Eliza datang ke rumah sakit untuk mengantar pakaian bersih dan juga alat cukur pesanan Revan. Setelah meletakkan barang bawaannya, Eliza bergegas pergi.
"Duduk dulu. Aku mau bicara."
Eliza menurut, ia duduk di sofa dengan tenang. Ia sudah bisa menduga apa yang dikatakan oleh Revan, pasti ini berhubungan dengan Steven.
"Aku tidak suka istriku terlalu akrab dengan pria lain. Mengerti?"
"Sama. Aku juga. Aku tidak suka suamiku terlalu akrab dengan wanita lain." Eliza membalikkan ucapan Revan.
Revan diam. Ia tau Eliza sedang membalas dendam padanya.
"Tapi ini masalahnya beda. Aku punya alasan." Revan membela diri.
"Aku juga tidak pernah bersikap ganjen seperti yang kamu bilang. Aku hanya bersikap sopan. Apa salahnya bersikap sopan kepada orang yang baik kepada kita?" Eliza tak mau kalah.
"Aku akan menjelaskan semuanya pada Grace. Nanti, setelah aku berhasil menandatangani kontraknya." Janji Revan.
"Terserah." Eliza berkata acuh.
Ponsel Eliza berdering, Steven menghubunginya. Dengan ragu Eliza menjawab panggilan.
"Kamu sedang keluar? Rumah kamu sepi. Sekarang aku di depan rumah kamu."
"Iya, Mas. Aku sedang di rumah sakit. Ada perlu apa, ya?"
"Nggak ada. Cuma mau main aja. Aku susulin ke rumah sakit, ya?"
Eliza tidak menjawab, ia melihat sekilas ke arah Revan yang juga sedang menatapnya. Revan sudah bisa menebak siapa yang sedang menelpon Eliza, pastilah itu Steven.
"Mas mau bicara dengan pak Revan?" tanya Eliza.
"Buat apa aku bicara sama dia. Orang aku maunya ngobrol sama kamu kok."
Revan mengulurkan tangan, meminta ponsel Eliza, dengan patuh wanita itu menyerahkan ponselnya.
"Halo." Revan berbicara dengan nada datar.
"Ya elah, dia lagi." Dengan malas Steven segera menutup panggilan.
"Sialan. Ditutup." Revan mengembalikan ponsel milik Eliza.
"Siapa suruh kamu ngasih nomor WA ke sembarang orang? Baru ditraktir nasi Padang udah sebar-sebar nomor aja," ucap Revan tajam.
"Bukannya dia teman kamu?" tanya Eliza.
"Kalau dibilangin suami nurut aja kenapa, sih? Kerjanya jawab aja. Mau jadi istri durhaka? Jelek-jelek begini aku masih suami kamu." Revan terlihat kesal dengan sikap Eliza.
Eliza hanya diam sambil memainkan ponselnya, membuat Revan semakin kesal karena merasa diabaikan.
"Kamu dengar, El?"
"Sudah aku hapus nomornya. Puas?" Eliza menunjukkan layar ponselnya.
Revan masih belum puas mengeluarkan emosinya, ia sendiri tidak paham, kenapa ia kesal melihat kedekatan Steven dan Eliza.
"Jangan lupa status kamu. Bagaimanapun juga kamu ini istri orang. Sadar diri lah."
Eliza diam, tidak mau menanggapi ucapan Revan. Ditanggapi juga percuma. Yang ada malah Revan semakin menjadi.
"Kamu dengar nggak, sih? Apa yang aku bicarakan." Revan kesal karena Eliza hanya diam.
"Dengar, Mas."
"Wah, ada perundingan apa, nih?" Steven datang dengan membawa kantong keresek minimarket berisi keripik kentang dan juga minuman kaleng untuk Eliza.
"Cepet banget lo datengnya? Pasti ngebut banget," sindir Revan kepada Steven.
Steven mengabaikan ucapan Revan, ia langsung saja beranjak duduk di samping Eliza. Dengan canggung Eliza bergeser, menjauh sedikit.
"Ini buat kamu." Steven mengulurkan kantong belanjanya kepada Eliza.
