"Lo mau meeting di luar 'kan?" Revan mencegat Steven yang kebetulan lewat di depan ruangannya, Revan kebetulan melihat bayangan Steven dari dinding kaca.
"Iya. Meeting sama Pak Renaldi PT. Gunung Kembar 'kan?"
"Twins Mountain." Revan mengoreksi.
"Iya. Gunung kembar 'kan?" Steven tak mau kalah.
"Iya, tapi kan nggak enak didengar."
"To the point aja deh, sebenarnya lo mau bicara apa, sih? Buruan deh. Gue mau telat ini." Steven memeriksa jam tangan.
"Ntar, kalau balik meeting ... gue titip ...." Revan tampak ragu meneruskan ucapannya.
"Titip apa? Cepet dikit dong."
"Titip ikan warna-warni."
"Hah? Salmon?"
"Bukan."
Steven tampak berpikir lagi. "Lele? Bukannya lo nggak suka lele? Kata lo jorok."
Revan menggeleng cepat. "Bukan ikan buat dikonsumsi. Ini ikan buat dipelihara. Ikan warna-warni. Ngerti kan, ya?"
Steven menghela nafas, ia baru paham. Ini pasti untuk Eliza.
"Ikan jenisnya banyak. Kalau ngasih tugas yang spesifik."
"Terserah ikan apa aja. Yang penting, kecil, lucu dan warna-warni. Beli sekalian akuariumnya ya," pesan Revan.
"Ya udah. Tapi gue balik kantor agak telat nggak papa 'kan?"
"Iya, santai aja. Oh, ya ... bilang ke yang jual, kalau bisa ikannya yang tahan banting."
"Dikira ember."
"Yang nggak cepet mati maksudnya. Yang perawatannya mudah. Nggak gampang stress." Revan menambahkan.
"Itu, sih ... tergantung yang rawat. Perasaan semua hewan bakalan stress kalau lo yang pelihara. Lo kan jahat sama mahkluk hidup, sama manusia aja jahat, apalagi hewan." Steven menggerutu sambil berlalu dari hadapan Revan.
***
"Assalamualaikum!" Steven pulang ke rumah dengan wajah ceria. Membuat Kiera bertanya-tanya. Ada apa gerangan?
"Muka lo kenapa, Bang? Kelihatan girang banget? Dapat gratis ongkir dari sopi, ya?" sambut Kiera.
"Muka gue biasa aja. Dari kemarin udah ganteng kok." Steven menjawab santai.
"Agak beda, sih. Kelihatan lebih bersinar kayak matahari di Teletubbies."
"Bisa aja lo."
"Kasih tau kenapa, Bang! Gue kepo banget, nih."
"Yang seharusnya seneng itu lo, Ki. Gue punya hadiah buat lo. "
"Dalam rangka?"
"Peringatan tiga bulan jadi istri gue. Selamat! Lo udah melewati setengah semester pernikahan kita."
"Lebay, lo! Mana hadiahnya? Awas kalau nggak mahal. Gue buang!"
Kiera mengikuti Steven yang berjalan ke mobil. "Ini pasti lo seneng banget. Bakal terimakasih-terimakasih ke gue. Yakin gue."
Kiera hanya mencibir mendengar ucapan Steven. Benar saja, saat Steven menunjukkan hadiah yang dimaksud, mulut julid Kiera otomatis berkomentar.
"Ini yang katanya hadiah istimewa? Lo pikir gue anak SD?"
Steven menggaruk pelipisnya, rekasi Kiera jauh di luar prediksinya. Padahal menurut cerita Revan, Eliza sangat senang melihat ikan warna-warni pilihannya. Sama-sama perempuan, kenapa mereka beda banget, ya?
"Ini ikannya lucu loh, Ki. Bisa nyala-nyala. Eliza aja suka."
"Gue beda sama dia. Seharusnya kalau ngasih hadiah itu yang niat kek. Tas kek, sepatu kek. Ikan gini mah, buat apa?"
"Kan lumayan bisa jadi temen di rumah. Biar lo nggak kesepian."
"Nambah kerjaan iya! Dipikir gue mermaid temenan sama ikan!" Kiera cemberut.
"Pelihara ikan nggak susah kok. Tinggal kasih makan aja."
"Nambahin beban idup gue aja. Sama manusia aja gue nggak suka, apalagi hewan. Udah, deh. Kasih kucing aja." Kiera berjalan masuk ke kamarnya.
Steven hanya bisa menggeleng pasrah melihat kelakuan istrinya. Nggak ada bersyukurnya sama sekali. Setidaknya pura-pura excited kan bisa? Nggak menghargai banget kesannya.
"Tenang aja. Kalian nggak usah khawatir. Papa yang akan bertanggung jawab atas hidup kalian. Mama kalian sebenernya baik kok. Kalian yang sabar, ya?" Steven berbicara kepada ikan yang masih ada di kantong plastik.
Tadi saat membelikan ikan untuk Eliza, Steven kepikiran juga untuk membeli untuk Kiera juga. Dia pikir Kiera akan senang dengan tindakannya yang menurutnya so sweet.
Tapi realita tidak sesuai ekspektasi, Steven lupa, kalau istrinya jenis manusia yang unik. Kalau manusia diciptakan dari tanah, mungkin Kiera ini diciptakan dari tanah sengketa.
Di dalam kamar, Kiera terus saja mengeluh. "Punya suami gini amat? Sekalinya ngasih kejutan, malah ikan. Cincin kek, yang berliannya segede permen fox. Rugi banget gue dinikahin sama dia. Apa dia gue refund aja, ya?"
Kiera keluar kamar, ia melihat Steven masih sibuk dengan ikan-ikannya. Kiera malah semakin benci. Menurutnya sikap Steven sangat kekanakan.
"Daripada sibuk ngurus ikan, mending anter gue reuni."
"Gue capek." Steven masih gondok.
"Ya udah, gue minta jemput aja sama si Hansen." Kiera bersiap mengambil ponselnya.
"Hansen yang mana?" Steven tidak terima dengan ucapan Kiera.
"Hansen yang mana aja, asal gue sampai dengan selamat di tempat reuni. Daripada ngarep dianter suami yang nggak peka." Kiera masuk kamar dengan diikuti Steven.
"Reuni gitu apa pentingnya, sih?"
"Penting lah. Gue suntuk di rumah terus. Kan lumayan ketemu teman lama, siapa tau bisa CLBK." Kiera sengaja memanasi Steven.
"Nggak gue ijinin."
"Gue juga nggak perlu surat jalan dari lo." Kiera membantah.
"Di sini gue sebagai suami, lo harus patuh sama gue. Dipikir nggak dosa apa, pergi tanpa ijin suami?"
"Ya udah, sih. Tinggal istighfar, ntar juga kehapus itu dosa." Kiera menjawab enteng.
"Oke. Gue anter."
"Kalau nggak ikhlas mending nggak usah." Kiera sudah tidak mood mengajak Steven.
"Gue anter. Daripada lo pergi sama si Hansen plast itu."
Steven segera berganti pakaian di kamar mandi, Kiera meneriakinya.
"Dandan yang cakep! Awas jangan malu-maluin gue, ya!"
***
Mama sama papa pergi reunian dulu, ya 😁 adek baik-baik di rumah sama suster☺️