BAB 59

139 22 32
                                    

"Aku kira kamu enggak akan pernah mau datang." Begitu ujar Jiwon ketika ia membukakan pintu untuk Hansung.

Hansung melongo----terpukau melihat betapa besar dan mewahnya unit apartemen yang dimiliki oleh Ossa. Ia mendadak lupa kalau apartemen mewah berbentuk griya tawang itu dibandrol dengan harga yang bisa membuat orang miskin terkena serangan jantung.

"Kamu benar-benar kaya raya, Won. Sejak dulu, seleramu memang sangat mahal." Hansung tidak malu-malu memperlihatkan rasa kagumnya melihat isi penthouse yang dimiliki oleh Jiwon.

"Bukan aku yang membeli apartemen ini. Semuanya dibeli memakai uang suamiku." Ralat Jiwon sambil tertawa. "Kamu mau minum apa, Sung? Sudah makan, belum?"

"Sudah. Aku sudah makan malam." Hansung duduk di atas sofa ruang tamu. Kemewahan semacam ini baru ia temukan di rumah Paman Seung-Ryong di Gangnam. Orang kaya memang beda, mereka seolah-olah tinggal di bagian lain dari dunia ini. Seperti di dalam dongeng saja. Celetuk hati Hansung.

Jiwon tersenyum melihat tingkah lugu Hansung. Sejak dulu, sahabatnya itu memang polos seperti seorang bocah----mudah terpesona akan sesuatu yang indah. Namun tidak pernah ada rasa iri yang terpancar dari pandangan Hansung. Hanya sebuah kekaguman.

Jiwon menyuguhi Hansung secangkir kopi. "Aku masih ingat kalau sejak dulu kamu paling suka kopi susu." Ia membuka beberapa kotak kue dan roti yang isinya langsung membuat air liur Hansung terbit.

Tanpa sungkan, Hansung mengambil sepotong cupcake di depannya. "Di mana asisten dan managermu?" Hansung menoleh kamar-kamar yang ada di dalam griya tawang berlantai dua itu. Semuanya tertutup rapat. "Sudah tidur?" Sekarang hampir jam dua belas malam, wajar jika orang-orang sudah berada di atas ranjang yang hangat dan bersiap-siap untuk beristirahat.

"Mereka sedang ada acara di luar. Entah kapan baru akan pulang." Meskipun di apartemennya tersedia berbagai macam minuman----dari mulai minuman ringan sampai minuman keras----Jiwon lebih memilih air mineral yang diisi dengan beberapa irisan jeruk lemon. Lebih sehat, katanya.

"Eh, jadi kamu sendirian?" Hansung mengelap sudut bibirnya dengan tisu. Ia refleks memperbaiki posisi duduknya agar terlihat lebih sopan. Entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa kikuk sendiri, seolah-olah Jiwon bukanlah seorang sahabat yang selama tiga tahun pernah setia menemani hari-harinya.

"Begitulah." Jiwon tersenyum. "Jujur, sudah lama aku kangen sama kamu, Sung."

Hansung terkejut dengan sikap Jiwon yang terlalu blak-blakan. Wajahnya mendadak memerah. "Enggak usah bercanda seperti itu, Wonnie. Kita bukan anak SMA lagi."

Jiwon mengulum senyumnya. "Aku enggak bercanda. Sejak lulus SMA, aku selalu penasaran dengan kabarmu. Kadang-kadang aku iseng mencari-cari profil kamu di internet atau menelusuri akun media sosial milik sekolah kita, siapa tahu kamu kebetulan sedang berkunjung ke sana."

Hansung mendadak ingin batuk. Ia menyeruput kopi dengan sedikit tergesa-gesa agar rasa gatal di tenggorokannya cepat hilang. Tapi rupanya tidak manjur. Ia semakin ingin mengeluarkan batuknya keras-keras.

Jiwon menyodorkan botol air mineral kemasan yang masih utuh di atas meja tamu.

Hansung cepat-cepat membuka botol plastik tersebut dan menegak isinya.

"Kamu masih seperti dulu, suka mendadak canggung kalau kita sudah berdua-duaan seperti ini." Kedua bola mata Jiwon seolah tengah menelanjangi Hansung.

"Habisnya aku harus bagaimana?" Tanya Hansung lugu dan resah.

"Dengan muka seganteng mukamu dan badan seatletis badanmu, seharusnya kamu jadi playboy, Sung," Jiwon mengambil bantal kursi dan memeluknya, "tapi justru sikapmu yang enggak pernah mengobral cinta pada semua perempuanlah yang membuat aku kepincut setengah mati padamu."

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang