BAB 10

138 21 14
                                    

Setelah beberapa kilometer melewati jembatan gantung, rombongan mereka melihat sebuah desa dengan deretan rumah beratap warna-warni.

"Apa kita sudah sampai Namche Bazaar?" Franz yang mulai kelelahan sedikit merasa lega melihat desa di depannya.

"Bukan, itu bukan Namche Bazaar. Itu Sherpa village." Bhisnu berdiri di atas sebuah batu besar sambil menengok ke arah Franz, Yoona, dan Taehyung. Sherpa adalah sebutan untuk para guide yang khusus memandu para pendaki untuk naik ke Puncak Gunung Everest. Bayaran mereka perhari berkali-kali lipat dari bayaran seorang porter. Dan tidak semua orang bisa menjadi sherpa. Mesti penduduk lokal. Dan dalam menjalankan tugas mereka, para sherpa ini juga harus siap untuk kehilangan nyawa mereka sewaktu-waktu.

Franz terlihat kecewa saat desa yang ia lihat sama sekali bukan Namche Bazaar. "Kita istirahat dulu di sana, ya. Pasti mereka punya kedai kopi atau restoran. My legs are killing me."

Nafas Yoona juga sudah mulai pendek-pendek. Ia sangat mendukung usul Franz barusan.

Mendengar para tamunya hendak beristirahat di Sherpa Village, Bhisnu berjalan duluan untuk memesankan sebuah tempat bagi mereka berempat.

"Pegang tanganku, biar aku tarik kamu." Taehyung menjulurkan tangannya kepada Yoona yang tampak kepayahan untuk menjejakkan kakinya selangkah lagi.

Karena jalan masuk menuju Sherpa Village dipenuhi oleh undakan tanah berbatu, Yoona menerima uluran tangan Taehyung. Lelaki sekuat Taehyung bisa dengan mudah menarik tubuhnya.

"Mau aku gendong sekalian?" Tawar Taehyung saat ia menangkap tubuh Yoona yang baru saja ditariknya naik.

"Kamu baru menawari setelah kita hampir sampai? Kenapa enggak dari tadi saja? Dari mulai kita naik ke jembatan gantung? Aku kan bisa menghemat tenaga." Yoona asal menjawab.

"Kamu enggak bilang kalau tadi mau aku gendong." Taehyung merangkul pundak Yoona. "Kalau saja kamu bilang, aku pasti akan menggendongmu sampai kamu minta aku turunkan."

Yoona mendorong Taehyung ke pinggir dan meninggalkan lelaki itu di belakangnya.

Bhisnu muncul kembali. Pria Nepal itu melambaikan tangannya dan menunjuk tempat yang sudah dipesannya untuk mereka semua.

Tempat yang dipilih oleh Bhisnu adalah sebuah kedai yang teramat sederhana. Tempat itu sepi dan hanya ditunggui oleh satu orang anak muda belasan tahun. Namun Yoona suka karena kedai itu memiliki beranda yang menghadap ke arah pegunungan. Ia bisa melihat jejeran pegunungan yang menurut Bhisnu adalah rantai pegunungan Himalaya. Ketika Yoona masih terkagum-kagum dengan pemandangan yang ditawarkan oleh teras kedai itu, Franz malah sudah menempati salah satu kursi di sana.

"Mau pesan apa, Yoong?" Taehyung membaca buku menu. "Makanan di sini enggak banyak. Enggak ada makanan berat. Cuma mie rebus, sup, dan bubur. Eh, dimsum juga ada."

"Aku mau minum soda saja. Perutku mual." Yoona meneguk air botolnya. Ia mulai merasakan efek dari perubahan ketinggian yang drastis dan juga cuaca yang semakin bertambah dingin.

"Jangan banyak-banyak minum soda, nanti kamu kehausan di jalan. Namche masih jauh dari sini." Taehyung mengingatkan. "Aku pesankan teh madu untuk kamu, ya? Biar ada energi."

Yoona menggeleng, "perutku mual, Tae. Aku ingin yang segar-segar. Minum air putih saja sudah bikin perutku sakit.

Tapi Taehyung tetap memesankan secangkir teh madu rempah. Kemudian ia duduk di samping Yoona sambil memijati pundak gadis itu, "Mau pakai heating pad----pad pemanas-----di perutmu?"

Yoona teringat pad pemanas yang sengaja ia bawa dari Seoul. Ia memanggil Bhisnu yang telah memanggul ranselnya sejak mereka masih di Lukla.

"Mau aku yang tempelkan di perutmu?" Taehyung menawarkan diri. Ia iseng ingin melihat kulit perut Yoona. Pasti mulus dan lembut sekali.

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang