"Apa ini?" Steven mengerutkan dahi melihat Kiera berusaha memasukkan kotak makan ke tas kerjanya.
"Ini bekal buatan aku. Dimakan, ya." Kiera berkata dengan riangnya, berbanding balik dengan ekspresi suaminya yang seperti merasa terancam.
"Besok-besok nggak usah repot bikin bekal. Aku biasa makan catering kantor."
Mendengar ucapan suaminya yang seperti tidak menghargai kerja kerasnya sedari pagi, Kiera kontan melayangkan tatapan sengit.
"Kenapa? Kamu nggak seneng aku masakin?"
"Nggak gitu, takut kamunya capek." Steven buru-buru membuat alasan.
Daripada masalah berlanjut, Steven buru-buru pamit berangkat. Diikuti Kiera di belakangnya.
"Abang, salim!" Kiera berteriak sambil mengejar suaminya, berhasil menarik perhatian bapak-bapak komplek yang sedang jogging di sekitarnya. Bapak-bapak itu merasa iri dengan keharmonisan rumah tangga Steven yang tampak dari luar.
"Beruntung banget ya, Pak Steven. Masih muda udah sukses, kerjaan bagus, rumah ada, mobil ada, istrinya masih muda, cantik lagi." Bapak-bapak itu berbisik.
Steven menyodorkan tangan kanannya, segera disambut dan dicium oleh Kiera.
"Abang nanti pulangnya jam berapa?" tanya Kiera manja.
"Belum berangkat udah ditanya kapan pulangnya." Steven memutar mata. "Jam kayak biasa. Kalau lembur bisa lebih malam. Kalau mau nitip apa-apa, WA aja."
"Padahal mau diajakin jalan." Kiera cemberut. "Udah lama nggak diajakin jalan. Suntuk pingin keluar."
Steven agak kasian melihat ekspresi Kiera. Sebagai suami dia memang jarang meluangkan waktu untuk istrinya. Terlalu sibuk kerja.
"Ya udah. Nanti aku usahakan pulang cepat. Tapi nggak janji."
"Yah, kok gitu? Pokoknya jam tujuh belum pulang, aku susulin ke kantor!" Kiera mengancam.
"Jangan gitulah. Namanya orang kerja jangan disusulin." Larang Steven.
"Bodo. Pokoknya aku susulin! Liat aja!" Kiera masih bersih keras.
Di satu sisi Steven senang dengan perubahan istrinya yang semacam lebih perhatian, tapi di sisi lain, risih juga ditempelin terus.
***
Saat jam istirahat, Steven masih menunggu Revan keluar dari ruangannya. Sejak tadi Revan memeriksa hasil kerjanya.
"Van, balik sana ke ruangan lo. Gue mau istirahat nih." Steven pura-pura melihat jam tangannya.
"Ya udah, sih. Istirahat aja. Gue mah nggak ganggu." Revan berkata dengan cuek sambil terus memeriksa hasil kerja Steven.
Akhirnya dengan berat hati, Steven mengeluarkan kotak makan berwarna pink dari tasnya.
"Oh, itu alasannya lo ngusir gue! Takut gue minta bekal lo?" Revan menyidir.
"Tau nih. Tumben-tumbenan Kiera bawain gue bingkisan segala." Steven menjawab malu.
"Ya bagus dong. Itu artinya istri lo mulai perhatian. Buktinya lo diurus. Congrats, ya." Revan tersenyum meledek.
"Bagi dua, yuk." Steven menawari Revan.
"Oh, nggak, makasih. Gue masih sayang nyawa gue." Revan berkata sambil tertawa kecil. Kemudian mengambil kertas kecil yang diselipkan Kiera. "Kan itu dibikin khusus buat lo. Pakai notes lagi. Selamat kerja ya, suamiku sayang." Revan semakin senang meledek.
Revan tidak akan tertipu dengan penampakan masakan Kiera yang ditata sedemikian rupa cantik, seperti bekal anak SD.
"Kayaknya enak banget, ya?" Revan tertawa melihat ekspresi Steven yang seperti menahan penderitaan.