Revan sudah pulang ke apartemen, setelah bekerja seharian. Bukannya tidak sadar, sejak tadi ia perhatikan gelagat Eliza yang agak lain. Tapi karena badannya terasa sangat capek, maka Revan memutuskan untuk mengabaikannya. Setelah makan malam, pria itu bergegas masuk ke kamarnya. Revan melihat barang-barang Eliza sudah dipindahkan ke kamar tamu.
"Mas, boleh aku bicara sebentar?" tanya Eliza saat Revan kembali keluar kamar untuk mengambil air minum di dapur.
Revan heran melihat Eliza yang belum masuk kamar sampai jam sepuluh. Biasanya gadis itu langsung masuk kamar setelah makan malam.
"Baiklah. Kamu mau bicara apa? Tapi tolong cepat. Soalnya aku sudah mengantuk." Revan duduk di sofa, di sebelah Eliza.
"Ini tentang Kiera." Eliza menghentikan ucapannya, ragu untuk meneruskan. Revan jadi tidak sabar menunggu.
"Tolong pada intinya saja." Revan memperhatikan raut gelisah di wajah Eliza.
"Dia ada bicara sesuatu sama kamu? Tolong abaikan saja. Nggak usah dimasukkan ke hati. Kamu tau sendiri, sifatnya seperti apa," ucap Revan.
Eliza menghela nafas berat. Kemudian menyerahkan sesuatu yang ditemukannya di tas milik Eliza.
"Tadi aku nemu ini, Mas. Di dalam tasnya Kiera."
Revan menerima barang pemberian Eliza dengan dahi mengerut. Seketika wajahnya mengeras menahan marah. Membuat Eliza khawatir.
"Tolong jangan marahi dia, ya, Mas ...."
Revan mengabaikan ucapan Eliza. Pria itu malah masuk kembali ke kamarnya untuk mengambil ponselnya. Revan segera menghubungi Kiera untuk menanyakan keberadaannya. Dan seperti yang diduga Revan, malam ini Kiera kembali mendatangi diskotik.
Eliza mondar-mandir di ruang tamu dengan hati gelisah. Di sisi lain, ada kelegaan dalam hatinya karena sudah berhasil memberi tau Revan tentang kelakuan adiknya. Eliza berharap, Revan bisa menasihati Kiera.
Revan keluar kamar dengan membawa tas Kiera. Sepertinya hendak menyusul ke club. "Kamu tidur saja. Tidak usah menunggu aku. Kemungkinan aku tidak akan pulang."
"Tapi, Mas ...."
Revan terus saja berjalan menuju pintu, mengabaikan ucapan Eliza.
***
Sesampainya di club, Revan segera mencari Kiera. Gadis itu sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di sebuah meja. Revan segera menghampiri Kiera dan menyeretnya.
"Pulang!"
Kiera sempat memberontak. Malu dihadapan teman-temannya. "Apa, sih, Kak?"
Revan mengabaikan protes dari Kiera. Pria itu terus saja menyeret Kiera hingga ke parkiran.
"Masuk!" Perintah Revan tegas.
"Tapi aku baru datang, Kak." Kiera membantah, menolak untuk masuk ke dalam mobil.
"Aku bilang masuk ya masuk!" Revan tampak sangat marah melihat sikap pembangkang Kiera.
"Kakak kenapa, sih? Setres?"
Revan segera melemparkan sebuah alat kontrasepsi yang diberikan Eliza padanya. Wajah Kiera langsung memucat.
"Kakak nggak nyangka pergaulan kamu seperti itu." Revan berkata dengan kecewa.
"Kak, aku bisa jelaskan ...." Kiera berkata dengan panik. Revan mengangkat telapak tangannya, tidak mau mendengar penjelasan Kiera.
"Ini bukan punya aku, Kak. Pasti ini teman aku yang ngerjain, masukin di tas aku. Buat bercandaan aja ...." Kiera mencoba membela diri.
"Diam." Revan berkata dengan nada yang sangat dingin.
"Aku nggak salah, Kak. Ini cuma salah paham. Kak ... please percaya sama aku." Kiera mencoba meraih tangan Revan.
"Aku bilang diam!" Revan membentak Kiera dengan keras, membuat mata gadis itu berkaca-kaca.
"Kakak bentak aku?" tanya Kiera sambil menangis.
"Kali ini kamu sudah sangat keterlaluan. Kalau bukan karena pesan papa sebelum meninggal, aku juga malas mengurus kamu, Ki. Selamat, kamu berhasil membuat aku merasa ... gagal."
***
Si Kiera ini buandel banget, ngapain coba beli barang gituan? Mau dipake sama siapa? Kan nggak punya suami? Oh, mungkin itu sisaan taun baru kemarin 🤣🤭
