"Pasti kamu sengaja kan? Tadi malam ngajak aku begituan, supaya aku telat." Revan terburu-buru memakai kemejanya sambil memarahi Eliza.
"Kok kamu malah nuduh aku, sih, Mas? Begituan apa coba? Cuma nemenin nonton drakor aja kok." Eliza membela diri sambil membantu Revan memakai dasi.
"Udah tau aku udah harus sampai di bandara jam enam, malah diajak begadang."
"Aku nggak pernah ngajak, ya. Kamu sendiri yang ketagihan nonton Gangnam Beauty, terus marathon deh sampai jam dua. Kenapa jadi aku terus yang salah, sih? Orang hamil malah dimarahin terus."
"Karena aku nggak seneng. Mata kamu kalau lihat si Cha Kang Kung itu, melotot kayak mau lepas."
"Bisa-bisanya Cha Eun Woo berubah jadi Cha Kang Kung. Aku nggak terima ya, Mas!"
"Apa? Memangnya dia yang nafkahin kamu? Kamu hidup aja dia nggak tau kok. Jelas-jelas aku suami kamu, malah belain laki-laki lain."
"Bukan belain. Apa salahnya lihat yang bagus-bagus, siapa tau anak kita jadi ikutan ganteng?" Eliza tidak mau kalah.
"Jangan coba-coba, ya. Mana bisa papanya lokal, anaknya jadi oriental? Itu namanya menentang teori evolusi."
Revan malah asyik berdebat dengan istrinya, padahal ia harus buru-buru pergi ke bandara.
"Banyakin zinah mata. Mau, nanti di akhirat mata kamu ditusuk pakai tusukan pentol?" sindir Revan. Ngakunya atheis, tapi masih percaya akhirat.
Eliza hanya diam. Ia tau, ia memang salah. Padahal dia juga cemburu kalau Revan kebetulan melihat cewek cantik goyang di beranda tik toknya. Pernah juga bertengkar gara-gara masalah sepele itu.
"Aku nggak follow dia, El. Mana aku tau kalau dia lewat di beranda. Kan kamu yang download aplikasinya di ponsel aku, waktu itu kamu mau belanja kan? Aku periksa ini aplikasi apa? Mau aku hapus. Daripada menuh-menuhin memori kan? Pas lihat ada cewek joget-joget itu, langsung aku scroll kok. Nggak suka aku liat gituan. Buang-buang waktu aja. Mending aku kerja lah ...."
"Alasan!"
"Nggak percaya ya udah. Jangan percaya selain Allah. Musyrik itu namanya. Udah bapaknya atheis, ibunya musyrik pula. Kasihan anak kita!"
***
Eliza tersadar dari lamunannya, ia melihat Revan sudah siap dengan kopernya.
"Dipikir kamu aja yang bisa cemburu? Aku juga bisa. Jangan egois, mentang-mentang perempuan selalu benar. Pikir baik-baik."
Eliza merasa tidak enak karena bertengkar dengan suaminya, padahal sebentar lagi Revan akan pergi dalam waktu yang lama.
"Mas, maafin aku, ya." Eliza mencium tangan Revan.
"Ya udah, maafin aku juga."
Revan tidak memperpanjang masalah, karena ia sedang diburu waktu. Eliza mengantar kepergian Revan hingga masuk ke taksi sewaan.
"Baik-baik di rumah. Jangan kebanyakan nonton si Cha Kang Kung," pesan Revan.
Eliza malu karena didengar sopir taksi, ia menjawab sambil cemberut. "Iya-iya!"
Eliza menatap kepergian taksi yang membawa suaminya, hingga taksi itu menghilang di perempatan.
"Semoga mas Revan selamat sampai tujuan." Eliza memegang dadanya. Entah mengapa, mendadak perasaannya menjadi tidak enak.
"Pasti cuma karena hormon kehamilan." Eliza menghibur diri.
***
"Pak, bisa cepat sedikit. Saya harus buru-buru sampai di bandara." Revan berkata dengan panik, sambil berkali-kali memeriksa jam tangannya.
