106

581 29 4
                                    

Kiera mulai curiga dengan hubungan Steven dan Mirna yang semakin dekat. Mereka sering kepergok jogging berdua. Bahkan berangkat kerja bersama. Dengan alasan, Steven tidak enak menolak permintaan Mirna untuk nebeng.

"Kalian janjian, ya?" tuduh Kiera, saat untuk kesekian kali melihat Steven jogging bareng dengan Mirna. Sampai depan rumah, Mirna segera melipir masuk ke rumahnya, tanpa menyapa Kiera. Sepertinya perempuan itu sakit hati karena Kiera selalu saja memanggilnya Marni.

"Jangan nuduh sembarangan. Orang kami kebetulan ketemu di taman kok." Steven berkilah.

"Kebetulan kok setiap hari? Kebetulan, apa dibetul-betulin?" Kiera masih saja tidak percaya dengan penjelasan Steven.

"Gue nggak bohong, Ki. Percaya syukur. Nggak percaya ya terserah." Steven berjalan ke dapur untuk mengambil air putih, Kiera terus saja mengikutinya dari belakang.

"Memangnya dia nggak masak? Nggak mandiin anaknya? Ibu macam apa itu? Pagi-pagi udah keluyuran aja. Biasanya ibu-ibu yang bener itu, pagi gini udah rempong ngurus anak. Ntar kalau mau telat aja, nebeng ke suami orang. Bukannya apa, gue risih digosipin sama-sama orang-orang. Suami saban hari jalan sama janda, kok gue diam aja."

Kiera curhat panjang lebar. Kiera kesal karena pakaian Mirna baginya tidak ada yang benar. Dasar janda gatal! Pagi-pagi bukannya masak nasi, malah lari keliling komplek pakai legging. Pantatnya yang bulat itu bergerak-gerak atraktif, mengundang pelototan bapak-bapak komplek sini.

"Nggak ada yang bergosip. Lo aja kali." Steven tidak percaya dengan ucapan Kiera.

"Ya udah, terserah. Gue nggak tanggung jawab kalau Abang sampai diusir dari komplek sini." Kiera masuk kamar dengan kesal.

Steven hanya tersenyum melihat kelakuan absurd istrinya di pagi hari. "Cemburu bilang."

***

Beberapa hari ini Kiera terus saja menghindari Steven, malas bicara dengan pria itu. Lama-lama Steven mulai merasa ada yang janggal dengan istrinya.

"Ki, nanti malem gue ada reuni sama temen kuliah. Lo mau ikut? Kalau nggak mau ikut, gue mau ngajak Mirna."

Kiera sontak marah mendengar ucapan Steven. "Lo niat nggak, sih, ngajak gue. Kan gue belum jawab. Kok lo mau ngajak si Marni aja?"

"Kan biasanya lo paling males gue ajak pergi-pergi. Kondangan aja, gue selalu sendiri." Steven membela diri.

"Ya udah, ngapain juga lo nanya ke gue? Pergi aja sana sama si Marni. Kayaknya lo udah ngebet banget pingin jalan sama dia." Kiera berkata dengan nada sengit.

"Lo nggak papa?" tanya Steven khawatir.

Pakai nanya lagi, Jamal! Jelas gue kenapa-napa lah. Masalahnya, ini laki gue mau jalan ngajak janda depan rumah! Kiera memaki dalam hati.

"Ki? Beneran lo nggak papa?" Steven memastikan sekali lagi. Karena dari tadi Kiera cuma diam saja. Steven menggoyangkan tangan di depan muka Kiera.

"Iya-iya, gue nggak papa!" Dengan kesal Kiera menghempaskan tangan Steven.

"Tapi ...." Kiera tak meneruskan kata-katanya.

"Tapi apa, Ki?" tanya Steven penasaran.

"Tapi ... bawain gue martabak! Dua! Awas kalau lupa! Gue konci pintunya!" Kiera marah-marah sambil mendorong Steven keluar pintu kamarnya, kemudian menguncinya.

Steven berdiri kebingungan di depan pintu. Kemudian ia memberanikan diri mengetuk pintu.

"Ki, buka pintunya. Gue ... gue mau ganti baju."

Dibalik pintu, Kiera tiba-tiba menangis. Tidak tau karena apa. Mungkin lagi cengeng karena sebentar lagi datang bulan.

"Mata sialan! Kenapa lo pakai acara nangis segala, sih? Gue colok juga lo!" Kiera berusaha menyusut air matanya dengan kasar.