"Apa itu, Mas?" Eliza tidak segera menerima pemberian Steven.
"Cemilan buat kamu."
"Eh, nggak usah repot-repot, Mas." Eliza melirik sekilas ke arah Revan yang tengah meliriknya tajam.
Karena Eliza tidak segera menerima pemberiannya, Steven pun meletakkannya di meja.
"Tumben Grace nggak jagain lo, Van?" tanya Steven kepada Revan.
"Dia ada urusan keluarga." Revan menjawab singkat.
Steven mengangguk paham. "Oh, pantes. Biasanya dia selalu nempel sama lo hehe ...."
"Lo sendiri, ngapain malam-malam datang kesini? Pasti bukan karena perhatian sama gue kan?" Revan bertanya balik.
"Gue mau menemani Liza. Biar dia nggak bosan jagain lo sendiri." Steven tersenyum manis ke arah Eliza yang sedari tadi hanya menunduk.
Steven terus berusaha mengajak Eliza bicara sambil terus melontarkan candaan garing khas bapak-bapak Twitter.
"Dek Liza udah punya pacar?" tanya Steven tiba-tiba kepada Eliza.
Eliza hanya diam, bingung mau menjawab apa. Sesekali ia melirik ke arah Revan. Pria itu tidak membantu apa-apa. Membuat Eliza kesal karena ia harus berbohong lagi.
"Kayaknya nggak punya, ya. Pasti perempuan seperti dek Liza ini nggak mau pacaran, maunya ta'aruf gitu, ya?"
Revan ingin muntah melihat Steven menggombali istrinya, di depan matanya pula. Mungkin beginilah perasaan Eliza saat Grace sibuk menempel padanya.
"Steve, revisian yang tadi siang udah lo kerjain?" Revan mengalihkan pembicaraan.
"Iya-iya, entar malam gue kerjain. Kalau perlu gue akan begadang, puas? Jadi bos perasaan dikit kenapa, sih, Van? Ini 'kan malam Minggu. Gue juga pingin istirahat, masa disuruh kerja buat memperkaya lo terus, sih?" Steven mengeluh.
Grace tiba-tiba datang setelah urusan keluarganya telah selesai. Steven amat senang melihat kedatangan Grace.
"Untung lo datang, Grace."
"Eh, tumben lo seneng banget ngeliat gue datang?" Grace mengerutkan kening melihat sambutan Steven.
"Lo kesini buat jagain Revan kan?"
"Iya, seperti biasanya." Grace mengangguk bingung.
"Bagus. Kalau begitu Liza bisa pulang sekarang." Steven tersenyum manis ke arah Eliza. "Ayo, kita jalan-jalan."
"Kemana?" Revan bertanya panik.
"Dih, gue bukan ngajakin lo." Steven melirik sinis ke arah Revan.
"Jalan kemana, Mas?" Eliza yang bertanya.
"Terserah dek Liza aja. Makan bisa, nonton bisa. Bebas." Steven menjawab dengan lembut, lain nadanya ketika berbicara dengan Revan.
"Saya mau pulang aja, Mas."
Revan tersenyum lega mendengar jawaban Eliza. Jawaban seperti itu yang Revan harapkan. Tanpa sadar jika sedari tadi Grace memperhatikan tingkahnya.
"Yakin? Nggak mau malam mingguan dulu?" tanya Steven kecewa. "Ya udah nggak papa, ayo kita pulang."
"Saya pulang sendiri aja, Mas. Kebetulan saya pulangnya ke apartemen. Mau ngerjain setrikaan." Eliza buru-buru mengambil tasnya kemudian keluar dari kamar Revan.
"Dek Liza, tunggu ...." Steven bergegas mengejar Eliza.
Grace mengerutkan kening melihat tingkah kedua orang itu.
"Si Steve kenapa, sih? Dia lagi pedekate sama pembantu kamu?"
Revan diam, enggan menjawab pertanyaan Grace. Hati Revan sedang diliputi kekhawatiran. Takut Steven berhasil merebut hati Eliza.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/334557021-288-k454606.jpg)