63

916 54 3
                                    

"Bu, hari ini masak apa ya enaknya?" tanya Titin sok akrab, saat Revan sudah berangkat kerja.

"Masak aja apa yang ada di kulkas. Saya belum belanja. Lagian kalau malam suami saya jarang makan. Udah makan di kantor soalnya." Eliza menjawab datar.

"Ya udah, nggak usah masak aja ya, Bu?" Titin refleks bertanya dengan wajah yang terlihat kecewa.

"Sebenarnya kamu mau masak buat siapa? Buat suami saya aja? Terus, saya nggak perlu makan, gitu?" Eliza sengaja menyindir Titin.

"Eh, bukan begitu maksud saya, Bu." Titin buru-buru meralat ucapannya.

"Saya tau, bukan saya yang gaji kamu di rumah ini. Tapi saya kasih tau, tujuan suami saya nerima kamu di rumah ini, adalah untuk bantu-bantu saya. Karena saya lagi hamil. Kalau enggak, kehadiran kamu di rumah ini nggak diperlukan lagi." Eliza berjalan ke kamar, meninggalkan Titin sendiri di dapur.

Titin memutuskan untuk memasak cap cay dan juga ayam goreng tepung, hanya ada bahan-bahan itu di kulkas.

Tak disangka, Revan pulang lebih cepat. Membuat wajah Titin berbinar ketika melihat kedatangannya.

"Istri saya mana, Tin?" tanya Revan saat Titin membuka pintu.

Titin kurang senang mendengar pertanyaan Revan, baru pulang kerja udah nyari istrinya, bucin banget, sih!

"Ibu ada di kamar, Pak. Dari siang tiduran terus." Titin mengadu.

"Siapa bilang aku tidur?" Eliza keluar kamar tiba-tiba. Seketika Titin jadi bungkam.

"Kamu sakit, Sayang?" Revan menempelkan tangannya di dahi Eliza, ekspresinya tampak khawatir. Titin melihatnya dengan muak.

"Kalau bicara jangan sembarangan, ya, Tin. Seharian saya di kamar baca buku. Bukan tidur." Eliza menatap tajam ke arah Titin.

"Maaf, Bu." Titin menunduk.

"Kamu udah makan, Sayang?" tanya Revan perhatian.

Eliza menggeleng pelan. "Belum, bahkan sejak siang."

Revan terkejut mendengar pengakuan istrinya. "Kenapa belum makan?"

Revan menatap ke arah Titin. "Kamu masak kan, Tin?"

"Ma-masak, Pak." Titin menjawab gelagapan. "Tadi saya masak cap cay sama ayam goreng tepung."

"Wah, kayaknya enak 'tuh. Makan yuk, Sayang. Aku temenin." Revan menggiring istrinya ke meja makan. Sementara Titin dengan sigap menyiapkan masakannya.

"Tumben kamu makan malam, Mas?" tanya Eliza curiga. "Biasanya, kalau malam, kamu jarang makan di rumah?"

"Sebenarnya aku udah makan, sih. Aku cuma mau nemenin kamu aja kok." Revan menjawab santai sambil mencoba makanan buatan Titin.

"Wah, enak ini. Kerja bagus, Tin." Revan terang-terangan memuji Titin. Membuat Eliza seketika cemberut. Eliza bangkit dari duduknya, kemudian masuk kamar.

"Lho, kenapa, Sayang?" Revan kebingungan melihat gelagat istrinya.

Saat Revan ingin menyusul istrinya ke kamar, Titin mencegahnya.

"Dimakan dulu nasinya, Pak. Nanti keburu dingin."

"Nanti aja, Tin. Saya mau nyusul istri saya dulu. Jangan-jangan dia kenapa-napa."

"Ibu nggak kenapa-kenapa, Pak. Paling cuma mau ke toilet. Bapak lanjutkan aja makannya. Nanti mubasir nasinya. Saya masaknya capek loh, Pak."

Akhirnya Revan menuruti saran Titin, dia makan dengan cepat, kemudian bergegas menyusul istrinya.

Tampak Eliza yang sedang duduk di depan jendela, sambil menatap keluar.

"Sayang, kamu nggak makan?" Revan mendekati istrinya, kemudian duduk di sampingnya.

"Kamu nggak pernah muji masakan aku loh, Mas." Eliza menjawab tidak nyambung.

Revan mulai mengerti, kenapa istrinya tiba-tiba ngambek.

"Orang tadi aku asal bicara aja kok. Aslinya, masakan si Titin itu b aja. Enakan masakan kamu."

"Bohong."

"Beneran."

"Kok kamu tadi nggak langsung nyusulin aku? Malah enak-enak makan masakan dia?" tanya Eliza lagi.

"Udah terlanjur aku kuahin nasinya, Sayang. Kalau nggak keburu dimakan, nanti jadi benyek. Nggak kemakan malah jadi mubasir, kan mubasir temennya setan."

"Alasan!"

"Ya udah, maafin aku, ya. Lain kali aku nggak akan muji masakan dia lagi."

"Kamu juga jangan makan masakan dia! Biar aku aja yang masak buat kamu," imbuh Eliza.

"Tapi kan ...."

"Iyain aja, Mas!"

"Iya-iya, terserah kamu aja. Aku takutnya kamu capek. Sekarang makan, ya. Kasihan nanti dedek bayinya." Revan berusaha membujuk istrinya lagi.

Akhirnya Eliza bersedia keluar kamar, saat itu Titin sedang sibuk membereskan meja.

"Siapkan makanan buat ibu, Tin," perintah Revan.

"Loh, mejanya sudah saya bereskan, Pak."

"Mas, aku mau makan di luar aja, sekalian nonton." Eliza sengaja merajuk dengan manja. "Boleh kan, Mas?"

"Boleh dong, Sayang. Sekarang kamu ganti baju dulu, ya. Aku mau mandi sebentar."

"Jangan lama ya, Mas?" Eliza melirik ke arah Titin dengan senyuman penuh kemenangan.

Tidak seberapa lama, Revan sudah selesai mandi. Pria itu mengenakan kaos santai dan juga celana jins. Rambutnya terlihat basah karena habis keramas. Titin terkesima melihat penampilan Revan yang menurutnya jadi lebih ganteng, daripada saat mengenakan kemeja kerja.

(Aneh lu, Tin. Dimana-mana cowok pakai kemeja, lebih berdamage tau 🤣)

"Tin, kamu jaga rumah, ya." Revan berpesan sebelum pergi. Pria itu menggandeng tangan istrinya dengan mesra.

"Iya, Pak."

Titin hanya mengiyakan, sambil menatap kepergian kedua majikannya dengan pandangan penuh kedengkian. Titin sakit hati melihat kemesraan majikannya. Rupanya Titin sudah jatuh cinta kepada Revan sejak pandangan pertama.

"Jangan panggil namaku Titin, kalau aku tidak bisa merebut pak Revan!"

***
Terus lu mau dipanggil apa, Maemunah? Udah bener lu dipanggil Tin, masa mau dipanggil Tit? 🤣

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang