68

909 61 11
                                    

"Jujur sama Nenek! Apa alasannya kamu bilang nggak cocok? Dari tadi Nenek lihat kalian cocok banget kok, ketawa-ketawa."

Mutia sontak mencak-mencak, ketika Kiera memberitahu kalau perjodohannya dan Bramasta tidak bisa dilanjutkan.

"Dia masih belum bisa move on dari pacarnya, Nek. Tipe dia bukan yang seumuran, dia suka yang tua-tua, yang vintage, kolektor barang antik dia 'tuh."

"Nggak. Nenek nggak mau tau! Tahun ini juga kamu harus nikah. Nenek nggak mau dilabrak istri orang lagi!"

"Namanya juga belum jodoh, Nek. Masa iya mau dipaksa. Daripada diterusin, ujung-ujungnya aku yang nggak bahagia." Kiera menjawab lagi.

"Kalau nggak bisa sama Bramasta, nanti Nenek carikan jodoh yang lain." Mutia menyudahi perdebatannya dengan Kiera, perempuan tua itu masuk kamar untuk menenangkan diri.

"Lo, sih, Ki. Udah bener-bener kuliah, malah pacaran sama suami orang. Gini 'kan jadinya. Terus sekarang rencana lo apa? Kuliah di-DO, batal kawin juga. Surem amat masa depan lo." Steven yang sedang duduk di karpet sambil makan kue sisa di piring, mengomentari Kiera.

"Gue mau bikin salon aja, siapa tau Abang mau modalin."

"Salon apa? Kayak salon si Atun itu, ya? Yang di sinetron Si Doel."

"Atun siapa sih, Bang? Gue generasi milenial mana pernah nonton sinetron kayak gitu!" Kiera berpikir sesaat, kemudian duduk di samping Steven.

"Gimana kalau kita kerjasama, Bang? Lo mau 'kan investasi di salon gue?"

"Nggak, ah. Gue nggak mau terjebak investasi bodong. Lo 'kan nggak ada pengalaman kelola bisnis. Yang ada duit gue nggak balik."

"Gue janji bakal balikin duit lo. Kalau sampai gue nggak bisa bayar, gue mau dinikahin lo." Kiera asal bicara karena saking putus asanya.

"Gila lo, Ki. Bayar utang pakai nikah. Lagian lo bukan tipe gue, Munaroh."

"Memang tipe lo yang kayak gimana? Yang seperti Atun, ya?"

"Sembarangan. Tipe gue kriterianya banyak, lo nggak masuk satupun. Salah satunya yang berwawasan, bukan yang hobinya nonton acara rumah Uya kayak lo. Jangan mimpi jadi istri gue."

"Jangan ngeremehin gue, Bang. Jodoh orang siapa yang tau. Sekarang lo nolak, siapa tau besok lo malah bucin sama gue."

"Nggak mungkin. Tipe gue cewek tinggi, bukan yang pendek kayak botol Yakult. Gue suka cewek natural, bukan yang bedaknya tebel kayak semen putih gini." Steven mencolek pipi Kiera, kemudian mengibaskannya. "Intinya lo terlalu estetik buat gue. Maaf gue nggak bisa."

"Kalau nenek yang minta, lo pasti bisa 'kan?" tanya Kiera sambil melirik ke arah kamar nenek.

"Kenapa malah bawa-bawa nenek? Kenapa malah gue yang jadi tumbal buat nikahin lo?" Steven kaget mendengar pertanyaan Keira.

"Nggak usah belagu, Bang. Lo dapetin gue itu anugerah, secara gue masih muda banget, dan lo udah bangkotan."

"Lo bilang apa tadi?"

"Bangkotan. Tampang standar aja belagu. Gue sumpahin lo nyebur ke empang, yang ada jamban aktifnya!" Kiera meninggalkan Steven yang masih melongo.

"Yang kayak gitu mau jadi istri gue?" Steven tak habis pikir dengan ide Kiera.

Mutia keluar kamar tiba-tiba, kemudian duduk di depan Steven.

"Steve, nenek boleh minta tolong?"

Perasaan Steven langsung tidak enak mendengar ucapan Mutia.

"Minta tolong apa, Nek? Gulung karpet ya?"

Mutia menggeleng, kemudian menghela nafas dalam. "Kamu mau 'kan jadi suaminya Kiera?"

"Kok jadi saya?"

***

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang