49

931 65 4
                                    

Setelah mendengar curahan hati Revan, Eliza merasa sangat sedih. Ia tidak menyangka, Revan mengalami masalah seberat itu. Tapi seberat apapun masalahnya, tidak bisa dibenarkan juga kalau sampai menyalahkan Tuhan.

Eliza terus melamun, hingga tidak sadar ikan  yang sedang digorengnya hampir gosong. Untung saja Revan yang hendak mengambil air minum di dapur melihatnya.

"Kamu lagi mikir apa, sih?" Revan buru-buru mematikan kompor dan mengangkat ikan itu menggunakan peniris.

Eliza tidak menjawab, hanya menggeleng pelan.  "Tolong lanjutin masaknya, Mas. Aku mau ke kamar mandi sebentar."

Eliza berjalan cepat ke kamar mandi, entah mengapa perutnya tiba-tiba mual. Benar saja, di dalam kamar mandi, Eliza langsung muntah. Setelah mengeluarkan semua isi perutnya, Eliza menghampiri Revan yang sedang menata makanan di meja.

"Kamu pucat sekali? Pasti karena belum makan." Revan memperhatikan wajah istrinya yang terlihat suram dan tidak bergairah.

"Aku makan nanti aja, Mas." Eliza mencegah Revan yang hendak mengambilkan nasi untuknya.

"Nggak boleh gitu. Waktunya makan, ya makan." Revan memaksa.

"Ntar aja. Aku lagi nggak enak badan."

"Ya udah, tapi nanti makan, ya." Revan tidak memaksa istrinya lagi.

Sambil mengamati Revan yang sedang makan seorang diri, Eliza jadi berpikir, kenapa akhir-akhir ini dia jadi mudah capek. Tadi juga muntah, apa jangan-jangan ... Eliza mengingat, kapan terakhir kali dia datang bulan.

"Mas, aku boleh nanya?" Eliza bertanya takut-takut.

Revan menghentikan suapannya dan menatap ke arah Eliza. "Tanya aja."

"Ntar aja deh, nunggu kamu selesai makan." Eliza memutuskan untuk menunda keingin tahuannya. Takut melihat reaksi Revan, jangan-jangan tidak sesuai ekspektasinya.

"Sekarang! Jangan bikin orang penasaran."

Eliza menghela nafas dalam sebelum bicara. "Kalau ... misalnya, misalnya loh, ya ... ini cuma misalnya ...."

"Langsung pada intinya, El ...." Revan tidak sabar dengan sikap istrinya yang berbelit-belit.

Eliza menelan ludah sebelum bicara, gugup karena Revan menatap tajam ke arahnya.

"Kalau misalnya kita punya anak ... gimana, Mas?" tanya Eliza dengan hati berdebar-debar. Sebenarnya ia sudah curiga kalau sedang mengandung.

Revan tampak berpikir sebentar, kemudian menjawab. "Kayaknya jangan dulu, deh."

Mendengar jawaban Revan, yang ternyata memang diluar ekspektasi Eliza, wanita itu mendadak sedih.

"Emang kenapa, sih, Mas?"

"Kan udah pernah dibicarakan." Revan melanjutkan makanannya dengan santai. "Tolong kamu atur, ya. Gimana caranya."

Yang dimaksud Revan adalah bagaimana caranya Eliza tidak hamil dulu, pakai kontrasepsi maksudnya.

"Mas Revan gimana, sih. Bukannya nyuruh dari awal! Kalau udah terlanjur hamil gimana? Ini terus siapa yang tanggung jawab?" Eliza mengeluh dalam hati.

"Kamu marah?" tanya Revan yang melihat istrinya diam saja.

"Nggak, Mas. Cuma lagi mikir ...."

Mikir, gimana kalau aku beneran hamil ... pikir Eliza.

"Nggak usah banyak mikir. Dibawa santai aja. Nanti, kalau aku udah siap, kita akan punya anak." Hibur Revan.

"Kalau boleh tau, kamu nggak siapnya gara-gara apa, Mas?"

"Aku lagi banyak pikiran. Kamu tau, salah satu bisnis aku ada masalah. Kayaknya aku bakalan sering keluar kota untuk ngurusnya. Kamu aku tinggal nggak papa kan? Main aja ke rumah nenek, kalau kamu kesepian."

"Lama nggak, Mas? Perginya ...." Eliza tiba-tiba jadi galau, ini pertama kali dia LDR dengan Revan.

"Mungkin dua bulan."

"Apa nggak bisa pulang dua Minggu sekali, Mas?" tanya Eliza penuh harap.

"Nggak bisa kayaknya."

"Aku ikut, boleh?"

"Aku kerja, El. Bukan liburan. Kamu tau lokasi tambang itu di mana? Tuh di pelosok, lewat hutan-hutan. Nanti, kalau kamu kena malaria, siapa yang susah?"

Eliza makin galau mendengar penjelasan Revan. Dua bulan? Apa nggak kurang lama?

"Oh, ya. Nanti kemungkinan aku juga jarang ngasih kabar. Di sana susah signal soalnya. Jangan curiga yang macem-macem. Aku beneran kerja, bukan selingkuh. Lagian selingkuh sama siapa di pedalaman gitu? Selingkuh sama monyet?" Revan menjelaskan lagi.

"Nggak tau, ah!" Eliza ngambek dan meninggalkan Revan.

"Lho, kok marah?"

***

Ini belum seberapa, Van. Namanya juga hormon bumil hehe ....

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang