32

1.6K 93 2
                                    

Eliza berpikir, setelah hubungannya dan Revan sudah membaik, maka untuk kedepannya rumah tangganya akan baik-baik saja sampai akhir hayat. Ternyata perkiraannya salah.

Grace tiba-tiba datang ke apartemennya untuk menemui Revan. Dengan tidak tau malu gadis itu tetap mendekati Revan. Tidak menghargai perasaan Eliza sama sekali.

"Mas Revan sedang keluar." Eliza memberitahu.

"It' okay. Akan saya tunggu." Grace duduk di sofa tanpa dipersilahkan.

"Mbak mau minum apa?" Eliza berusaha sabar menghadapi Grace, bagaimanapun juga dia harus menghargai tamu yang datang ke rumahnya.

"Nggak usah repot-repot. Lagian saya kesini bukan untuk minum. Jadi kamu nggak usah bersikap seperti pembantu." Grace berkata dengan nada sinis.

Eliza mengusap dada mendengar pedasnya ucapan Grace.

"Sebenarnya Mbak ada keperluan apa dengan mas Revan?"

"Kenapa kamu mau tau?" Grace melirik sinis ke arah Eliza, sambil membersihkan ujung kukunya.

"Jelas saya berhak tau, Mbak. Saya ini istrinya."

"Nggak usah bangga! Aku tau Revan itu terpaksa menikahi kamu, karena dipaksa neneknya. Kalau enggak, jangan harap cewek muka pas-pasan kayak kamu bisa bersanding dengan Revan!"

Semakin lama, ucapan Grace jadi semakin pedas. Membuat Eliza berkali-kali beristighfar dalam hati.

"Sekarang kamu boleh merasa di atas angin, karena ada neneknya Revan yang mendukung kamu. Tapi kan, nggak selamanya wanita tua itu ada di samping kamu. Maksud aku ... kamu tau kan batas maksimal umur rata-rata manusia di Indonesia ...." Grace tertawa meremehkan.

"Astaghfirullah. Mbak ngomong apa?" Eliza kaget mendengar ucapan kurang ajar dari Grace.

"Yah, saran aku ... banyakin doa aja. Supaya umur neneknya panjang. Takutnya setelah wanita tua itu game over, kamu langsung diceraikan. Kan kasian, kamu kan nggak punya kerjaan nih, ya, nggak punya skill juga, yah walaupun Revan pasti bakal ngasih harta gono-gini, sih. Tapi tetap saja ...."

"Siapa yang bilang mau bercerai?" Revan tiba-tiba datang, pria itu sudah mendengar semua ucapan Grace.

Eliza dan Grace sama-sama kaget melihat Revan yang tiba-tiba datang.

"Van, aku cuma ...." Grace menghampiri Revan dengan panik, wajahnya pucat pasi.

"Selesaikan semua urusan kalian, Mas. Aku mau masuk dulu." Eliza bergegas untuk pindah ke kamarnya.

"Nggak, kamu tetap di sini!" Perintah Revan. Eliza pun mengurungkan niatnya. "Kamu harus dengar semua percakapan antara aku dan Grace, kamu perlu tau. Aku nggak mau terjadi salah paham lagi."

Eliza hanya mengangguk pelan, sambil terus berdiri di dekat sofa.

"Kamu ke sini ada perlu apa?" tanya Revan kepada Grace. Nada bicaranya terdengar normal, membuat Grace lega.

"Aku cuma mau ngasih tau, papa ngundang kamu makan malam, katanya mau membahas proyek kerjasama."

"Pasti aku akan datang." Revan menjawab singkat.

"Aku harap kamu datang sendiri, Van. Kamu tau kan, ini masalah kerjaan, papa nggak suka orang yang nggak profesional." Grace melirik ke arah Eliza.

"Ya, aku ngerti. Mana mungkin aku bawa-bawa istri saat mengurus masalah kerjaan." Revan menanggapi.

Grace tersenyum penuh kemenangan ke arah Eliza. Sedang Eliza hanya menunduk, gadis itu cukup sadar, kalau dia bukan prioritas di hidup Revan. Nomor satu tentunya pekerjaan, entah Eliza ada di nomor berapa.

"Nanti tempat dan waktunya aku kirim via pesan." Grace menambahkan.

Revan mengangguk samar, kemudian ia berkata. "Grace, boleh aku minta tolong?"

Mendengar pertanyaan Revan, mata Grace jadi berbinar. Ia melirik Eliza dengan wajah pongah, terang saja, Revan memilih meminta tolong kepada wanita lain, padahal ada istri di sampingnya.

"Boleh, Van. Dengan senang hati aku akan menolong kamu. Apa sih yang nggak buat kamu?"

Mendengar ucapan Grace, seketika perut Eliza jadi mual. Ada orang seperti itu? Dengan tidak tau malunya mendekati suami orang di depan mata istrinya.

"Tolong ... kalau untuk urusan pekerjaan, datang saja ke kantor, jangan ke apartemen."

Grace kaget mendengar ucapan Revan, matanya berkaca-kaca, dengan marah gadis itu menatap Eliza yang seperti sedang tersenyum samar.

"Ka-kamu ... ngusir aku, Van?"

"Bukan begitu. Kamu tau aku sudah punya istri. Tidak pantas dilihat orang kalau kamu mondar-mandir kesini untuk mencari aku. Ngerti 'kan? Masa nggak ngerti?"

Revan meraih tangan Eliza, kemudian menarik gadis itu agar berdiri di sisinya. "Oh, ya. Satu lagi ... aku tidak suka dengan ucapan kamu barusan. Aku, tidak akan bercerai dengan Eliza. Walaupun nenek sudah tidak ada. Dugaan kamu salah, Grace." Revan menggenggam tangan Eliza lebih erat.

"Van, maksud aku bukan begitu ...." Grace mencoba membela diri.

"Kalau tidak ada yang perlu disampaikan lagi, sebaiknya kamu pulang." Revan mengusir Grace secara halus.

"Baiklah, aku akan pulang."

Dengan kesal Grace segera mengambil tasnya, kemudian gadis itu berjalan ke arah pintu. Revan hanya menatap kepergian Grace dengan pandangan datar.

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang