99

680 42 7
                                    

Setelah Eliza dipindahkan ke ruangan pemulihan, suster mengantarkan bayi Eliza dan Revan yang sudah dibersihkan untuk diadzani.

Revan mengamati penampilan bayi yang katanya anaknya. Revan mengerutkan dahi melihat wajah bayi yang sedang terlelap.

"Kenapa, Mas?" tanya Eliza takut.

"Enggak. Ini kok kayak ada yang aneh." Revan mengamati baik-baik wajah bayi digendongan suster.

"Aneh gimana, Mas? Kamu jangan nakutin deh!" Eliza jadi panik melihat ekspresi serius di wajah Revan.

"Kenapa nggak mirip aku?"

"Kalau nggak mirip kamu, ya mungkin mirip aku, Mas." Eliza tersenyum geli.

"Masalahnya, dia nggak mirip kamu juga."

Senyum Eliza seketika luntur. "Masa, sih?"

Eliza ikut mengamati wajah bayi yang sedang terlelap itu. Memang tidak mirip Revan, ataupun dirinya.

"Ini mirip siapa, ya?" Kerutan di dahi Revan semakin dalam.

"Kamu nuduh aku selingkuh, Mas!" Eliza langsung merasa tersinggung.

"Bukannya gitu ..."

Revan beralih ke suster yang sejak tadi diam memperhatikan perdebatan sepasang suami istri itu.

"Sus, ini beneran bayi saya?" tanya Revan.

Suster memeriksa gelang nama si bayi. "Ini bayi atas nama nyonya Susanti, Pak."

"Pantesan. Nama istri saya Eliza, Sus. Bukan Aiya Susanti perempuan banyak muda."

"Mas! Kamu serius sedikit bisa nggak, sih?" Eliza menepuk tangan Revan.

"Maaf, Pak. Saya salah kamar. Kamar ibu Susanti ada di samping." Suster itu buru-buru minta maaf. Wajahnya berubah jadi pucat.

"Haduh, Sus. Bahaya banget itu. Ntar kalau kayak kasus di berita yang viral kemarin itu, siapa yang tanggung jawab?" tanya Revan lagi.

Mendengar ada ribut-ribut, suster senior yang kebetulan lewat di koridor pun masuk ke ruangan Eliza.

"Rini? Ngapain kamu di sini? Bayi ibu Susanti sudah ditunggu."

Suster bernama Rini itupun bergegas minta maaf kepada Revan untuk kedua kali sebelum pergi.

Melihat ekspresi Revan, suster senior itu pun jadi tidak enak. "Maaf, Pak. Dia itu suster magang. Wajar kalau bikin kesalahan."

"Wajar gimana, Sus? Kalau anak saya beneran ketuker gimana? Pokoknya saya mau tes DNA!" Revan marah-marah kepada suster senior itu.

"Nggak perlu sampai tes DNA, pak. Setiap bayi baru lahir di rumah sakit ini ada gelang namanya, sesuai nama ibunya."

"Tolong jangan diperpanjang, Pak. Sekali lagi saya minta maaf atas kelalaian kami." Suster itu pun memohon dengan sangat.

Eliza yang melihat ekspresi suster itu pun menjadi kasihan. "Udah, Mas. Nggak usah diperpanjang."

"Terus anak saya mana?" tanya Revan lagi.

"Anak Bapak yang ini." Suster itu menunjukkan bayi di gendongannya.

Revan mengamati baik-baik wajah bayi yang juga sedang tertidur itu. "Nah, ini baru anak saya!"

"Coba periksa lagi, Mas. Siapa tau salah lagi." Perintah Eliza.

"Dia udah pasti anak aku, tuh liat. Sama cakepnya kayak aku." Revan berkata dengan penuh percaya diri. Membuat Eliza malu.

"Silahkan ambil wudhu, Pak. Supaya bayinya bisa segera diadzani."

Revan segera keluar kamar untuk mengambil air wudhu, sedang Steven masih menunggu di luar.

Sudah setengah jam berlalu, Revan tak juga kembali. Suster yang menjaga anak Eliza jadi tidak sabar. Masih banyak pekerjaan yang harus diurus. Bayi Eliza juga harus segera dikembalikan ke ruangan observasi.

"Maaf, Bu? Ini bapaknya masih lama?"

"Sebentar, saya telpon dulu, Sus." Dengan sigap, Eliza meraih ponselnya.

Ponsel Revan di nakas berdering, rupanya Revan meninggalkan ponselnya di sana.

"Kamu tuh ngambil air wudhu kemana, sih, Mas? Lama banget? Jangan-jangan dia ngambil wudhu ke Niagara." Eliza menggerutu pelan.

Tidak seberapa lama, terdengar suara adzan dari speaker musholla rumah sakit, Eliza kenal itu suara siapa. Eliza mengusap wajahnya dengan malu.

"Ya Allah, ditungguin malah dia adzan di mushola."

***


Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang