"Ya kamu pikir aja sendiri. Memang ada, suami yang nggak marah kalau istrinya bohong?" Revan meninggalkan Eliza untuk pergi ke luar kamar.
"Mas, tunggu! Aku bisa jelaskan!" Eliza mengejar Revan yang ternyata hendak pergi ke dapur.
"Iki bisi jiliskin!" Revan menirukan ucapan Eliza dengan kesal, sambil mengambil air dari kulkas.
"Dengar dulu, Mas. Ini aku mau jelaskan yang sebenarnya." Eliza menahan tangan Revan yang hendak kembali ke kamar.
"Ya udah, jelaskan. Awas kalau nggak logis!" ancam Revan.
"Tapi kamu janji ya, Mas. Jangan marah." Eliza menatap khawatir ke arah Revan.
"Ya tergantung. Seberapa fatal kesalahan kamu." Revan tidak mau sembarangan berjanji.
Eliza menghela nafas berat, kalau sudah begini kejadiannya, ia tak bisa mundur lagi. Daripada Revan semakin salah paham.
"Mungkin buat orang lain ini bukan termasuk kesalahan, tapi nggak tau kalau buat kamu." Eliza sengaja mengulur waktu.
"Bicara nggak usah muter-muter, El. Udah kepalaku pusing, tambah pusing denger kamu ngomong ...." Revan memijit kepalanya yang terasa berat.
"Iya-iya, ini aku mau jelasin. Kamu jangan keburu pingsan dulu, Mas ...." Eliza khawatir melihat wajah Revan yang pucat.
"Ya udah, cepet."
"Sebenarnya aku tuh hamil, Mas." Eliza merasa lega setelah mengatakan rahasia besarnya.
"Hamil sama siapa?" tanya Revan spontan.
"Maksud kamu apa, Mas?" Eliza merasa agak tersinggung dengan pertanyaan Revan yang tidak disengaja.
"Enggak, maksud aku, kok bisa?" Revan meralat ucapannya.
"Ya bisalah, Mas. Orang kamu tiap hari investasi!" Eliza kesal karena pertanyaan Revan yang bodoh.
"Kan udah disuruh, kapan-kapan aja hamilnya."
Reaksi Revan semakin membuat Eliza kecewa. Biasanya kalau suami dikasih kabar kalau istrinya hamil, pasti senang. Sujud syukur kek, apa kek, seperti di sinetron. Ini malah ....
"Reaksi kamu seolah aku bukan istri kamu, ya, Mas. Tapi cuma selingkuhan."
"Eh, nggak gitu ...."
"Kamu nyuruh aku pakai kontrasepsi baru kemarin loh, Mas. Seharusnya kamu ngasih taunya dari awal."
"Salah kamulah, biasanya kan yang ngerti masalah gituan perempuan." Revan tak mau kalah.
"Kok jadi aku yang salah, sih, Mas?"
Pertengkaran kedua pasutri itu terpotong karena kedatangan Steven, bersama dokter Rendi.
"Ya udah, kalau nggak mau, bayinya buat gue aja." Steven menengahi.
Revan memandang tajam ke arah Steven. "Enak aja! Lo pikir bikin anak nggak susah apa? Bikin aja sendiri!"
Steven tersenyum mendengar ucapan Revan. "Kayaknya lo udah baikan, deh. Sia-sia gue bawa Rendi kesini."
"Biar gue periksa dulu, lah. Udah terlanjur kesini juga." Rendi menarik tangan Revan untuk masuk ke kamarnya.
Tinggal Eliza dan Steven berada di ruang tamu. Steven segera menanyai Eliza.
"Tadi dia bilang apa aja, El?"
"Ya dia tanya, aku hamil sama siapa? Kok bisa?" Eliza menirukan ucapan Revan.
"Bapak gila emang." Steven menggeleng keheranan.
"Gue denger, ya!" Revan berteriak dari dalam kamar.
"Ya emang lo gila, Van. Pake nanya lagi, istri lo hamil sama siapa. Emang pas lagi investasi lo nggak sadar apa? Gue, kalau digituin, pasti langsung minta cerai."
"Nggak usah ngomporin! Nggak usah ikut campur juga! Lo nggak diajak!" Revan berteriak lagi. Membuat Rendi geleng-geleng kepala. Kok ada orang sakit seperti ini? Tidak ada 'melas-melasnya' sama sekali. Padahal baru saja pingsan.
"Jelas urusan gue lah. Tadi aja lo nuduh gue selingkuh sama Eliza. Untung gue baik, kalau enggak, gue kirim surat somasi lo!" Steven tidak mau kalah.
Setelah beberapa saat, Revan dan Rendi keluar dari kamar.
"Dia kenapa, Ren. Darah tinggi? Asam urat?" tanya Steven sambil tersenyum jahil.
"Cuma kecapean. Udah gue kasih vitamin kok. Tinggal diminum rutin aja, sama banyakin istirahat." Pesan Rendi.
"Periksa sekalian istri gue." Perintah Revan.
"Gue bukan dokter kandungan, Van. Bawa aja ke klinik istri gue. Masih buka kayaknya." Rendi memeriksa arlojinya. "Ya udah, gue balik. Baik-baik sama istri lo, Van. Jaga bicara. Orang hamil jangan dibikin stres, nanti anak lo ikutan stres juga."
Setelah Rendi dan Steven pergi, tinggal Revan dan Eliza berdua di kamar tamu. Revan mendekati Eliza dan meraih tangannya.
"Kita harus bicara."
Eliza langsung menarik tangannya dan menangis tersedu-sedu.
"Nggak, Mas. Jangan suruh aku gugurin kandungan."
"Eh, siapa yang ngomong gitu?"
***
Maaf kalau Saia jarang update yagesya ....
Maklum akhir-akhir ini lagi sibuk, sibuk ngabisin kue lebaran maksudnya hehe ....
Insyaallah cerita ini bakal tamat kok, tenang aja, Saia ini author yang bertanggung jawab 🤣 nggak pernah ada cerita yang terbengkalai.
![](https://img.wattpad.com/cover/334557021-288-k454606.jpg)