45

1.1K 74 0
                                    

Eliza kasihan melihat Kiera yang sepertinya bosan di rumah, Revan melarang gadis itu untuk keluar rumah sendirian. Kiera lebih mirip tahanan kota.

"Ki, aku mau belanja. Kamu mau ikut?" Eliza memutuskan untuk mengajak Kiera pergi ke supermarket. Setelah meminta ijin kepada Revan tentunya.

"Nggak usah, palingan modus lo aja, pingin jadiin gue kuli angkut gratis." Kiera menolak dengan sinis tawaran Eliza.

Eliza hanya tersenyum maklum menghadapi sifat ketus adik iparnya itu.

"Oh, ya udah. Aku pergi cuma sebentar kok. Kamu mau nitip apa?" Eliza masih berusaha bersikap baik kepada Kiera.

Setelah dipikir-pikir, tak ada salahnya juga kalau Kiera ikut pergi belanja. Daripada suntuk di apartemen ya 'kan?

"Ya udah, gue ikut!" Kiera bangkit dari tidurnya, dengan santainya dia keluar kamar.

Eliza mengamati penampilan Kiera yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek. "Tunggu, Ki. Sebaiknya kamu ganti baju dulu."

"Gini udah oke. Belanja doang!" Kiera menolak saran dari kakak iparnya.

"Kamu nggak pakai hijab? Kan mantan anak pesantren ...."

Kiera menghentakkan kaki dengan kesal, kemudian masuk ke kamarnya. "Mau belanja aja ribet banget!" Keira mendengus kesal sambil memakai hijab bergo, celana training dan juga outer, mirip emak-emak yang mau jemput anak sekolah.

"Nah, gitu kan bagus," puji Eliza.

"Iya, Bawel!" Kiera keluar dari kamarnya, melewati Eliza begitu saja.

***

Di supermarket, Kiera memasukkan semua barang kebutuhannya, dari skincare sampai ke cemilan, kesempatan mumpung ada yang bayarin.

"Abis ini kita makan, ya. Gue laper." Kiera menunjuk ke arah food court di seberang sana.

"Boleh." Eliza hanya menjawab singkat. Tidak ada salahnya menuruti keinginan adik iparnya, sekalian mengakrabkan diri dengan Kiera.

Kiera memilih sebuah restoran Jepang yang ada di mall itu. Restoran Jepang favoritnya. Kiera ingin makan sushi sepuasnya.

Saat memilih tempat duduk, tak sengaja Kiera melihat kakaknya yang sedang meeting dengan Grace.

"Lho, itu kan kak Revan. Sama Grace lagi ...." Kiera sengaja memanasi Eliza. "Lo tau kan, kalau Grace itu mant ...."

"Aku tau, Ki," potong Eliza.

"Dia bilang ke lo nggak, sih. Kalau lagi jalan sama Grace?" pancing Kiera.

"Paling cuma meeting." Eliza mencoba bersikap santai, walau dalam hati kesal juga.

"Coba di telpon. Ngaku nggak dia, kalau lagi jalan sama Grace," tantang Kiera.

"Nggak usah, Ki. Mas Revan nggak suka diganggu kalau lagi kerja. Lebih baik kamu makan aja, setelah itu kita pulang." Eliza mengalihkan pembicaraan.

"Coba dulu ... nggak berani, ya?" cibir Kiera.

Akhirnya Eliza mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. "Oke. Aku akan hubungi dia. Supaya kamu lega."

Eliza mencoba menghubungi Revan, tapi tidak diangkat.

"Wah, dicuekin ...." ledek Kiera sambil tertawa-tawa.

"Sudah aku bilang, dia nggak suka diganggu kalau lagi ada urusan penting." Eliza mengelak.

"Oh, jadi Grace lebih penting daripada istrinya sendiri. I know ...." Kiera tersenyum sinis sambil melirik ke arah Revan yang sedang serius bicara dengan Grace.

"Berani coba lagi?" tantang Kiera lagi.

Eliza termakan dengan pancingan Kiera, sekali lagi dia berusaha menghubungi Revan. Kali ini diangkat.

"Ada apa, El?" Suara Revan terdengar agak kesal.

"Waalaikum salam, Mas." Eliza menyindir Revan yang tidak mengucap salam saat mengangkat panggilan darinya.

"Apa ada yang penting?"

"Nggak, cuma mau tanya. Kamu sekarang ada di mana, Mas?"

"Aku lagi meeting, penting. Kamu kenapa, sih, El? Aneh banget. Nggak seperti biasanya."

"Meeting sama siapa?"

"Kamu kenapa, sih? Aku beneran lagi sibuk loh."

"Jawab aja kenapa, sih, Mas."

"Nggak penting aku meeting sama siapa. Aku nggak suka ya, kamu jadi aneh gini. Udah tau aku paling nggak suka diganggu waktu jam kerja. Kalau nggak ada yang penting aku tutup."

"Sebenarnya kamu lagi sama Grace, kan? Jujur aja apa susahnya, sih, Mas?"

Revan melihat ke sekeliling, tampak Eliza memperhatikannya di seberang sana. Benar-benar hari yang sial, dari sekian banyak mall, kenapa Eliza justru pergi ke mall yang ini. Bukannya bermaksud menyembunyikan, Revan hanya tidak mau Eliza salah paham padanya. Lagipula Revan menganggap masalah ini tidak penting untuk diceritakan.

"Tunggu, El. Aku bisa jelaskan ...."

"Nggak perlu, Mas. Maaf udah ganggu kerjaan kamu."

Eliza menutup panggilannya, kemudian bergegas pergi, meninggalkan Kiera sendiri. Hatinya diliputi kekecewaan karena Revan tidak mau jujur.

Seharusnya Revan jujur saja kalau sedang meeting dengan Grace, toh pasti ia akan mengerti. Tapi kenapa Revan tidak mau jujur? Seolah menutupi.

Revan panik karena melihat Eliza pergi dalam keadaan marah. Ia memutuskan untuk menyudahi meeting dengan Grace.

"Tapi, Van. Meeting kita belum selesai," protes Grace.

"Tentang detail konsep yang aku jelaskan tadi, kamu tanya saja sama Steven, dia yang pegang proyek ini," ujar Revan sembari membereskan berkas dan laptopnya ke dalam tas kerjanya.

"Kamu kenapa, sih, Van? Istrimu marah? Sejak kapan kamu jadi nggak profesional gini? Ini bukan kamu banget."

"Maaf, Grace. Tapi masalah ini lebih penting." Revan bergegas pergi untuk mengejar istrinya, semoga belum jauh.

Grace hanya bisa terdiam, sambil menahan kesal. Sedang Kiera, mengawasi semuanya dari kejauhan, gadis itu tersenyum sinis.

"Gue suka keributan ini."

***

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang