Revan datang ke rumah Steven untuk menjemput Kiera, Revan datang sendiri. Sedang Eliza menginap di rumah nenek Mutia.
Revan memperhatikan penampilan Steven yang membuka pintu. Pria itu hanya mengenakan jubah mandi.
"Mana dia?" Revan memandang sekeliling ruang tamu.
"Ada, di kamar gue. Lagi tidur."
Revan mengerutkan dahi. Menatap curiga ke arah Steven.
"Ngapain dia masuk ke kamar lo?"
"Ya mana gue taulah. Orang gue habis mandi, tau-tau dia udah molor aja di situ."
"Yang bener?" Revan memandang penuh curiga ke arah Steven.
"Astaghfirullah, Van. Jelek-jelek begini gue juga tau etika. Masa adek temen sendiri gue sikat juga. Gue masih takut dosa, gue masih suci, masih perjaka gue, suer!" Steven menjelaskan dengan berapi-api.
Revan mengamati ekspresi Steven, kemudian tersenyum sinis.
"Affah iyah?"
"Bener-bener lo, ya!" Steven tidak terima dituduh aneh-aneh oleh Revan. Padahal ia hanya berniat menolong Kiera.
"Mending adek lo masukin pesantren aja, Van. Gue ngeri liat pergaulan anak jaman sekarang."
Revan tampak berpikir, ada benarnya juga saran dari Steven. Kiera semakin hari semakin liar, makin susah diatur.
"Lebih baik mencegah, sebelum hamidun." Steven menambahkan.
Revan mengangguk sekilas, mungkin memasukkan Kiera ke pesantren adalah jalan terakhir yang harus ia pilih.
"Lo ada saran, dimana pesantren yang bagus, yang penjagaannya ketat, susah buat kabur."
"Lo nyari pesantren apa penjara, sih? Ada noh Nusakambangan."
Kiera yang sedang tidur di kamar Steven, mendengar rencana 'busuk' kakaknya. Gadis itu segera turun dari ranjang.
"Gue nggak mau dikirim ke pesantren!"
Steven dan Revan sontak menoleh ke arah Kiera. Wajah gadis itu tampak memerah menahan marah, hidungnya kembang kempis.
"Nggak papa, Ki. Mending lo dikirim ke pesantren, biar lo bisa belajar agama. Daripada lo dikirim ke panti asuhan ...." Steven berusaha membujuk.
"Kenapa kalian jahat banget? Gue salah apa? Kenapa gue harus diasingkan?" Kiera mulai manangis, air matanya mengalir.
"Kalau kamu bisa diatur, Kakak juga nggak akan gini." Revan mendekati Kiera dan memegang pundaknya. "Ini semua demi kebaikan kamu."
"Mana kopernya?" Revan bertanya.
Dengan sigap Steven masuk ke kamarnya, untuk mengambil koper Kiera.
"Malam ini kamu tidur di apartemen Kakak, besok pagi kita berangkat ke pesantren." Revan berkata lagi.
"Nggak! Kiera bukan bocil yang mau ikut pesantren Ramadan!" Kiera berteriak histeris, bersiap kabur dari rumah Steven. Untung saja kedua pria itu sigap menahannya.
"Kalau kamu berontak, Kakak kirim kamu malam ini juga!" Revan mengancam.
***
Akhirnya, karena semakin tidak bisa dikendalikan, malam ini juga Kiera dikirim ke pesantren tempat Eliza belajar dulu, tempatnya ada Jawa Barat.
"Kakak jahat!" Kiera menangis sesenggukan, ketika Revan berpamitan pulang.
"Kakak terpaksa." Revan membela diri. Kemudian pria itu berjalan masuk ke mobilnya. Setelah menitipkan Kiera kepada pengurus.
Sepanjang perjalanan, Revan selalu berpikir, semoga keputusan yang diambilnya ini sudah benar.
Malam harinya, Revan tidak bisa tidur, selalu kepikiran Kiera. Eliza yang melihat suaminya resah, berusaha menghibur.
"Tenang aja, Mas. Kiera pasti baik-baik saja. Semoga saja, setelah ini, Kiera bisa berubah lebih baik."
"Ya, semoga saja."
Ponsel Revan berdering, panggilan dari pengurus pondok pesantren, tempat Revan menitipkan Kiera.
Revan mengerutkan dahi, kira-kira ada apa lagi? Baru dua jam yang lalu dia meninggalkan Kiera di sana.
"Waalaikum salam, iya, ada apa, Kang?" Revan menjawab panggilan.
"Kiera kabur, Mas. Tadi pamit membeli keperluan mandi, tapi sampai sekarang tidak kembali ke pesantren."
Revan mengusap muka, ya Allah, ada-ada saja Kiera ini ....
"Tolong dicari ya, Kang. Saya rasa dia belum terlalu jauh, soalnya dia nggak paham daerah sana."
"Baik, Mas. Tadi kami sudah mengerahkan tim untuk mencarinya."
"Tolong nanti kabari saya, kalau dia sudah berhasil ditemukan."
"Baik, Mas. Maaf sudah mengganggu."
Revan menghela nafas berat setelah menutup panggilan, Eliza duduk di samping Revan, kemudian menyerahkan air putih yang dibawanya.
"Minum dulu, Mas."
Revan menerima air yang diberikan Eliza, kemudian meminumnya seteguk.
"Kiera kenapa, Mas?" tanya Eliza penasaran.
"Kabur."
"Ya Allah, belum satu hari ...."
***