Sementara di luar, Steven terus saja mengetuk pintu. "Ki, buka pintunya! Gue mau ambil baju sama kunci mobil."

Tangis Kiera semakin menjadi. "Dasar suami belangsak. Bukannya peka, lo itu pea! Ngapain juga nangis buat laki-laki tolol kayak lo! Nenek gue mati aja gue belum tentu nangis. Giliran lo mau jalan sama si janda, air mata gue udah bercucuran kayak gini. Kenapa sama gue? Gue nggak suka kayak gini!" Kiera berbicara sendiri sambil menjambak rambutnya.

"Ki, lo kenapa? Jawab! Kalau enggak, gue dobrak pintunya."

Kiera berasa badannya tiba-tiba terdorong. Ia jatuh tersungkur di lantai.

"Ki, lo nggak papa?"

Dengan panik Steven menghampiri Kiera yang bersujud di lantai. Steven membantu Kiera berdiri, tapi tangannya segera ditampik.

"Maaf, gue nggak sengaja. Lagian lo kenapa pakai acara ngejogrok di belakang pintu?"

Kiera berjalan ke ranjang dengan terhuyung. Dengan sigap Steven menggendongnya. "Nggak usah sok baik! Sebenarnya lo sengaja 'kan? Dasar sikopet!"

Kiera berteriak-teriak saat Steven memaksa menggendongnya, kemudian meletakkannya di ranjang. "Mana yang sakit? Sini gue tiup."

"Nggak usah! Dikira dengkul gue kue ulangtahun apa?"

"Sini lihat sebentar? Siapa tau keseleo." Steven memaksa untuk memeriksa kaki Kiera. "Lecet. Gue nggak nyangka bisa separah ini."

Steven berjalan ke arah lemari untuk mengambil kotak obat. Kemudian mengoleskan minyak tawon ke dengkul Kiera.

"Maaf, Ki. Beneran gue nggak sengaja." Sekali lagi Steven meminta maaf.

"Alah. Aslinya lo seneng 'kan? Liat dengkul gue lecet? Liat aja, gue laporin ke KPAI!" Kiera mengancam.

"Apa hubungannya, Ki?"

"Maksudnya gue laporin ke Kak Seto." Kiera meralat ucapannya.

"Kak Seto kerjanya ngurusin anak-anak. Lo anak-anak bukan?" Steven tertawa meremehkan.

"Ya udah, gue laporin polisi! Gue mau minta di visum. Biar lo dipenjara di Nusakambangan!" Kiera berteriak kesal sambil memukuli Steven dengan bantal. "Belum setahun berumahtangga, gue udah dibikin babak belur. Huhu ... mama, papa ... lihatlah anakmu yang malang ini! Ceraikan aku, Mas ... caraikan aku!" Kiera menirukan adegan sinetron di Indosiar.

Steven memutar mata melihat tingkah istrinya. "Nggak usah lebay. Ayo kita ke klinik. Biar dengkul lo bisa dirontgen. Siapa tau butuh diamputasi juga."

"Tega kamu, Mas! Tega! Aku jijik ...." Kiera semakin menjadi, terlalu mendalami peran. Menirukan dialog Laudya Cintya Bella di film.

"Nggak usah drama-drama lagi, Ki. Ini jadi ke rumah sakit apa nggak? Kalau iya, biar gue batalin janji gue sama Mirna."

"Ya udah, berangkat aja sana! Kasian si Marni, udah capek-capek dandan, malah nggak jadi pergi." Kiera mengusir Steven. Kemudian berbaring membelakangi pria itu.

Kalau sampai dia berangkat, gue bakal angkat kaki dari rumah ini. Buat apa gue setia sama suami kayak dia. Gue juga bisa nakal! Gue bakal kabur sama mantan gue yang bandar narkoba itu! Kiera bicara dalam hati.

Steven tampak ragu untuk pergi. Apalagi keliatan Kiera masih marah padanya.

"Gue nggak jadi pergi." Steven duduk di sisi ranjang kemudian memijit kaki Kiera. Perempuan itu masih diam, seolah tak peduli.

"Ki, gue nggak jadi pergi lho. Lo seneng 'kan?"

"Bodo!" Kiera menjawab ketus. Padahal dalam hati senang, karena Steven lebih memilih dirinya ketimbang si Marni.

***

Kayaknya si Kiera udah mulai naksir sama si Steven. Sayangnya si Steven udah terpikat sama si Marni, upsie .... 🤭

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang