BAB 11

104 22 8
                                    

"Kamu masih kuat berjalan sampai Namche Bazaar?" Franz menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Yoona. "Kita masih setengah perjalanan. Kalau tidak kuat, kamu bisa menyewa kuda."

"Kuda? Di sini bisa sewa muda?" Yoona mengerjap tak percaya. Sejak tiba di Lukla, ia belum pernah melihat orang menunggang kuda. Yang ia temui hanya selusin rombongan yak.

"Bisa. Tapi tarifnya cukup mahal. Sekitar 150-200 dollar atau lebih. Tergantung jauh-dekatnya tempat yang kita tuju." Franz menyambung rokoknya yang kedua.

Yoona langsung membuang opsi menyewa kuda. 150 dollar sangat berarti untuknya. Kalau dikonversikan ke dalam won, ia harus merogoh lebih dari seratus lima puluh ribu hanya untuk sekali perjalanan naik kuda. Sebelum berangkat ke Nepal, pamannya memang sudah membekalinya dengan uang saku yang lebih dari cukup untuk bertahan di negeri orang. Tapi itu bukan berarti ia berhak untuk membuang-buang uang pamannya.

Yoona kembali memandangi Taehyung dan Meylin yang sedang memesan makanan masing-masing. Untuk ukuran seorang perempuan, Meylin sangat tinggi, kepalanya hampir menyentuh telinga Taehyung, padahal Taehyung sendiri terbilang jangkung untuk seorang laki-laki. Jika diperhatikan, wajah Meylin ternyata cukup manis. Rambut hitam panjangnya sangat lurus dan berkilat. Kulitnya seputih batu pualam. Hidungnya kecil, bibirnya tipis, dan kedua mata sipit yang bersembunyi di balik kacamata berbentuk bulat itu menambah kesan imut pada dirinya. Meylin mengingatkan Yoona akan sosok aktris Tionghoa yang pernah ia tonton filmnya. Sayang sekali ia tak ingat nama bintang film tersebut.

Meylin sendiri tiba-tiba saja terlihat sangat akrab dengan Taehyung. Selain memilih untuk duduk berdekatan, gadis itu selalu tampak sumringah setiap kali mengobrol dengan si ganteng Taehyung.

Yoona cuma bisa diam menikmati bubur dan sup tomatnya tanpa berusaha untuk menggubris obrolan Taehyung dengan Meylin. Sungguh suatu perpaduan menu yang salah. Pikir Yoona mencicipi makanannya. Rasa asam sup tomat sungguh tidak cocok disatukan dengan rasa hambar bubur ayam yang berbau rempah tajam itu.

Sambil mengobrol dengan Meylin, Taehyung ikut menyendok sup tomat milik Yoona. Yoona tidak keberatan sama sekali makan siangnya dibajak oleh Taehyung. Satu hal yang ia pelajari di Himalaya adalah porsi makanan di sana ukurannya dua kali lipat lebih banyak daripada yang biasa disajikan di restoran-restoran Korea. Entah karena kebanyakan turis Everest adalah orang bule yang ukuran perutnya sama seperti tanki bahan bakar pesawat jumbo atau karena para pemilik kedai tahu tamu-tamu mereka membutuhkan banyak sekali kalori dan nutrisi untuk naik-turun gunung. Lain kali Yoona akan mengajak Taehyung untuk patungan makanan juga. Perutnya yang mungil tidak pernah sanggup untuk menghabiskan porsi makanan ala Everest.

"Kalian sudah berapa lama pacaran?" Tanya Franz yang menyadari air muka Yoona berubah masam sejak kedatangan Meylin.

"Heh? Siapa?" Yoona mengangkat muka. Ia tak yakin Franz bertanya pada dirinya atau kepada Taehyung.

"Kamu dan Taehyung. Sudah berapa lama kalian bersama?"

"Tiga----"

"----Tiga tahun?" Franz meneguk botol minuman energi yang barusan ia ambil dari peti pendingin. "Lama juga, ya. Kalian beruntung bisa awet berpacaran. Kalau aku," ia menggeleng, "tidak pernah berpacaran lebih dari tiga bulan."

"Kalau tiga bulan sih bukan pacaran namanya, tapi uji coba mesin mobil." Taehyung menyeletuk.

Franz tertawa. Ia mengangkat dagu ke arah Meylin, "kamu punya pacar yang menunggumu di rumah?"

Meylin spontan menggeleng, "aku belum pernah pacaran."

Franz, Taehyung, dan Yoona kompak menatap Meylin secara bersamaan seolah sama-sama berpikir kalau jawaban Meylin barusan pasti bohong.

"Masa tidak pernah punya pacar?" Franz mengerutkan bibirnya.

