BAB 47

156 25 42
                                    

"BRUUUK!" Tubuh Taehyung ambruk di samping makam Kitae. Dengan perasaan hancur lebur, lelaki tampan itu mengucurkan airmata dan meraung sambil memukuli tanah cokelat di bawahnya. Penyesalan yang ia rasakan tidak bisa diutarakan dengan kata-kata. Bahu Taehyung bergetar. Wajahnya yang teramat tampan basah bersimbah airmata. Begitu berdosanyakah ia sehingga Tuhan tidak mengizinkannya untuk melihat anak kandungnya sendiri? Tidak diperbolehkan untuk memeluk dan membisikkan betapa ia sangat mencintai anak itu. Anak yang tidak pernah mengenalnya....

Nenek Moonsook berdiri diam menyaksikan Taehyung menangis seperti anak kecil. Ia menoleh saat Shin Jaehwan datang bersama Soonyi----istrinya----membawa satu karangan bunga.

Setelah memanjatkan doa untuk Kitae, Nenek Moonsook menaruh karangan bunga yang masih segar dan baru saja diuntai oleh Soonyi itu di atas pusara Kitae. Tanpa menghiraukan Taehyung yang masih terus menangis, ia mengusap-usap batu nisan cicitnya dengan perasaan rindu yang teramat sangat.

"Doakanlah anakmu. Cuma itu yang bisa kamu lakukan untuknya sekarang." Nenek Moonsook berdiri di samping Taehyung.

Kata-kata Nenek Moonsook menjadi tamparan keras untuk Taehyung. Selama hidup Kitae yang begitu singkat, ia sebagai ayahnya memang tidak pernah melakukan apapun untuk anak itu.

Nenek Moonsook meninggalkan Taehyung di makam Kitae. Tugasnya sudah selesai. Ia sudah mengantarkan orang yang mungkin paling ingin Kitae lihat----seandainya saja cicitnya itu diberikan umur yang lebih panjang.


_______________________________________



Bagi Taehyung, segalanya terasa berhenti bergerak, termasuk waktu. Kepedihan hati dan juga penyesalannya membuatnya terduduk memandangi batu nisan Kitae selama berjam-jam tanpa memedulikan langit yang sudah berubah gelap. Terlalu banyak pertanyaan mengapa dan pengandaian yang menyiksa benaknya.

Seandainya saja dulu ia tidak pernah meninggalkan Yoona, tidak pernah memutus komunikasi dengan gadis itu, pasti akan lain nasib mereka berdua----juga nasib Kitae.

Mengapa Tuhan menakdirkan jalan hidup yang sepahit ini untuk mereka bertiga? Mengapa Kitae mesti hadir jika hanya untuk sesaat saja? Hanya untuk terlahir dari benih yang ia tanamkan di rahim Yoona. Mengapa Tuhan tidak memperpanjang umur Kitae sehingga ayahnya yang tolol ini bisa melihatnya, menggendongnya, menimangnya, dan memberinya cinta sebanyak apapun yang anak itu inginkan?

Airmata penyesalan tak henti membasahi pelupuk mata Kitae. Hidupnya selama dua puluh tujuh tahun ini terasa tidak ada gunanya lagi. Rasanya ia ingin menyusul Kitae hanya untuk mengatakan pada anak itu bahwa ia mencintainya, menyayanginya, dan begitu menginginkannya. Mungkin di alam sana, ia dan Kitae bisa menjadi sepasang ayah dan anak lagi. Namun ke mana ia harus menyusul Kitae? Pantaskah manusia penuh dosa seperti dirinya ini mendekati dan memasuki gerbang surga? Bolehkah ia melihat dan bertemu dengan anaknya walau hanya untuk sesaat saja? Hanya untuk mengatakan sebuah kata cinta....

"Tae...."

Taehyung mendengak. Ia tercekat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Yoona...."

Yoona berjongkok. Ia mendekap sebuah buket bunga yang dibawanya dari Seoul. Ia menaruh kuntum-kuntum mawar segar itu di atas pusara Kitae---tepat di sebelah buket bunga yang tadi sore diletakkan di sana oleh neneknya. Yoona menyentuh batu nisan Kitae sambil membacakan doa untuk anaknya yang telah dua tahun ini meninggalkannya seorang diri.

"Maafkan aku, Yoong..." Bola mata Taehyung digenangi oleh airmata dan perasaan berdosa kepada bekas kekasihnya itu. "Aku... Aku sama sekali tidak tahu soal Kitae...."

"Sekarang kamu sudah tahu." Yoona duduk di samping Taehyung. "Bahwa kita berdua... Pernah memiliki seorang anak yang begitu tampan, begitu lucu, begitu menggemaskan." Ia menoleh Taehyung, "meskipun hanya untuk empat belas bulan saja, Kitae pernah ada. Pernah membuat kita berdua menjadi ayah dan ibunya...."

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang