Kiera pergi ke kantor menggunakan ojek online. Kebetulan driver ojek online yang dipesannya adalah mantan pacarnya. Kiera sendiri sudah lupa mantan yang keberapa, saking banyaknya cowok yang pernah dipacarinya.
"Kiera, masih ingat gue nggak? Gue mantan lo waktu SMP."
"Hah? Beneran? SMP kelas berapa? Semester berapa? Soalnya setiap ganti semester gue juga ganti pacar." Kiera mengamati penampakan abang ojol di depannya. Lumayan oke, sih. Cuma agak dekil aja.
"Gue Burhan. Mantan lo waktu kelas dua. Masa lupa, sih?" Burhan membuka masker dan juga helemnya.
Kiera mencoba mengingat lagi, tapi tidak berhasil juga. Pasalnya selain pacar resmi, Kiera juga memiliki beberapa pacar gelap.
"Mikir sambil jalan aja. Gue udah telat soalnya." Kiera bergegas naik ke boncengan tukang ojek bernama Burhan.
"Yakin? Gue punya mantan yang namanya Burhan? Nggak estetik amat namanya. Kayak nama tukang galon di komplek." Kiera bicara sendiri.
"Yakin gue mantan lo, Ki. Nggak percaya amat. Dikira gue ngaku-ngaku apa? Dulu kita pas pacaran mesra banget loh. Sampai bikin tulisan pakai Tipe-X di meja. Burhan tidak bisa hidup tanpa Kiera, begitu pula sebaliknya."
"Buktinya sampai sekarang lo masih idup, pea!" Kiera mencibir ucapan Burhan. "Seharusnya waktu gue putusin lo mati."
"Lo juga nggak mati." Burhan membalikkan ucapan Kiera.
"Dih, ngapain? Seblak masih enak, lagian kasian orang tua gue lah. Udah capek ngebesarin gue." Kiera menjawab ketus.
"Eh, Burhan. Lo tau nggak alasannya, kenapa gue mutusin lo?" Akhirnya Kiera sudah bisa mengingat Burhan, setelah kepalanya terguncang saat melewati polisi tidur.
"Karena gue kurang kaya. Bapak gue cuma juragan tembakau. Harga iket rambut lo aja mahal banget, setara sama 10 kilo tembakau bapak gue." Burhan menjawab polos.
"Bukan itu. Alasannya karena lo udah tau kalau gue selingkuh sama cowok lain." Kiera ingat selain pacaran dengan Burhan, dia juga pacaran sama guru olahraga.
"Tapi kan gue udah maafin lo, Ki."
"Masalahnya gue curiga lo nggak ikhlas, terus di lain hari lo menyusun rencana buat balas dendam ke gue. Makanya daripada ribet, mending lo gue putusin duluan." Kiera berkata tanpa perasaan.
"Cewek emang selalu gitu. Tega sama cowok. Yang selalu ada kalah sama yang serba ada. Padahal gue mah apa-apa demi lo. Pernah gue nggak jajan sebulan, supaya bisa beli kado buat lo. Ituloh yang kaos gambar Marsupilami."
"Oh, yang itu. Gue pakai sekali, besoknya gue kasih ke pembantu. Pantes juga dia pakainya. Eh, Burhan. Btw lo sekarang udah nikah?"
"Belum. Kenapa?"
"Pasti gara-gara nggak bisa move on dari gue, yah? Duh, maaf banget. Tapi gue udah nikah."
"Iya, gue ngerti. Dulu, waktu bapak gue masih kaya aja lo campakkan, apalagi sekarang. Bapak gue udah bangkrut. Kebun tembakaunya dijual semua. Kuliah gue nggak selesai. Gue cuma disisain motor ini doang. Tapi lumayan juga, sih. Bisa buat ngojek." Burhan memang tipe pemuda yang gampang bersyukur dan selalu positif vibes.
"Kok bisa? Padahal kebon bapak lo luas banget." Kiera agak kasian mendengar cerita Burhan.
"Bapak gue kecantol LC karaoke, terus diporotin. Udahlah, nggak usah dibahas, udah meninggal juga bapak gue."
"Kita senasib kok, Burhan." Kiera berusaha menghibur Burhan. "Gue juga yatim. Nggak lulus kuliah juga."
"Seenggaknya bapak lo ninggalin warisan. Nah, Bapak gue ... malah ninggalin utang, sama adek yang banyak."