"Orangtuaku tidak memperbolehkanku untuk pacaran." Jawab Meylin sambil memotret spring roll sayuran miliknya. Gadis itu tipikal orang yang gemar mengabadikan setiap momen yang terjadi, termasuk bentuk makanan yang ia pesan.

"Astaga. Zaman sekarang masih ada orangtua sekolot itu?" Franz semakin tidak mengerti pola pikir orang Asia.

Meylin mengangkat bahu. "Orangtua kalian tidak keberatan kalian pergi berduaan ke Everest?" Pertanyaan itu ia ajukan kepada Taehyung dan Yoona walaupun Yoona yakin Meylin hanya berminat untuk menanyai Taehyung, dan bukan dirinya.

"Tidak sama sekali." Taehyung menegak soda milik Yoona. "Mereka percaya pada kami sepenuhnya."

Pintar sekali si Taehyung berdusta! Pikir Yoona sambil menelan buburnya.

Setelah beristirahat selama satu jam, Bhisnu tiba-tiba muncul dan mengingatkan jika mereka tidak berangkat sekarang, mereka baru akan tiba di Namche Bazaar setelah matahari tenggelam. Hari yang gelap merupakan musuh para pendaki.

Franz, Taehyung, dan Yoona cepat-cepat bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan mereka.

"Meylin, kamu ikut kami?" Franz berinisiatif untuk mengajak Meylin bergabung dengan rombongan mereka.

"Kalian mau ke Namche Bazaar, kan?" Meylin menggendong ranselnya yang tidak seberapa besar.

"Ya, pemberhentian kami berikutnya adalah Namche."

"Aku akan ikut kalian kalau begitu."

"Aku mau bayar makananku dulu." Yoona merogoh ke dalam tas pinggangnya.

"Sudah kubayar semuanya." Sergah Taehyung.

"Makanan dan minumanku?" Yoona bertanya----sedikit kaget.

"Iya. Semuanya sudah kubayar."

"Tapi kamu hampir enggak makan apa-apa kecuali----"

"-----Kecuali mengambil makanan dan minumanmu." Senyum Taehyung. "Sesekali mentraktir pacar sendiri kan enggak apa-apa. Uangku masih banyak, kok." Ia menepuk saku celananya yang kosong.

"Terimakasih." Yoona menutup kembali resleting tas pinggangnya. Ia tidak menghiraukan ocehan Taehyung yang selalu menyebutnya sebagai pacar. Yoona cuma ingin berterimakasih karena Taehyung telah mentraktirnya. "Nanti aku akan gantian mentraktirmu." Janjinya.

"Aku pasti akan menagih janjimu." Taehyung mengedipkan sebelah matanya dengan sikap jahil.

Mereka berlima keluar dari dalam kedai. Tiba-tiba saja Taehyung berjongkok memunggungi Yoona. "Mau aku gendong, Cantik?" Tolehnya dengan seringai manis.

"Apa-apaan sih, Tae?" Yoona merasa malu karena Franz, Bhisnu, dan Meylin berhenti melangkah hanya untuk memerhatikan tingkah Taehyung.

"Kamu masih mual, kan? Biar aku gendong kamu sampai Namche. Nanti ranselku akan kutitip Bhisnu."

"Ngaco, ah!" Yoona menoyor kepala Taehyung. "Aku masih kuat berjalan sampai Namche."

"Lho, kok malah noyor?"

"Habisnya kamu ngaco."

"Ngaco bagaimana? Aku kan cuma menawarkan diri untuk gendong kamu. Katanya kamu mau menghemat energi? Lagi mual juga, kan?"

"Bangun ah, Tae. Malu tuh dilihat semua orang." Dalam bahasa Korea, Yoona sedikit berbisik, "nanti si Meylin menyangka kalau aku beneran hamil."

"Hah, kamu hamil? Kok bisa? Kita kan belum berbuat apa-apa. Ayo bilang, anak siapa itu?"

"Duk!" Yoona menusuk pinggang Taehyung dengan ujung trekking polenya.

Taehyung cengengesan menahan geli sekaligus nyeri, "kamu senang menyiksaku, ya? Bisa-bisa kalau kita nikah nanti, aku akan selalu jadi korban KDRT kamu."

"Sayang sekali, aku enggak berniat untuk nikah sama laki-laki iseng seperti kamu." Yoona meninggalkan Taehyung dan mulai menyusuri jalan menanjak di depan mereka.

"Siapa yang iseng, Yoong?" Taehyung berdiri dan berjalan cepat mengejar Yoona sambil membopong tas ransel miliknya. "Aku serius kok sama kamu. Selalu serius sejak pertama."

Tapi Yoona tidak mau menggubris ocehan Taehyung yang semakin lama semakin mengusik hatinya.[]

================================

👇👇👇

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang