksa lo berangkat sendiri."

"Pokoknya gue susulin ke kantor kalau Abang nggak pulang!"

"Buset! Maksa banget."

"Gini, nih. Kalau punya suami cuma satu. Seharusnya perempuan itu boleh punya suami lebih dari satu, minimal tiga deh. Ntar ada yang bagian nafkahin, ada yang bagian anter-anter, satu lagi yang bagian pembuahan."

"Yang terakhir itu enak banget ya kerjaannya. Lagian sok-sokan mau punya suami tiga, suami satu aja terbengkalai gini."

***

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang