BAB 73

117 18 36
                                    

Atau ada penjelasan ketiga; Taehyung cuma berlagak marah saja agar identitas aslinya tidak sampai terbongkar.

Yang manapun itu, Yoona tetap merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh 'Hansung'. Dan ia sama sekali tidak menyukai hal ini.

Keesokan harinya, ia dan Hansung meninggalkan kediaman Keluarga Park.

"Kenapa tidak tinggal di sini lagi, Sung?" Ibunya tampak enggan melepaskan putera bungsunya itu pergi dari rumah mereka.

"Sudah lama kami enggak menengok rumah Yoona." Hansung beralasan. "Besok-besok kami pasti akan menginap di sini lagi." Ia merangkul ibunya saat wanita itu mengantarkan mereka ke luar pagar.

"Siapa yang akan mengurusmu di sana? Yoona kan mesti pergi ke toko setiap hari."

"Saya sudah besar, Eomma. Sudah bisa mandi, makan, dan tidur sendiri. Bahkan cebok sendiri juga sudah bisa." Hansung berseloroh. "Tangan kanan saya juga sudah jauh lebih baik, sudah mulai sering terasa kesemutan. Pokoknya, Eomma dan Appa tidak usah khawatir. Rumah Yoona kan masih di Seoul juga. Kalau Eomma kangen sama saya, Eomma tinggal telepon, saya pasti akan langsung datang ke sini."

Ibu Hansung memeluk anak laki-lakinya seolah-olah mereka berdua akan berpisah lama.

"Baik-baiklah di sana." Ayah Hansung yang hendak pergi bekerja ikut meremas pundak anaknya. "Jaga dirimu." Ia melirik Taeyoo yang sudah sejak tadi duduk anteng di kursi kecilnya di jok belakang mobil. Saat kedua matanya bertemu dengan mata kakeknya, Taeyoo melambaikan tangan sambil tertawa riang. Mau tak mau, ayah Hansung tersenyum. Taeyoo sudah terlalu sering berada di rumah mereka sehingga tanpa sadar ia menjadi terbiasa dengan kehadiran bayi itu. Meskipun Taeyoo bukan anak biologis Hansung, ia tidak lagi merasa sakit hati atas keberadaan bocah itu. Tak selamanya darah mesti lebih kental daripada air.

"Kami pergi dulu, Eomonim. Abeonim." Yoona mencium tangan kedua mertuanya sebelum duduk di belakang kemudi.

"Tolong urus Hansung, Yoona. Dia belum benar-benar sehat." Pesan ibu mertuanya.

Yoona mengangguk. "Ibu tidak usah khawatir."

Hansung kelihatan senang bisa keluar rumah lagi setelah sekian lama. Segala hal yang dilihatnya ia komentari, termasuk kemacetan di ibukota yang rutin terjadi setiap pagi.

"Biasanya kamu lebih suka kita menginap di rumah orangtuamu." Celetuk Yoona.

"Semalam aku sudah kasih tahu kamu kenapa aku ingin kita tinggal di rumahmu." Hansung memilih-milih lagu untuk didengarkan di dalam mobil.

"Minyoung eonnie kan enggak tinggal di rumah Ibu, kita enggak pindahpun enggak akan jadi masalah."

"Tapi aku kangen sama Susi."

Yoona spontan menoleh.

Hansung nyengir. "Cemburu, ya? Hahaha."

"Sejak kapan candaan kamu jadi barbar begini?"

"Sejak lahir."

"Hansung,"

"Hhm?"

"Kamu lupa?"

"Lupa apa?"

"Park Hansung enggak pernah bisa bercanda."

Hansung menatap Yoona. Wanita itu tidak balas memandangnya. Wajah cantiknya tetap lurus melihat ke arah depan. Hansung berdehem. "Enggak ada salahnya kan mencoba hal baru? Aku bosan bersikap serius melulu. Seperti kata orang-orang, hidup ini sangat singkat. Kita enggak akan tahu kapan kita akan mati. Jadi, lebih baik kita banyak tertawa daripada banyak mengerutkan dahi."

"Omonganmu itu lebih cocok keluar dari mulut Taehyung daripada mulut seorang Hansung."

"Kamu enggak bisa berhenti membicarakan Taehyung, ya? Apa sih yang bikin kamu cinta sama Taehyung?" Hansung mencondongkan tubuhnya ke arah Yoona. "Aku selalu penasaran soal itu."

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang